Kerancuan dan Kesesatan Tauhid Trinitas Ibnu Taimiyah
Di Indonesia ini sudah terkena virus tauhid trinitas atau tauhid dibagi 3 yang menjalar. Maka disini perlu dijelaskan dan ditunjukkan dimana letak kesesatannya.
![]() |
Untuk Pemesanan Buku Ini hubungi 085728151032 |
Tauhid dibagi 3, Uluhiyah, Rububiyah, asma wassifat ini diambil dari aqidah yang dibuat oleh ibnu taimiyah. Aqidah yang dibuat oleh Ibnu Taimiyah (abad ke 7 H) ini belum pernah ada sebelumnya. Tidak ada siapapun dari para ulama sebelumnya yang telah membagi tauhid kepada 3 bagian, yaitu tauhid Uluhiyah, Rububiyah dan asma' wa ash-sifat.
1. Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah adalah pengakuan bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu. Pemahaman sampai sini benar, dan tidak ada kesalahan.
Lalu dimana letak salahnya?
Letak salahnya Tauhid Rububiyyah adalah Ibnu Taimiyah sebagai pembuatnya justru menyalahinya sendiri.
Kitab berjudul "ad Durrah al Mudliyyah Fi ar Radd Ala Ibn Taimiyah"; artinya "Mutiara yang bersinar dalam bantahan terhadap Ibnu Taimiyah". Karya: Qadli al Qudlat al Imam al Hafizh al Mufassir al Mujtahid Ali ibn Abdil Kafi as Subki (w 756 H). Beliau Seorang ulama besar yang telah mencapai derajat mujtahid mutlaq. Hidup semasa dengan Ibnu Taimiyah dan telah mengkafirkan Ibnu Taimiyah karena kesesatan-kesesatannya.
Berikut terjemah bebas dari pembukaan kitab tersebut (alenia 2):
"Sesungguhnya Ibnu Taimiyah telah membuat perkara-perkara baru dalam dasar-dasar aqidah, merusak pokok-pokok ajaran Islam dan keyakinan-keyakinan di dalamnya; ia "membungkus dirinya (bersembunyi untuk mengelabui orang lain)" dengan mengaku sebagi orang yang memegang teguh al Qur'an dan Sunnah, ia menampakan (seolah-olah) sebagai penyeru kepada kebenaran dan membawa petunjuk ke jalan surga, sungguh sebenarnya ia telah keluar dari jalan ittiba' (ikut kepada ajaran al Qur'an dan Sunnah) kepada jalan ibtida' (menjadi ahli bid'ah menyesatkan), ia membawa ajaran "nyeleneh" dengan menyimpang dari ajaran mayoritas umat Islam (Ahlussunnah Wal Jama'ah) dengan menyalahi perkara-perkara yang telah menjadi ijma' (kensensus) di antara mereka, ia membawa ajaran (kufur) mengatakan bahwa Dzat Allah adalah benda yang memiliki susunan-susunan, mengatakan tidak mustahil bahwa Allah membutuhkan kepada anggota-anggota badan, mengatakan alam ini (segala sesuatu selain Allah) menyatu dengan Dzat-Nya, mengatakan bahwa al Qur'an itu baharu dan Allah mengeluarkan huruf-huruf al Qur'an tersebut dari yang semula Dia diam (menurutnya Allah berkata-kata dengan lafazh-lafazh al Qur'an, lalu diam, lalu berkata-kata, lalu diam.. demikian seterusnya), mengatakan bahwa Allah memiliki kehendak-kehendak yang baharu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para hamba-Nya, bahkan ia mengatakan bahwa alam ini qadim; tidak memiliki permulaan."
Perhatikan:
Ibnu Taimiyah mengatakan Alam ini qadim, tidak memiliki permulaan. Maka Ibnu Taimiyah ini menyatakan bahwa alam ini tidak diciptakan, alam ini tidak diadakan dari tidak ada menjadi Ada. Sedangkan Allah juga Qadim, tidak memiliki permulaan. Allah tidak diciptakan, tidak diadakan dari tidak ada menjadi ada. Maka Perhatikan: Berarti Ibnu Taimiyah ini, menyamakan Allah dengan alam. Allah adalah pencipta, lalu siapa Alam ini jika ia qadim??
Disinilah letak kesalahan Tauhid Rububiyyah buatan Ibnu Taimiyah yang ia sendiri salahi, ia menjadikan alam ini juga pencipta.
2. Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah adalah beribadah hanya kepada Allah saja. Secara pengertian sudah benar, tidak ada yang salah. Memang kita wajib beribadah hanya kepada Allah Saja.
Lalu dimana letak Kesalahannya?
Letak kesalahannya ada dua yaitu ibnu taimiyah dan pengikutnya dalam tauhid ini tidak paham/salah memahami makna ibadah dan tidak mengenal Allah yakni tauhid dengan benar.
Menurut ibnu taimiyah, Ibadah adalah istilah yang mencakup segala yang Allah cintai dan ridlai berupa perkataan dan perbuatan yang batin maupun lahir.” (Majmu’ah al-Fatawa, jilid 10, hlm. 149)
Awas perhatikan,
Makna Ibadah menurut ibnu taimiyah ini seolah benar. Tetapi dengan tauhid uluhiyah ini, Ibnu Taimiyah justru mengkafirkan umat islam hanya karena ibadah tawasul dan tabarruk dengan para Nabi dan orang-orang shaleh. Menurut Ibnu Taimiyah, orang-orang yang bertawassul dan tabarruk ini adalah beribadah kepada selain Allah, dianggapnya tidak paham tauhid uluhiyyah, dan hanya menerapkan tauhid rububiyyah saja.
Sehingga ibnu taimiyah dan pengikutnya berdasarkan tauhid rububiyah, mengakui fir'aun itu lebih islami daripada orang-orang yang bertawassul dan bertabarruk. Na'udzubillah min dzalik.
Awas perhatikan sekali lagi:
Menurut Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya menghukumi orang yang beribadah tawassul dan bertabarruk tidak menerapkan tauhid uluhiyah, sehingga seluruh umat islam yang bertawasul dan bertabarruk diKAFIRkan. Orang yang bertawassul dan bertabarruk dianggap menerapkan tauhid rububiyyah yang penerapan ini juga diakui oleh orang-orang kafir dan musyrik. (Ibnu Taimiyah, "Fatawa Ibn Taimiyah, j.14, hal.380).
Jadi, inilah sebenarnya yang mereka tujukan. Padahal ibadah menurut ijma para ulama tidak seperti yang dikatakan ibnu taimiyah.
Ibadah menurut para ulama dan Ahli Bahasa adalah:
أقصى غاية الخشوع والخضوع
“Puncak perendahan diri dan puncak ketundukan.”
Jika seseorang mempersembahkan puncak ketundukan dan penyerahan dirinya kepada selain Allah, maka ia memang dikatakan kafir dan musyrik. Maka ibadah ini bukanlah sekadar ketaatan, tapi puncak ketaatan. Bukanlah ketundukan semata, tapi puncak ketundukan. Bukan hanya perendahan diri, tapi puncak perendahan diri. Sedangkan tunduk dan patuh yang tidak sampai pada puncaknya maka bukanlah ibadah yang jika ditujukan kepada selain Allah, maka tidak disebut sebagai kekufuran atau kemusyrikan. Seperti tunduk dan patuh kepada orangtua, pimpinan, kepala sekolah, rektor, presiden atau raja. Seandainya ibadah adalah sekadar taat dan tunduk, maka para karyawan yang tunduk kepada atasan mereka yang zhalim dalam hal melakukan kemaksiatan kepada Allah, berarti mereka telah kafir dan musyrik kepada Allah.
Jika jeli dalam Tauhid Ibnu Taimiyah ini, maka akan menemukan bahwa tauhid yang dibuatnya tidak pernah ada sebelumnya.
Letak kesalahannya adalah antara tauhid rububiyyah dan tauhid uluhiyyah ini, menurut ibnu taimiyah ini terpisah. Dan tauhid semacam ini tidak pernah ada sebelumnya. Tidak pernah diajarkan oleh Rosulullah, para sahabat dan lainnya sebelum lahirnya ibnu taimiyah ini.
Lebih parahnya lagi, sudah dibedakan kemudian digunakan untuk mengkafirkan orang yang jelas jelas muslim, dan menganggap muslim yang jelas jelas kafir. Apa buktinya??
Buktinya bahwa tauhid buatan ibnu taimiyah ini menjadikan:
1. Orang yang mengakui bahwa Tuhan maha pencipta maka orang ini telah bertauhid rububiyyah dan dianggap muslim. Siapapun orangnya (Maka ini bisa datang dari orang muslim maupun kafir).
Pernyataan dari Tauhid Rububiyyah ini juga menyalahi qaidah Syahadat sebagai satu satunya pintu masuk Islam.
2. Orang muslim yang bertawassul dan tabarruk terlebih kepada yang sudah meninggal maka dikafirkan. Orang ini dianggap tidak bertauhid uluhiyyah.
Atas dasar inilah kaum pengikut ibnu taimiyah dengan mudahnya memvonis seseorang yang tawassul kepada orang yang sudah meninggal hanya bertauhid sebagian (rububiyyah) serta musyrik sebagian (uluhiyyah). Dan menyamakannya dengan kaum musyrikin jahiliyyah.
Inilah akibat dari bid'ah dlolalah (sesat) pembagian tri tauhid yang tidak berdalil (tidak ada dalilnya) tersebut.
Kesalahan dalam Tauhid uluhiyah berikutnya adalah Tuhan yang disembah tidak-lah sama dengan Tuhannya orang Islam. Maka ini Tauhid yang rusak. Ibnu Taimiyah Tidak mengenal Allah. Allah yang mereka kenal bukanlah Allah yang disembah para Nabi dan umat islam. Ibnu Taimiyah membuat tauhid agar mengenal Tuhannya dibuatlah Tauhid Asma' Wa Ash-sifat.
Lo apa salah nya Tauhid Asma' wa ash-shifat?
3. Tauhid Asma' wa Ash-shifat
Tauhid asma wa sifat adalah mengesakan Allah dalam nama dan sifat-Nya. Tauhid ini menetapkan nama dan sifat bagi Allah sebagaimana yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan.
Terlihat seperti tidak ada kesalahannya. Namun ternyata tauhid ini tidak memperbolehkan Takwil ketika mendapati ayat mutasyabihat dan hadits mutasyabihat.
Kreasi Ibnu Taimiyah dalam menetapkan Tauhid asma' wa ash-sifat ini bertujuan utamanya adalah untuk menegaskan bahwa teks-teks mutasyabihat, baik dalam Al Qur'an maupun dalam hadits-hadits Nabi tidak boleh dipahami dengan takwil. Ibnu Taimiyah mewajibkan memahami nash-nash mutasyabihat dengan makna dzahirnya atau makna literalnya. Dari sinilah, mereka yang menganut tauhid dibagi 3 ini menjadi menjisimkan (membendakan) dan mentasybihkan (menyerupakan) Allah.
Inilah kenapa mereka menjisimkan Tuhan yang mereka sembah. Jadi mereka tidak menyembah Allah yang tidak serupa apapun dan bukan benda.
Dan berkembang istilah baru dikalangan penganutnya yaitu "Al Mu'awwil Mu'ath-thil", artinya memvonis orang yang melakukan takwil adalah orang yang telah menafikan, mengingkari dan mendustakan teks-teks syari'at. Dan dianggap kafir oleh mereka. Dan para pengikut Ibnu Taimiyah ini begitu gigih menentang pemberlakuan takwil.
Jadi dengan dasar Tri Tauhid ini, Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya kemudian memvonis mengkafirkan seluruh orang islam, kecuali kelompok mereka sendiri yang sepaham dan sejalan dengan pembagian tauhid tersebut.
Dan Muhammad bin Abdul Wahab (pendiri wahabi) ini sepenuhnya mengikuti Aqidah Tri Tauhid bahkan juga menghidupkan faham faham ekstrim Ibnu Taimiyah (seperti menghalalkan darah orang yang menentang ajaran wahabi).
Keyakinan mereka ini bertentangan dengan para imam Madzhab yang hidup lebih dulu daripada ibnu Taimiyah. Ibn Taimiyah meninggal tahun 728 H. Sedangkan Muhammad bin Abdul Wahhab meninggal tahun 1206 H.
Imam Abu Hanifah (Imam madzhab Hanafi w.150 H) menyatakan di dalam kitab al-Washiyyah:
مَنْ قَالَ بِحُدُوْثِ صِفَةٍ مِنْ صِفَاتِ اللّهِ أَوْ شَكَّ أَوْ تَوَقَّفَ كَفَرَ
“Barangsiapa yang berkata bahwa salah satu sifat-sifat Allah adalah baru, atau ragu, atau tawaqqaf, maka dia kafir.”
Imam as-Syafii (Imam Madzhab Syafii w.204 H) menyatakan:
الْمُجَسِّمُ كَافِرٌ
“al-Mujassim (orang yang mensifati Allah dengan salah satu sifat benda) kafir (keluar dari agama islam).” (Diriwayatkan oleh as-Suyuthi di dalam al-Asybah wa an-Nazhair, hlm. 488
Imam Ahmad (imam madzhab Hanbali w.241 H) menyatakan:
مَنْ قَالَ الله جِسْمٌ لَا كَالْأَجْسَامِ كَفَرَ
“Barangsiapa yang berkata bahwa Allah benda yang tidak seperti benda-benda, maka dia kafir (keluar dari agama islam).” (Diriwayatkan oleh az-Zarkasyi di dalam kitabnya Tasynif al-Masami’, jilid 4, hlm. 684)
Dan masih banyak lagi.
Intaha
Allâh Ada Tanpa Tempat