Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenapa Terjadi Idul Fitri yang Berbeda

Tahun 2023 ini terjadi lagi penentuan 1 syawwal yang berbeda antara satu umat dengan umat yang lain. Perbedaan ini terjadi tidak hanya sekali ini, namun di tahun sebelumnya dahulu juga pernah terjadi. Lalu apa yang menjadikan berbeda dalam penentuan tanggal 1 syawwal ini?

Dalam penentuan tanggal 1 Syawwal, terdapat beberapa metode yang digunakan. Dan yang digunakan di Indonesia adalah dengan hisab dan rukyatul hilal. Pada Ilmu Hisab adalah perhitungan awal bulan qomariyah, khususnya yang menyangkut ibadah-ibadah wajib yakni Ramadhan, Syawal dan Dzul Hijah serta bulan hijriyah lainnya dengan tujuan memperkirakan kapan terjadi awal masuknya bulan. Dengan metode tersebut dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan awal bulan jauh sebelum hari itu tiba, atau bulan itu datang. Perhitungan hisab ini juga tidak tergantung/menunggu metode rukyatul hilal pada saat matahari terbenam. 

Dengan konsep menggunakan ilmu Hisab inilah, pelaksanaan Rukyatul hilal menjadi terbantu dan sangat mudah, karena dapat diprediksi (diperkirakan) berapa derajat ketinggian hilal nanti diatas ufuk, dan berapa jauhnya dari posisi matahari. Selain itu juga diprediksi berapa lamakah ia akan berada diatas ufuk saat setelah matahari terbenam, juga diperkirakan berapa besarkah bagian hilal yang dapat dilihat. Keadaan ini juga dapat juga diperkirakan menghadap ke arah manakah hilal tersebut. Hal ini didapatkan juga dengan data-data pendukung lainnya agar akurat dan tepat.

Namun terdapat perbedaan pandangan antara penggunaan ilmu hisab dan ilmu rukyat. Hal ini ketika dijadikan penetapan tanggal awal bulan dan akhir bulan. Seperti halnya sekarang ini. Pihak muhammadiyah menggunakan ilmu Hisab yang menetapkan bahwa Tanggal 1 Syawal jatuh pada tanggal 21 April 2023. Namun pada prakteknya di lapangan Ilmu Rukyat dipakai untuk melihat hilal dengan mata kepala normal pada malam ke 30 Ramadhan. Jika menurut perhitungan ilmu hisab, hilal ini sudah berada diatas ufuk dan dapat dimungkinkan untuk bisa dilihat dengan mata kepala. Akan tetapi yang tejadi fakta dilapangan pada saat dilakukan rukyatul hilal tidak berhasil dilihat.

Hal ini yang menjadikan perbedaan. Antara kelompok ahli hisab dan ahli rukyat sama sama mempunyai pedoman. Bagi ahli rukyat, maka hari yang ke 30 pada keesokan harinya itu, masih dianggap sebagai bagian dari bulan yang sedang berjalan (yakni menjadi tanggal 30 bulan Ramadhan), dan bukan sebagai 1 Syawal. Akan tetapi bagi ahli Hisab, pada keesokan harinya itu sudah dianggap sebagai bulan baru (yaitu tanggal 1 Syawwal). Bahkan ada pula pihak tertentu yang beranggapan bahwa rukyatul hilal itu sudah tidak perlu lagi dilakukan. 

Mengenal Ilmu Falak

Untuk mengetahui lebih dalam tentang Kalender hijriyah ada baiknya kita mengenal ilmu falak. Sistem ilmu Falak (ilmu Hisab) ada 3 macam:

1. Ilmu Hisab Taqribi. 

Hisab ini menggunakan data bulan dan juga matahari berdasarkan data dan Tabel "Ulugh Bek" dengan proses yang sederhana, yaitu prosesnya hanya dengan cara tambah, kurang, kali dan bagi. Mereka yang menggunakan sistem ini adalah Kelompok Sulamun Nayiroin, Fathurroufil Manan, Risalatul Qomaroin dan lainnya.

2. Ilmu Hisab Tahqiqi. 

Hisab Tahqiqi ini menggunakan tabel-tabel yang sudah dikoreksi dan mempergunakan perhitungan yang relatif lebih panjang dan lebih rumit. Mereka yang menggunakan Ilmu Hisab Tahqiqi ini adalah Al Khulashotul Wafiyah, Badiatul Mitsal, Ittifaqu Dzatil Bain dan lainnya. Hisab kelompok ini disebut dengan Hisab Qoth'i.

3. Ilmu Hisab Haqiqi Kontemporer.

Hisab Haqiqi Kontemporer adalah menggunakan tabel-tabel dan data-data mutakhir serta mempergunakan perhitungan yang panjang dan setiap data yang ditampilkannya melalui pemrosesan yang cukup cermat. Dalam memperoleh hitungan bujur bulan misalnya, minimalnya diperlukan tidak kurang dari 51 baris koreksi sehingga hisab ini menurutnya mempunyai tingkat akurasi yang cukup tinggu. Dan mereka yang menggunakan metode ini adalah kelompok New Comb, Astronomical Tables of Sun, Moon And Planet dan lainnya. Hisab kelompok ini juga disebut Hisab Qoth'i.

Data Almanak Nautika

Ini sumber data dari Almanak Nautika (Nautical Almanac) pada Sun (Matahari) dan Moon (Bulan) hari Kamis Legi, 20 April 2023 / 29 Ramadhan 1444 H. Di antara fungsinya untuk menghisab atau menghitung jatuhnya awal bulan Syawal atau Hari Raya Idul Fitri 1444 H / 2023 M.
Ilmu Hisab Almanak Nautika ini masuk dalam kategori حساب التحقيق بالعصري atau Hisab Kontemporer / Modern, yang merupakan salah satu ilmu hisab yang paling canggih terutama di era Millenial. Karena, datanya merupakan hasil pantauan langsung dari satelit ruang angkasa NASA (National Aeronautics and Space Administration).
Data dari KH Thobary Syadily, Ahli Falak NU
    
Perlu diketahui bahwa karena penggunaan Hisab hanya berasal dari penafsiran dalil yang pada ujungnya didasarkan pada suatu keyakinan, maka penggunaannya hanya diperbolehkan bagi Ahli penghisab sendiri dan juga orang-orang yang meyakini hasil hisabnya.
Data pada gambar diatas adalah menurut perhitutugan ilmu Hisab Kontemporer yang diyakini paling akurat. Data tersebut menyebutkan bahwa pada Kamis malam Jum'at tanggal 20 April 2023 nanti, ketinggian hilal terbesar diatas 2 derajat yang berada di Provinsi Aceh. Posisi hilal ini sangat tipis. Walaupun begitu perlu dibuktikan kebenarannya dengan rukyatul hilal pada hari itu.

Hal ini praktek di lapangan tidaklah selalu sama dengan data prediksi walaupun diakui akurat. Metode rukyatul hilal tetap harus dilakukan oleh tim Lembaga Falakiyah atau lembaga lainnya yang bertanggungjawa dan dapat dipercaya. Karena kesaksian mereka harus dapat dipertanggungjawabkan dengan sumpah dan aturan yang berlaku apabila melihatnya. Namun seringkali mereka tidak bisa merukyatnya. Hal ini disebabkan banyak faktor yang bisa mempengaruhi rukyat. Antara lain yang paling sering terjadi karena mendung dan faktor atmosferik (keadaan cuaca). 

Bahkan awan kabut yang tipis sekalipun bisa menghalangi keberhasilan rukyatul hilal. Jadi pada kepastiannya, kita masih harus menunggu mereka yang akan melakukan rukyat pada kamis malam Jumat tanggal 20 April nanti. Posisi Rukyatul Hilal juga disebar diseluruh Indonesia sebanyak 90 titik. Jika dari mereka tidak ada yang berhasil melihat hilal satu pun, maka bulan Ramadhan harus digenapkan menjadi 30 hari sehingga 1 Syawal jatuh pada hari Sabtu. 

Hal ini adalah yang dikehendaki dalam syari'at, bahwa adalah rukyat yang benar-benar terlihat sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad Shollallaahu 'Alaihi Wasallam:

إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا (رواه أحمد ومسلم والنسائي وابن ماجه)

Maknanya: “Jika kalian melihat hilal Ramadlan maka berpuasalah, dan jika kalian melihat hilal Syawal maka berhari rayalah, dan jika hilal terhalang mendung maka berpuasalah 30 hari” (HR Ahmad, Muslim, an Nasa’i dan Ibnu Majah)

Dalam riwayat Al Bukhori, beliau bersabda:

 لا تصومواحتى ترواالهلال ولاتفطروا حتى تروه فان غم عليكم فاقدروا له--رواه البخارى عن ابن عمر . وفى رواية له: فان غم عليكم فاكملوا عدة شعبان ثلاثين.

Maknanya: "Janganlah kalian berpuasa (Ramadhan) hingga merukyat hilal dan janganlah kalian mengakhiri puasa hingga merukyat hilal. Jika pandangan kalian dihalangi kabut/awan, maka perkirakanlah umur bulan-yakni mantabkan umur bulan hingga sempurna 30 hari". Dalam riwayat imam Bukhari yang lain: "Jka kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya'ban 30 hari".

Dalam riwayat al Bukhari yang lain:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبي عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ (رواه البخاري)

Maknanya: “Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berhari rayalah karena melihat hilal, jika hilal tidak terlihat maka sempurnakan hitungan Sya’ban menjadi 30 hari” (HR al Bukhari)

Dalam riwayat lain dalam Shahih Muslim, beliau bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ (رواه مسلم)

Maknanya: “Berpuasalah karena melihat hilal dan berhari rayalah karena melihat hilal, jika hilal terhalang mendung, maka sempurnakanlah bulan menjadi 30 hari” (HR Muslim). 

Berdasarkan hadits-hadits tersebut, maka penentuan dan penetapan awal Ramadlan hanya boleh dilakukan dengan salah satu dari dua metode:
1. Rukyatul Hilal (Melihat Hilal)
2. Menggenapkan Sya’ban menjadi 30 hari jika hilal tidak terlihat pada malam 30 Sya’ban

Sedangkan Ilmu Hisab hanya dijadikan alat bantu untuk menentukan posisi hilal dan tidak boleh dijadikan pedoman utama dalam syariat. 

Referensi:
- Irsyâd al Anâm li Ma'rifat Ahkâm ash Shiyâm karya Syekh Nabil asy Syarif
- Syarh Aujaz al Mukhtasharât karya Syekh Samir al Qadli
- Anwâr al Îmân fî Syahr al Ihsân Ramadân karya Syekh Salim Alwan
Dan lain-lain.

Menjaga Kebersamaan Lebih Penting daripada Pendapat Pribadi


Sedikit tambahan dari Gus Ghofur Maimun, menjelaskan bahwa terdapat kitab bernama Nushusul Al Ahyar karangan Ayahandanya, Mbah Maimun Zubair. 

Kitab Nuṣūṣ Al Akhyār adalah karya KH. Maimoen Zubair yang berisi manuskrip teks-teks dari ulama-ulama terbaik dengan berbagai komentar dari mbah maimun sendiri. Salah satu komentarnya adalah bahwa menyatukan umat Islam dalam puasa, idul fitri dan syiar-syiar lainnya adalah tuntutan abadi. Oleh karenanya, minimal harus ada upaya serius untuk dapat menyatukan umat Islam dalam satu wilayah. 

Dalam satu wilayah sebagian umat berhari raya idul fitri di hari Jumat tanggal 21 April karena beranggapan telah masuk 1 Syawal, dan sebagian lainnya masih berpuasa karena beranggapan masih berada di bulan Ramadhan yaitu menggenapkan 30 hari jika hilal tidak terlihat. Ini adalah kenyataan yang tak boleh diterima. Salah satu kesepakatan ulama adalah bahwa keputusan hakim atau waliyyul amri menghapus perbedaan pendapat. Jadi ikutlah pemerintah.

Posting Komentar untuk "Kenapa Terjadi Idul Fitri yang Berbeda"