Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Benarkah Shilaturrahim Membuat Umur Panjang Banyak Rejeki

Banyak sekali yang menebarkan ajaran bahwa bersilaturrohim membuat panjang umur banyak rejeki. Mari kita telaah lebih lanjut akan hal ini. Al-Häfizh Ibnu Hajar al-^Asqalani (W. 852 H) berkata dalam Fath al-Bäri, kitab al-Adab, bab Man Busitha lahu fi ar-Rizqi li Shilat ar-Rahim:


مَن سرّه أن يبسَـط له في رزقه وأن يُـنسَـأ له في أثره فليصِل رحمِـَه

Artinya: “Barangsiapa ingin dilapangkan rizkinya dan juga dipanjangkan (ditambah) umurnya, maka hendaklah ia bershilaturrahim”.

Hadits ini diberi keterangan oleh Ibn at-Tïn yang berkomentar bahwa Secara lahir, hadits ini bertentangan dengan ayat

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

Artinya: “Jika ajal mereka telah datang, maka mereka tidak akan mampu menundanya ataupun mempercepatnya sesaatpun” (al-A^räf: 34)

Oleh karena itu, ada dua penjelasan yang dapat dikemukakan dalam memadukan antara keduanya:

Penjelasan pertama, yaitu penambahan umur yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah kinäyah mengenai barakahnya usia, yaitu disebabkan orang tersebut diberi taufiq dan dapat melaksanakan ketaatan dan mampu mengisi masa hidupnya dengan berbagai hal yang memberikan manfaat padanya kelak di akhirat, termasuk ia terjaga dari tindakan yang menyia-nyiakan umurnya dari suatu hal yang tidak bermanfaat.

Hal ini senada dengan kandungan sebuah hadits Nabi bahwa usia umat Muhammad lebih pendek dibandingkan dengan usia umat-umat terdahulu, maka sebagai gantinya ALlöh menganugerahkan kepada mereka Lailatul Qadr.

Oleh karena itu dapat disimpulankan bahwa tindakan Shilaturrahim menjadi sebab bagi seseorang memperoleh taufiq (kemampuan berbuat taat) dan juga menjadi sebab terjaga dari maksiat. Dengan demikian, keharuman namanya juga akan tetap terjaga meski ia telah meninggal. Di antara yang ia peroleh dengan sebab taufiq yang ALlöh berikan padanya adalah ilmu yang bermanfaat sepeninggalnya, shadaqah jariyah dan keturunan yang shalih.

Penjelasan kedua, yaitu maksud dari penambahan usia dalam hadits tersebut maknanya adalah haqiqi bukan kinayah. Namun yang dimaksudkan adalah penambahan usia dalam maknanya yang haqiqi itu adalah yang terkait dengan ilmu malaikat yang ditugasi oleh ALlöh mengurusi umur. Adapun yang dijelaskan ayat bahwa ajal tidak dapat dimajukan maupun ditunda, maksudnya adalah yang terkait dengan ilmu ALlöh.

Dikatakan kepada malaikat, misalkan, bahwa usia Fulan 80 tahun jika ia bershilaturrahim, dan jika memutus shilaturrahim usianya hanya 65 tahun. Sedangkan Allah telah mengetahui pada azal bahwa Fulan itu akan bershilaturrahim ataukah tidak.

Jadi, apa yang menjadi ilmu ALlöh tidak berubah. Sedangkan yang mungkin menerima penambahan maupun pengurangan adalah yang ada dalam ilmu malaikat. 

Hal itu diisyaratkan oleh firman Allah:

يَمْحُوا اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ

“ALlöh menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan pada-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh)” (ar-Ra’d: 39)

Dalam hal Penetapan dan penghapusan adalah terkait dengan apa yang ada dalam ilmu malaikat. Inilah yang disebut Qadla’ Mu’allaq.

Dan apa yang ada dalam Umm al-Kitäb, hal itulah yang menjadi ilmu ALlöh. Tidak ada penghapusan sama sekali. Inilah yang disebut Qadla’ Mubram".

Sebagaimana yang disampaikan oleh guru kami, Dr. Syeikh Habib Salim Alwan al-Husaini --hafidhohuLlöh-- yang disarikan oleh guru saya; Kyai Nur Rohmad.

وفي فتح الباري شرح الحافظ ابن حجر العسقلاني (852هـ.) لصحيح الإمام أبي عبد الله محمد بن إسماعيل البخاري (256هـ.) في باب "من بسِـط له في الرزق لصلة الرحم" من كتاب الأدب شارحًا مسألة القضاء المبرم والقضاء المعلق ما نصه عند حديث أبي هريرة مرفوعًا "مَن سرّه أن يبسَـط له في رزقه وأن يُـنسَـأ له في أثره فليصِل رحمِـَه" ما نصه: "قوله وينسأ بضم أوله وسكون النون بعدها مهملة ثم همزة أي يؤخر في أجله وسمي الأجل أثراً لأنه يتبع العمر قال زهير:والمرء ما عاش ممدود له أمل لا ينقضي العمر حتى ينتهي الأثر وأصله من أثر مشيه في الأرض فإن من مات لا يبقى له حركة فلا يبقى لقدمه في الأرض أثر، قال ابن التين ظاهر الحديث يعارض قوله تعالى: [فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ] {الأعراف:34}، والجمع بينهما من وجهين أحدهما أن هذه الزيادة كناية عن البركة في العمر بسبب التوفيق إلى الطاعة وعمارة وقته بما ينفعه في الآخرة وصيانته عن تضييعه ذلك. ومثل هذا ما جاء أن النبي صلى الله عليه وسلم تقاصر أعمار أمته بالنسبة لأعمار من مضى من الأمم فأعطاه الله ليلة القدر، وحاصله أن صلة الرحم تكون سبباً للتوفيق للطاعة والصيانة عن المعصية فيبقى بعده الذكر الجميل فكأنه لم يمت، ومن جملة ما يحصل له من التوفيق العلم الذي ينتفع به من بعده والصدقة الجارية عليه والخلف الصالح وسيأتي مزيد لذلك في كتاب القدر إن شاء الله تعالى، ثانيهما أن الزيادة على حقيقتها وذلك بالنسبة إلى علم الملك الموكل بالعمر وأما الأول الذي دلت عليه الآية فبالنسبة إلى علم الله تعالى كأن يقال للملك مثلاً إن عمر فلان مائة مثلاً إن وصل رحمه وستون إن قطعها، وقد سبق في علم الله أنه يصل أو يقطع، فالذي في علم الله لا يتقدّم ولا يتأخر، والذي في علم الملك هو الذي يمكن فيه الزيادة والنقص، واليه الإشارة بقوله تعالى: [يَمْحُوا اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ]{الرعد:39}، فالمحو والإثبات بالنسبة لما في علم الملك، وما في أم الكتاب هو الذي في علم الله تعالى فلا محو فيه البتة، ويقال له القضاء المبرم، ويقال للأول القضاء المعلق" اهـ

Hikmah Shilaturrahim (Menyambung tali kekerabatan)

Rasulullah bersabda:

 مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Artinya: "Barangsiapa ingin dibentangkan pintu rizki untuknya dan dipanjangkan usianya hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi." HR al Bukhari.

Hadits ini adalah hadits yang diterangkan diatas. Hadits lain adalah Rasulullah bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ  لِيَصْمُتْ

Artinya "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia menyambung tali silaturrahmi, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam." HR al Bukhari

Rasulullah shallallahu 'alyhi wasallam:

لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

Artinya: "Orang yang sempurna silaturrahimnya bukanlah orang yang membalas shilaturrahim orang lain, akan tetapi orang yang sempurna silaturrahminya adalah orang yang menyambung shilaturrahim kembali ketika tali silaturrahim itu telah terputus."

Dalam istilah syara' shilaturrahim adalah menyambung tali kekerabatan seperti saudara kandung, paman dan bibi baik dari pihak ayah atau ibu. Sehingga Shilaturrahim dapat dilakukan dengan dua cara:

  • Mengunjungi kerabat, dan/atau
  • Membantu memenuhi kebutuhan kerabat

Abu Hurairah bertanya kepada Rasulullah tentang amalan yang bisa memasukkannya ke dalam surga, beliau bersabda:

أَفْشِ السَّلَامَ وَأَطْعِمْ الطَّعَامَ وَصِلْ الْأَرْحَامَ وَقُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ ثُمَّ ادْخُلْ الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ

Artinya: "Tebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah tali persaudaraan dan kerjakanlah shalat malam ketika manusia sedang tidur, kemudian setelah itu masuklah syurga dalam keadaan selamat." (HR Ahmad)

Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam bersabda:

 لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

"Tidak akan masuk surga (bersama orang yang pertama kali masuk surga) orang yang memutus tali silaturrahmi."

Maksud dari tidak masuk surga adalah tidak masuk surga bersama orang-orang yang pertama masuk surga (yakni orang-orang sholih). Jadi, bukan bahwa dia tidak masuk surga sama sekali, karena selama seseorang mati dalam keadaan muslim, sebanyak apapun dosanya pada akhirnya tetap akan masuk surga. 

Berdasarkan hadits ini, para ulama menggolongkan perbuatan memutus kekerabatan adalah sebagai dosa besar. Artinya orang yang memutus kekerabatan jatuh pada dosa besar dan berhak untuk diadzab di neraka

Hadits ini tidak berarti bahwa seorang muslim yang memutus kekerabatan tidak masuk surga sama sekali, karena selama seseorang itu mati dalam keadaan muslim maka dia akan masuk surga, sebanyak apapun dosanya, meski sebelumnya disiksa terlebih dahulu di neraka.

Rasulullah telah mengajarkan shilaturrahim dengan perkataan dan perbuatan. Sejak sebelum diangkat menjadi nabi beliau telah melakukan shilaturrahim. Sayyidah Khadijah berkata kepada beliau di awal turunnya wahyu:

فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَق

Artinya: "Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya, sebab engkau suka menyambung silaturrahim, berkata jujur, menghilangkan kesusahan serta menjamu tamu, serta membela kebenaran!" (HR al Bukhari)

Selain dengan mengunjungi kerabat pada saat momen bergembira seperti pada waktu hari raya idul fitri dan adha, shilaturrahim juga dapat dilakukan dengan mengunjunginya di saat mendapat kesusahan untuk menghiburnya. Rasulullah bersabda:

 مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلَّا كَسَاهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مِنْ حُلَلِ الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: "Tidaklah seorang mukmin (Tidak sempurna imannya) bertakziah kepada saudaranya yang terkena musibah, kecuali Allah Subhaanahu akan mengenakan pakaian kehormatan untuknya pada hari kiamat. " HR Ibnu Majah

Dalam hadits qudsi Rasulullah bersabda, Allah ta'ala berfirman:

حَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَزَاوِرِينَ فِيَّ وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَبَاذِلِينَ فِيَّ وَحَقَّتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَوَاصِلِينَ فِيَّ

Artinya: "CintaKu untuk orang-orang yang saling mencintai karena Aku, CintaKu untuk orang-orang yang saling berkunjung karena Aku, CintaKu untuk orang-orang yang saling berkorban karena Aku dan cintaKu untuk orang-orang yang saling bersillaturrahim karena Aku."

Sahabat ‘Uqbah bin Amir bertanya kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-, apakah keselamatan itu wahai Rasulullah?, kemudian beliau bersabda:

تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ وَتَعْفُوا عَمَّنْ ظَلَمَكَ 

"(Keselamatan itu) apabila kamu menyambung tali silaturahim orang yang telah memutus talisilaturahim denganmu, dan apabila kamu memberi sesuatu kepada orang yang tidak mau memberi sesuatu kepadamu, dan apabila kamu memaafkan orang yan telah berbuat dhalim kepadamu." (HR al Baihaqi)

Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, Apa yang dapat memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka? Rasulullah menjawab:

تَعْبُدُ اللهَ ولا تُشْرِكُ به شَيْئا وَتُقِيْمُ الصلاةَ وَتُؤْتِي الزكاةَ وتَصِلُ الرَّحِمَ

"Apabila kamu menyembah Allah dan tidak mensekutukannya dengan sesuatupun, melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat dan apabila kamu menyambung tali silaturrahim" (HR al Bukhari)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا

Artinya: "Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan kecuali Allah akan memberi ampunan kepada keduanya sebelum mereka berpisah." (HR Abu Dawud)

Berjabat tangan yang dimaksud dalam hadits ini adalah selain berjabat tangan dengan perempuan ajnabiyah, perempuan yang bukan mahram dan bukan istri. Berjabat tangan dengan perempuan ajnabiyah tanpa penghalang haram berdasarkan hadits:

 إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ

"Sesungguhnya aku tidak menyalami para wanita" (HR Ahmad)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:

 لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ "

artinya: "Apabila kepala salah seorang kalian dilukai dengan jarum dari besi maka itu lebih baik baginya daripada ia menyentuh perempuan yang tidak halal baginya" HR al Baihaqi dan at Thobaroni.

Dosa Badan adalah Memutus Tali Silaturrahim

Di dalam kitab Sullamuttauf dijelaskan bahwa 

وقطيعة الرحم

"Di antara dosa badan memutus tali kekerabatan".

Artinya bahwa memutuskan tali kekerabatan tergolong sebagai dosa besar.

Allah ta'ala berfirman :

 وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ٱلَّذِی تَسَاۤءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ

[Surat An-Nisa' 1]

Memutuskan tali kekerabatan terjadi dengan membuat hati para kerabat terasa renggang (menjauh) disebabkan oleh dua hal:

  • Dia tidak mengunjungi kerabatnya, padahal dia mampu mengunjunginya
  • Dia tidak membantu kerabatnya dengan harta ketika kerabat tersebut membutuhkannya, padahal dia mampu untuk membantunya.

Rahim (kerabat) adalah seperti paman, bibi baik dari pihak ayah atau ibu dan anak-anak dari paman maupun bibi.

Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa memutus kekerabatan adalah salah satu penyebab disegerakannya siksa di dunia sebelum disiksa di kubur maupun di akhirat.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِثْلُ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ

"Tidak ada dosa yang layak untuk Allah ajukan siksanya bagi pelakunya di dunia beserta siksa yang dia simpan di akhirat seperti berontak terhadap pemimpin yang sah dan memutus kekerabatan" HR Abu Dawud.

Mbah Hasyim Asy'ari juga berkata dalam kitabnya "risalah ahlussunnah wal jama'ah":

ومنها {قطيعة الرحم، وتخوين الأمين وائتمان الخائن} رواه الطبراني في الأوسط عن أنس بن مالك رضي الله عنه أيضا.

Diantara tanda dekatnya kiamat adalah memutus shilaturrahim, mengkhianati orang yang terpercaya dan mempercaya orang yang berkhianat. Hadits diriwayatkan oleh at Thobarani dalam kitab al Awsath dari Anas bin Malik radliyallahu anhu ... 

Memutus kekerabatan adalah dengan tidak mengunjungi kerabatnya, sehingga seakan tidak ada hubungan kekerabatan di antara dia dan kerabatnya tersebut, atau dengan tidak mau membantu kerabat yang membutuhkan, padahal dia mampu untuk membantu.

Posting Komentar untuk "Benarkah Shilaturrahim Membuat Umur Panjang Banyak Rejeki"