Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Berqurban dan Keutamaannya

 Ibadah Qurban waktunya spesifik, yaitu dari setelah sholat Idul Adha  pada Hari Qurban sampai matahari terbenam pada hari ketiga belas Dzulhijjah, dan sunnah bagi umat Islam adalah makan dari hewan kurban mereka, memberikan hadiah dan memberi makan. 


Disunnahkan untuk bersedekah pada daging qurban semuanya kecuali beberapa suapan daging qurban yang dia ambil berkahnya dengan memakannya, dan jika dia tidak melakukan itu, maka dia makan sepertiga bersama keluarganya. dan memberikan sepertiga sebagai hadiah kepada tetangga dan teman. sepertiganya diberikan kepada fakir miskin, dan tidak diperbolehkan untuk menjual sebagian darinya, dan tidak boleh memberikan sebagian darinya kepada tukang daging sebagai upah, melainkan diberikan sebagai hadiah selain dari upah tersebut. Dalam penyembelihan hewan kurban boleh mewakilkan orang lain untuk menyembelihnya atau menyerahkannya kepada yayasan atau lembaga terpercaya. Dari Jabir Radliyallahu 'anhu berkata, Nabi menyembelih hewan kurban sebanyak enam puluh tiga ekor unta dengan tangannya, lalu beliau memberikannya kepada Ali untuk diqurbankan.

Berqurban hukumnya sunnah,berdasarkan hadits riwayat Anas bahwa Rasulullaah shallallahu 'alayhi wasallam berqurban dengan dua domba jantan. Anas berkata :"Dan aku pun berqurban dengan dua domba jantan".

Hukum berqurban adalah sunnah bukan wajib,berdasarkan hadits:

((إذارأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فليمسك من شعره وأظفاره(رواه مسلم)

Maknanya:"Jika kalian telah melihat hilal Dzulhijjah, dan salah seorang dari kalian ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari memotong rambut dan kukunya"(H.R.Muslim)

Imam Syafi'i berkata:"Ini adalah dalil bahwa berqurban tidak wajib,karena dalam hadits ini Rasulullaah mengatakan: وأراد dan ini menunjukan bahwa beliau menggantungkan berqurban kepada keinginan orang yang berqurban,seandainya wajib maka redaksinya adalah:

 "فلا يمس من سعره حتى يضحي"

 Diriwayatkan secara shahih dari Abu Bakar dan Umar bahwa mereka berdua tidak berqurban karena takut orang-orang meyakini bahwa berqurban adalah wajib. Hal ini juga diriwayatkan oleh al-Bayhaqi dengan sanadnya dan dari Ibnu Abbas dan Abu Mas'ud al Badriy.

Oleh karena itu as-Syafi'i mengatakan di bab adl Dlahaya al Buwaythi:

"الأضحية سنة على كل من وجد السبيل من أهل المدائن والقرى وأهل السفر والحاج بمني وغير هم من كان معه هدي ومن لم يكن معه هدي.

"Qurban adalah sunnah bagi orang yang mampu diantara kaum muslimin, penduduk kota maupun desa, musafir atau muqim, yang sedang berhaji di Mina dan lain-lain,baik yang membawa hady atau tidak membawa hady."

Diantara yang mengatakan bahwa berqurban adalah sunnah  muakkad bagi yang mampu dan tidak wajib adalah Abu Bakr ash-Shiddiq,Umar bin Khaththab, Bilal, Abu Mas'ud al Badriyy, Said bin al Musayyib, Atha', al Aswad, Malik ,Ahmad,Abu Yusuf , Ishaq, Abu Tsaur al Muzani, Dawud dan Ibnu Mundzir.

Adapun Rabi'ah, al Laits bin Sa'ad, Abu Hanifah, al  Auza'i mereka mengatakan wajib bagi yang mampu kecuali bagi yang sedang berhaji di Mina.

Telah masyhur dari Abu Hanifah bahwa beliau mewajibkannya bagi muqim yang memiliki harta seukuran satu nishab.

Posting Komentar untuk "Hukum Berqurban dan Keutamaannya"