Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Sifat 20 Aqidatul Awam

Ngaji Kitab Aqidatul Awam

قال المؤلف رحمه الله تعالى:

ابدأ باسم الله والرحمان # وبالرحيم دائم الاحسان

"Aku memulai (mengarang kitab ini) dengan menyebut nama Allaah, ar Rahmaan, ar Rahiim, Dzat yang senantiasa mengkaruniakan kebaikan (kepada para hamba-Nya)".


Penjelasan:

Kitab ini bernama mandzumah Aqidatil Awam karya as Syaikh Abu al Fawz Ahmad ibn Muhammad Al Marzuqi rahimahullah. 

As Syaikh Ahmad al Marzuki memulai karangannya dengan basmalah. Karena dua hal, yaitu:

  1. Untuk mengikuti al Quran yang setiap suratnya dimulai dengan basmalah, kecuali surat at Taubah atau al Bara'ah
  2. Mengikuti anjuran Rasulullah ﷺ .

Rasulullah bersabda: 

كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه ببسم الله فهو أقطع 

“setiap perkara mulia yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah maka kurang berkah”

Lafadz jalalah الله  adalah nama bagi Dzat yang pasti adanya, yang disifati dengan setiap sifat kesempurnaan yang layak bagi-Nya dan mustahil bagi-Nya setiap sifat kekurangan.

Diantara sifat kekurangan adalah sifat yang berlaku bagi makhluk seperti lemah, butuh pada yang lain, berubah dan bertempat, maka Allah mustahil bersifat dengan setiap sifat tersebut.

Allah ta’ala berfirman:

ليس كمثله شيء

“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatu pun dari makhluk-Nya dan tidak ada sesuatu pun dari makhluk-Nya yang menyeruai-Nya baik dari satu segi maupun semua segi”

Perhatian:

Lafadz jalalah الله, lamnya wajib dibaca mad (panjang/minimal 2 harokat) dan  tidak boleh membuang ha'nya sehingga menjadi اللا. 

Ar Rahmaan adalah Dzat yang banyak memberikan rahmat kepada orang-orang mukmin dan kafir di dunia dan kepada orang-orang mukmin saja di akhirat.

Ar Rahiim adalah Dzat yang banyak memberi rahmat kepada orang-orang mukmin. 

Allah adalah Dzat yang senantiasa mengkaruniakan kenikmatan-kenikmatan kepada para hamba-Nya, dan itu bukan merupakan kewajiban bagi-Nya, tetapi karunia (fadl) dari-Nya 

Catatan

Pada dasarnya, memulai pekerjaan yang baik dengan basmalah adalah dianjurkan, kecuali dalam beberapa perbuatan baik, di antaranya:

  1. Shalat, dimulai dengan takbir
  2. Do'a, dimulai dengan hamdalah
  3. Khutbah, dimulai dengan hamdalah 
    • Memulai perbuatan makruh dengan basmalah adalah makruh
    • Memulai perbuatan haram dengan basmalah adalah haram.
قال المؤلف رحمه الله تعالى:
فالحمد لله القديم الأول # الآخر الباقي بلا تحول

"Segala puji bagi Allah yang adanya tanpa permulaan dan tanpa akhiran/penghabisan, yang abadi dengan tanpa ada perubahan"

Penjelasan:
Setelah membaca basmalah, as Syaikh Ahmad al Marzuki mengiringinya dengan membaca hamdalah.
Hamdalah atau yang juga disebut tahmid berbunyi الحمد لله.
Maknanya:
الثناء باللسان على الجميل الاختياري
"Pujian dengan lisan terhadap al jamiil al ikhtiyariy, yakni nikmat yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya, yang bukan merupakan kewajiban bagi-Nya. 

Perhatian:
Dalam akidah Aswaja, memberi nikmat kepada makhluk bukan merupakan kewajiban bagi Allaah, karena tidak ada sesuatu yang wajib bagi Allah. Memberi nikmat kepada makhluk adalah fadl (karunia) Allah.
Aqidah ini berbeda dengan Aqidah Mu'tazilah yang meyakini bahwa Allah wajib memberi yang terbaik untuk makhluk-Nya.

Nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada manusia sangat banyak, tidak terhitung jumlahnya.
Allah ta'ala berfirman:
وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَاۤۗ
[Surat An-Nahl 18]
"Apabila kalian menghitung-hitung nikmat Allah maka kalian tidak akan bisa menghitungnya (karena banyaknya)"

Wajib bagi seorang muslim mensyukuri nikmat-nikmat tersebut. 
Bersyukur ada dua macam:
  1. Bersyukur yang hukumnya wajib, yaitu tidak menggunakan nikmat yang Allah berikan kepada kita dalam kemaksiatan seperti tidak menggunakan tanggan untuk mencuri, uang untuk berjudi, dan lisan untuk mencaci.
  2. Bersyukur yang hukumnya sunnah, yaitu memuji Allah dengan lisan dengan mengucapkan hamdalah dan semisalnya.
As Syaikh al Marzuki menyebutkan beberapa nama Allah, yaitu:

➡️al Qadim al Awwal, dua nama Allah ini memiliki makna yang sama, yaitu Dzat yang adanya tanpa ada permulaannya.
Karena sesuatu yang berpermulaan pasti ada yang menjadikannya dari tidak ada menjadi ada. Dan sesuatu yang seperti itu disebut makhluk. Padahal Allah adalah al Khaaliq (Pencipta), bukan makhluk (yang diciptakan).

➡️Al Akhiru al Baaqii, dua nama Allah ini memiliki makna yang sama, yaitu Dzat yang adanya tanpa berpenghabisan, abadi tidak akan punah.
Karena secara akal, sesuatu yang tidak berpermulaan pasti tidak berpenghabisan, Allah adanya tanpa permulaan maka adanya Allah juga tidak berpenghabisan.

Allah ta'ala berfirman:
هُوَ ٱلۡأَوَّلُ وَٱلۡـَٔاخِرُ 
[Surat Al-Hadid 3]
"Dia Allah adalah Dzat yang adanya tanpa permulaan dan tanpa penghabisan".

Selanjutnya as Syaikh Ahmad al Marzuki menegaskan bahwa Allah abadi, tanpa ada perubahan.
Karena berubah adalah tanda terbesar dari makhluk. Setiap yang berubah membutuhkan pada yang merubahnya, dan sesuatu yang membutuhkan pada yang lain adalah lemah, dan sesuatu yang lemah adalah makhluk. 

ثم الصلاة والسلام سرمدا # على النبي خير من قد وحدا
وآله وصحبه ومن تبع # سبيل دين الحق غير مبتدع
"Kemudian shalawat dan salam selamanya semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi, sebaik-baiknya orang yang benar-benar telah mentauhidkan (Allah) dan pada keluarga, sahabat serta orang-orang yang mengikuti jalan agama yang benar, bukan pelaku bid'ah (yang sesat)".

Penjelasan:
Setelah membaca basmalah dan hamdalah as Syaikh Ahmad al Marzuki membaca shalawat pada Nabi, keluarga, para sahabat serta seluruh orang yang mengikuti agama yang benar, yaitu Islam.
Membaca shalawat adalah untuk mengikuti perintah al Qur'an, Allah ta'ala berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّۚ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا
[Surat Al-Ahzab 56]
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat bersholawat kepada Nabi, wahai orang-orang yang beriman bersholawat salamlah kalian kepadanya"
  • Allah bersholawat kepada Nabi artinya Allah merahmati Nabi. 
  • Malaikat bershalawat kepada Nabi artinya para malaikat beristighfar untuk Nabi.
  • Orang-orang beriman bersholawat kepada Nabi artinya meminta kepada Allah tambahan keagungan dan kemuliaan untuk nabi Muhammad shallallahu alayhi wasallam.
  • Orang-orang mukmin mengucapkan salam kepada Nabi artinya meminta kepada Allah agar hal-hal yang dikhawatirkan Nabi terjadi pada umatnya tidak terjadi.
As Syaikh Ahmad al Marzuki juga bershalawat untuk keluarga, sahabat dan seluruh umat Islam.
  • Sahabat Nabi adalah (1) orang pernah yang bertemu dengan Nabi (2) di masa hidup beliau, (3) beriman dengan beliau dan (4) mati dalam keadaan beriman.
Orang yang hidup pada masa nabi dan beriman kepadanya, tetapi tidak pernah bertemu dengan nabi tidak disebut sahabat seperti Ashhamah an Najasyi. Orang yang bertemu dan melihat nabi dalam mimpi juga tidak disebut sahabat, meskipun orang yang bermimpi bertemu dengan Nabi benar-benar dia telah melihat Nabi.

Rasullullah ﷺ  bersabda:
 مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَقَدْ رَآنِي فَإِنَّ الشَّيْطَانَ لَا يَتَخَيَّلُ بِي
"Siapa melihatku dalam mimpi, berarti ia telah melihatku, sebab setan tidak bisa menjelma sepertiku" HR al Bukhori

Orang-orang yang bertemu dengan Nabi di masa hidup beliau, tetapi dia tidak beriman kepada Nabi bukan disebut sahabat seperti Abu Thalib, Abu Lahab dan semacamnya. Orang-orang yang bertemu dengan nabi di masa hidup beliau, kemudian beriman kepada beliau tetapi kemudian murtad dan mati dalam keadaan murtad tidak disebut sahabat, seperti orang-orang yang murtad setelah wafatnya Rasulullah dan terbunuh dalam peperangan dengan umat Islam pada masa Sayyidina Abu Bakar.
  • Keluarga nabi adalah para istri nabi dan anak dan cucu Nabi.
  • Orang-orang yang mengikuti jalan agama yang benar adalah umat Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah (Asy'ariyah dan Maturidiyah), bukan ahli bid'ah sesat dalam aqidah seperti Khawarij, Syi'ah, Qadariyah, Jabriyah, Murjiah, Muktazilah, musyabbihah, Wahhabi dan semacamnya.
Perhatian:
Dalam membaca shalawat dengan shighot اللهم صل على سيدنا محمد, tidak boleh memanjangkan harakat lam pada kata (صل) sehingga menjadi (صلي), karena bacaan seperti ini akan merubah makna.
Dalam bahasa Arab bentuk fiil Amr seperti itu untuk perintah pada perempuan. Sehingga seakan-akan orang yang membacanya meyakini bahwa Allah itu perempuan. Padahal dalam akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, Allah bukan laki-laki juga bukan perempuan.
Adapun bentuk fiil Amr yang menggunakan bentuk mudzakkar (laki-laki) itu mengacu pada lafadz jalalah (الله) yang berbentuk mudzakkar, tidak berarti bahwa Allah itu laki-laki. 

قال المؤلف رحمه الله تعالى :
وبعد فاعلم بوجوب المعرفة # من واجب لله عشرين صفة
"Dan setelah (membaca basmalah, hamdalah dan shalawat), ketahuilah tentang wajibnya mengenal (Allah), yaitu dengan mengetahui sifat wajib bagi Allah yang berjumlah 20 sifat"

Penjelasan
As Syaikh Ahmad al Marzuki menegaskan bahwa ma'rifatullah (mengenal Allah) adalah wajib bagi setiap mukallaf.

Karena benar dan salahnya i'tiqod (keyakinan) seseorang tergantung pada benar dan salahnya dalam mengenal Allaah. Seseorang yang mengenal Allah secara benar, maka i'tiqodnya akan benar. Sebaliknya, seseorang yang mengenal Allah secara salah, maka i'tiqodnya juga akan salah.
Karena i'tiqod artinya ridlo dengan apa yang diketahui.

Rasulullah ﷺ bersabda:
انا اعلمكم بالله واخشاكم له
"Aku adalah orang yang paling mengenal Allah dan orang yang paling takut pada Allah" 

Imam Ahlussunnah wal Jama’ah, Al Imam Abul Hasan al Asy’ari radliyallahu 'anhu berkata:
أول ما يجب على العبد العلم بالله ورسوله ودينه
"Kewajiban pertama bagi seorang hamba adalah mengenal Allah, Rasul-Nya dan agama-Nya". 

Ma'rifatullah (mengenal Allah) adalah dengan mengetahui sifat-sifat wajib bagi Allah, sifat-sifat mustahil bagi Allah dan sifat jaiz bagi Allah.
Mengenal Allah berbeda dengan mengenal makhluk. Mengenal makhluk adalah dengan mengetahui nama, alamat rumah, orang tuanya, warna kulitnya, tinggi badannya dan seterusnya, sedangkan mengenal Allah tidak dengan seperti itu karena Allah bukan benda dan tidak disifati dengan sifat benda.

Para ulama Asy’ariyah mutaqoddimin (generasi awal) berpendapat bahwa sifat wajib bagi Allah berjumlah 13 sifat. Sedangkan menurut para ulama Asy’ariyah mutaakhirin (generasi akhir), sifat wajib bagi Allah berjumlah 20 sifat.

Perbedaan keduanya hanya perbedaan lafdzi karena penjelasan tentang 7 sifat maknawiyah (kaunuhu qaadiran wa muriidan wa 'aaliman, wa hayyan, wa samii' an, wa bashiiran wa mutakalliman) sudah terkandung dalam 7 sifat ma'ani (qudroh, iradah, ilmu, hayah, sama', bashor, kalam).

Para ulama mewajibkan setiap muslim untuk mengetahui 20 sifat wajib bagi Allah, karena:
  • 20 sifat tersebut telah disebutkan dalam Al Qur'an dan hadits secara berulang-ulang, baik secara lafadz maupun makna.
  • 20 sifat tersebut dapat diketahui dengan akal.
Jadi pewajiban mengetahui 20 sifat wajib bagi Allaah, bukan berarti bahwa para ulama membatasi sifat Allah hanya 20 sifat sebagaimana tuduhan kelompok Wahhabi.

Catatan:
  • Sifat wajib bagi Allah artinya sifat yang secara akal Allah pasti bersifat dengan sifat tersebut.
  • Sifat mustahil bagi Allah artinya sifat yang secara akal Allah pasti tidak bersifat dengan sifat tersebut.
Untuk Hukum Akal nanti bisa dibaca disini.

قال المؤلف رحمه الله تعالى :
فالله موجود قديم باقي # مخالف للخلق بالاطلاق

"Allah itu ada, adanya tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, berbeda dengan makhluk secara mutlak"

Penjelasan:
As Syaikh Ahmad Marzuki menjelaskan tentang sifat wajib bagi Allah, sebagai berikut:

1. Wujud, artinya Allah itu ada, tidak ada keraguan terhadap adanya Allah.

Dalil naqli tentang adanya Allah adalah firman Allah ta'ala:
أَفِی ٱللَّهِ شَكࣱّ فَاطِرِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِۖ 
[Surat Ibrahim 10]
"Tidak ada keraguan tentang adanya Allah, Dzat yang menciptakan langit dan bumi".
 
Dalil aqli (bukti rasional) tentang adanya Allah adalah adanya alam semesta ini.
Akal mengatakan:
✓Ada bangunan pasti ada yang membangun
✓Ada tulisan pasti ada yang menulis
✓Ada pukulan pasti ada yang memukul
✓Ada perubahan pasti ada yang merubah
✓Ada langit dengan segala isinya, bumi dengan segala isinya pasti ada pencipta yang mengadakannya dari tidak ada menjadi ada. Dan pencipta Alam semesta ini adalah Allah ta'ala, berdasarkan berita dari para Nabi.

Al Kisah ketika Al Imam Asy-Syafi'i ditanya tentang bukti Adanya Allaah.

Suatu Ketika Al-Imam Asy-syafi'i di Tanya: "Apa Dalil Bukti Adanya Allah".
Lalu Beliau pun menjawab : 
"Dalilnya Adalah Daun Buah Murberi".

Orang-Orang Pun Keheranan Seraya Menanyakan Bagaimana Bisa Daun Tersebut Menjadi Bukti Adanya Allah.
Beliaupun Menjelaskan:
"Daun Murberi Rasanya Satu tetapi jika Ia dimakan oleh ulat sutera maka ia akan mengeluarkan sutera sementara Jika Ia dimakan oleh lebah maka Ia akan mengeluarkan madu dan jika dimakan oleh Antelop (Hewan Sejenis Rusa) maka Ia akan mengeluarkan Misk Yang Memiliki wangi Semerbak".

Imam Az-Zarkasi berkata: 
سمي العالَم عالَما لأنه علامة لوجود الله تعالى

"Alam semesta ini disebut dengan alam karena sebagai alamat (bukti) atas adanya Allah." (Disebutkan didalam kitab Tasynif Al Masami' 4/630)

Jadi, Alam yang indah ini menjadi bukti adanya Allah ta’alaa. Dinamakan-lah alam ini dengan sebutan alam, karena menjadi bukti adanya Allah ta’alaa. Dan sudah kita ketahui bersama, dengan akal yang sehat, bahwa yang menciptakan tidak mungkin sama dengan yang diciptakan. Oleh sebab itu ummat islam dari masa dahulu sampai sekarang sepakat bahwa: 
Allah tidak sama dengan makhluk-Nya.

2. Qidam, artinya Allah itu qodim (adanya tanpa permulaan).

Dalil naqli tentang sifat qidamnya Allah adalah firman Allah ta'ala:
هُوَ ٱلۡأَوَّلُ 
[Surat Al-Hadid 3]
"Dia (Allah) Dzat yang tidak berpermulaan" 

Dalil aqli tentang sifat qidamnya Allah ta'ala adalah:
Jika Allah tidak qodiim maka dia haadits (berpermulaan)
Jika Allah adanya berpermulaan maka membutuhkan pada yang mengadakannya dari tidak ada menjadi ada.
  • Sesuatu yang diadakan dari tidak ada menjadi ada adalah makhluk (ciptaan), bukan Tuhan/al Khaaliq. 
  • Sesuatu yang membutuhkan pada yang lain adalah lemah, dan sesuatu yang lemah bukanlah Tuhan.
Qidam:

القدم معناه الله لا ابتداء لوجوده ، فلا يسبقه العدم 

Qidam ; maknanya adalah Allah ada tanpa permulaan. Tidak didahului tidak ada. 

قال الشيخ : قدم الله ليس زمانيا 
Qidam Allah bukan makna zaman / waktu. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang awal mula makhluk, beliau bersabda : 

كان الله ولم يكن شيء غيره وكان عرشه على الماء وكتب في الذكر كل شيء ثم خلق السموات والأرض

Maknanya: “Allah ada pada azal (wujud-Nya tanpa permulaan) tidak ada sesuatu apapun selain-Nya. Dan ‘arsy Allah berada (ditempatkan) di atas air (yang lebih dulu diciptakan sebelum ‘arsy) dan Allah (memerintahkan Al-Qalam Al-A’la) untuk mencatat segala sesuatu yang akan terjadi sampai datangnya hari kiamat pada Al-Dzikr (Al-Lauh Al-Mahfuzh) dan kemudian Allah menciptakan langit dan bumi”. (H.R. Al-Bukhari) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab pertanyaan ini bahwasanya tidak ada permulaan bagi wujudnya Allah, yakni azali dan tidak ada yang azali kecuali hanya Allah. Dengan kata lain, pada azal tidak ada sesuatu apapun kecuali Allah.
Allah ta’ala adalah Dzat yang menciptakan segala sesuatu, yakni Dzat yang menampakkan (memunculkan) segala sesuatu dari yang semula tidak ada menjadi ada. 

Makna Allah menciptakan segala sesuatu adalah menampakkan segala sesuatu yang ada di dunia ini dari yang semula tidak ada menjadi ada. Allah ta’ala adalah Dzat yang maha hidup tidak akan mati, karena wujud Allah tidak akan berakhir (abadi). Allah tidak didahului oleh ketiadaan (Al-‘Adam) karena seandainya Allah didahului ketiadaan, niscaya mustahil bagi-Nya sifat Al-Qidam (adanya Allah tanpa permulaan), yakni Al-Azaliyyah. 

Hukum orang yang mengatakan: “Allah adalah Dzat yang menciptakan makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah” adalah keluar dari agama islam secara pasti karena dia telah menisbatkan ketiadaan bagi Allah ta’ala sebelum adanya Allah. Padahal hal itu tidak boleh dikatakan kecuali bagi segala sesuatu yang baru (Al-Hawadits), yaitu makhluk.

Allah ta’ala adalah dzat yang wajib wujudnya yakni tidak diterima oleh akal ketiadaan-Nya. Jadi Wujud (adanya) Allah tidak seperti keberadaan kita yang baharu, karena keberadaan kita ini sebab diciptakan oleh Allah ta’ala, sedangkan segala sesuatu selain Allah itu mungkin wujudnya, yakni secara akal mungkin keberadaanya setelah semula tidak ada dan juga mungkin ketiadaannya setelah semula ada. Hal ini dengan melihat keadaan segala sesuatu tersebut menurut hukum akal, bahwasanya secara akal segala sesuatu yang ada di dunia ini mungkin adanya dan mungkin ketiadaannya. Dan ketentuan tersebut sesuai dengan kehendak dan kuasa Allah.

3. Baqo', artinya Allah itu baaqin (adanya tanpa berpenghabisan atau kekal/abadi).

Dalil naqli tentang baqo'nya Allah adalah firman Allah ta'ala:
وَیَبۡقَىٰ وَجۡهُ رَبِّكَ ذُو ٱلۡجَلَـٰلِ وَٱلۡإِكۡرَامِ
[Surat Ar-Rahman 27]
"Dan abadi Dzat Tuhanmu yang memiliki keagungan dan kemuliaan".

البقاء:  الله لا نهاية لوجوده لا يفنى ولا يموت

Baqa' maknanya adalah Allah ada-Nya tidak berakhir, tidak mati (tidak binasa dan tidak berubah).

Dalil aqli tentang baqo'nya Allah adalah:
Telah terbukti baik secara naqli maupun aqli bahwa Allah adanya tanpa permulaan. Sesuatu yang adanya tanpa permulaan, secara akal pasti adanya tanpa berpenghabisan (kekal/abadi). Maka Allah yang tidak berpermulaan pasti juga tidak berpenghabisan atau kekal. 

Firman Allah Ta'ala:

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ 

"Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. BagiNyalah segala penentuan, dan hanya kepadaNyalah kamu dikembalikan." (Surah al-Qasas : 88).

  قال ما نصه: "ليس له قبل ولا بعد، ولا فوق ولا تحت، ولا يمين ولا شمال، ولا أمام ولا خلف". انتهى

Dalam teks matn kitab al-Aqidah al-Mursyidah disebutkan: "Tidak berlaku bagi Allah permulaan (yakni ada-Nya tidak didahului dengan ketiadaan), tidak berlaku bagi-Nya penghabisan (yakni Allah kekal abadi; tiada berakhir). Allah tidak berada di arah atas, tidak di arah bawah, tidak di arah kanan, tidak di arah kiri, tidak di arah depan dan tidak di arah belakang"

4. Mukhalafatul lil hawaditsi, artinya Allah berbeda dengan makhluk, Dia bukan benda dan tidak disifati dengan sifat benda.

Allah ada tanpa tempat dan arah
Allah tidak berlaku bagi-Nya zaman
Allah tidak memiliki bentuk dan ukuran
Allah tidak beranggotakan tangan
Allah tidak disifati dengan sifat-sifat makhluk lainnya.

Dalil naqli tentang sifat Mukhalafatul lil hawaditsi adalah firman Allah ta'ala:
لَیۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَیۡءࣱۖ وَهُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ
[Surat Asy-Syura 11]
"Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah, baik dari satu segi maupun semua segi, dan Dia maha mendengar lagi maha melihat". 

Dalil aqli tentang sifat Mukhalafatul lil hawaditsi adalah:
Al Imam Abu Hanifah Radliyallahu anhu berkata:
انى يشبه الخالق مخلوقه
"Tidak mungkin sang Pencipta menyerupai ciptaannya"

Yang membuat kursi tidak serupa dengan kursi
Yang membuat meja tidak serupa dengan meja
Yang membuat mobil tidak serupa dengan mobil
Allah yang menciptakan manusia, malaikat, jin dan semua makhluk pasti tidak serupa dengan semua makhluk-Nya.

Allah berfirman:
﴿فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الأَمْثَالَ﴾
 أَيْ لا تُشَبِّهُوهُ بِخَلْقِهِ
Maksudnya: Janganlah kalian menyerupakan Allah dg makhluk-Nya (Q.S. An.Nahl: 74)

al-Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan:

مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ (روَاه أبُو الفَضْلِ التَّمِيْمِيُّ)

"Apapun yang terlintas dalam benak kamu (tentang Allah), maka Allah tidak seperti itu". (Diriwayatkan oleh Abu al Fadll at-Tamimi).

قال المؤلف رحمه الله تعالى :
وقائم غني وواحد وحي # قادر مريد عالم بكل شيء
"(Dan Allah itu adalah) Dzat yang yang tidak butuh pada selainnya, Dzat yang maha kaya, Esa (tidak ada sekutu bagi-Nya), Dzat yang maha hidup, Dzat yang maha kuasa, Dzat yang maha berkehendak, Dzat yang maha mengetahui terhadap segala sesuatu".

Penjelasan:
As Syaikh Ahmad Marzuki melanjutkan penjelasan tentang sifat wajib bagi Allah, yaitu:

5. Qiyamuhu Binafsihi, artinya Allah maha kaya, tidak membutuhkan pada selain-Nya.

Tidak boleh diartikan: Berdiri sendiri
Tidak tepat pemaknaan qiyamuhu binafsihi dengan makna bahwa Allah berdiri sendiri. 

Allah Ta'ala yang telah menciptakan manusia, malaikat dan jin, Allaah Ta'ala tidak membutuhkan mereka semua. Allah Ta'ala yang telah menciptakan langit, bumi, Arsy serta tempat-tempat yang lain. Allaah Ta'ala tidak membutuhkan pada semua itu. Allah Ta'ala yang telah menciptakan makhluk, dan Allaah Ta'ala tidak membutuhkan pada makhluk.

Dalil naqli tentang sifat Qiyamuhu binafsihi adalah firman Allah ta'ala:
فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِیٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِینَ
[Surat Ali 'Imran 97]
"Sesungguhnya Allah itu Maha Kaya (tidak membutuhkan) pada alam semesta". 

Dalil aqli tentang sifat Qiyamuhu binafsihi adalah:
Jika Allah tidak bersifatan dengan qiyamuhu binafsihi pastilah bersifatan dengan sifat sebaliknya yaitu membutuhkan pada selain-Nya. Sedangkan, sesuatu yang membutuhkan kepada yang lain adalah lemah. Dan sesuatu yang lemah adalah bukanlah Tuhan.

قِيَامُهُ بِنَفْسِهِ أَيْ أَنَّهُ مُسْتَغْنٍ عَنْ كُلِّ مَا سِوَاهُ وَكُلُّ مَا سِوَاهُ مُحْتَاجٌ إِلَيْهِ، قال تعالى: (الله لا إله إلا هو الحي القيوم) وهي بمعنى الصمد قال تعالى: (الله الصمد) فهو لا يحتاج إلى السماء والأرض والعرش والكرسي ولا إلى أي شيء من خلقه.

Qiyamuhu binafsihi artinya Allaah Tidak membutuhkan setiap makhlukNya. Sedangkan setiap makhlukNya membutuhkan pada Allaah Ta'ala. Dalam Ayat kursi, Al Qoyyum maknanya As Shomad, Allaah As Shomad yaitu Allaah Tidak membutuhkan pada langit, bumi, Arsy, kursi, dan semua makhlukNya yang diciptakan oleh Allaah Ta'ala. 

6. Wahdaniyah, artinya Allah itu Esa dengan pengertian tidak ada sekutu bagi-Nya, Dzat, sifat, maupun af'al-Nya.

Allah ta'ala Esa dalam Dzat, artinya Dzat Allah tidak serupa dengan Dzat makhluk. Dzat Allah artinya hakekat Allah yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah, sedangkan Dzat makhluk adalah badan atau jisimnya. Allah ta'ala Esa dalam sifat, artinya sifat Allah tidak serupa dengan sifat makhluk. Sifat Allah azaliyah abadiyah, sedangkan sifat makhluk haaditsah (baharu/berubah-ubah). Allah Ta'ala Esa dalam af'al (perbuatan), artinya perbuatan Allah tidak serupa dengan perbuatan makhluk.

Perbuatan Allah azali abadi, sedangkan perbuatan makhluk adalah haadits/makhluk. Allah ta'ala yang menciptakan seluruh makhluq.

Allah Ta'ala itu Esa tidak dari segi bilangan, tetapi dari segi bahwa Allah tidak ada sekutu bagi-Nya.
Al Imam Abu Hanifah Radliyallahu anhu berkata:
إن الله واحد لا من طريق العدد ولكن من طريق انه لا شريك له
"Sesungguhnya Allah itu Esa tidak dari jalan bilangan tetapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya" 

Dalil naqli tentang sifat wahdaniyah Allah adalah firman Allah ta'ala :
وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰ⁠حِدࣱۖ
[Surat Al-Baqarah 163]
"Dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa".

Allah ta'ala berfirman:
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا ۚ 
"Apabila bagi bumi dan langit itu ada tuhan-tuhan selain Allah maka keduanya (bumi dan langit seluruh alam) pasti rusak". 

Nyatanya bumi itu ada dan tidak rusak maka pastilah Allah itu Esa dan tidak berbilang. 

Dalil aqli tentang sifat wahdaniyah Allah adalah:
  • Seandainya Tuhan itu tidak Esa pastilah dia berbilang
  • Dan apabila dia berbilang maka alam semesta itu tidak akan ada dan tidak akan teratur alias rusak.
  • Tetapi faktanya alam semesta ini ada dan sangat teratur, maka pastilah Tuhan itu Esa. 
Allah ta'ala tak terlintas pada bayangan akal manusia. Allah tak bisa dibayangkan.
مَهما تصورتَ ببالك فاللهُ بخلافِ ذلك
"Jika Syaithon melintaskan bayangan di hatimu tentang Allaah, maka ketahuilah sesungguhnya Allah ta'ala tak bisa dibayangkan."
Allah tak serupa dengan yg dibayangkan tersebut. Allah tak serupa dengan sesuatu apapun.

7. Kaunuhu Hayyan, artinya Allah itu disifati dengan sifat hayah (hidup).
Penjelasannya akan diuraikan dalam pembahasan sifat hayah pada nadzam berikutnya

8. Kaunuhu qaadiran, artinya Allah itu disifati dengan sifat qudroh.
Penjelasannya akan diuraikan dalam pembahasan sifat qudroh pada nadzam berikutnya

9. Kaunuhu muriidan, artinya Allah disifati dengan sifat iradah.
Penjelasannya akan diuraikan dalam pembahasan sifat iradah pada nadzam berikutnya

10.Kaunuhu 'Aliman, artinya Allah disifati dengan sifat ilmu.
Penjelasannya akan dijelaskan dalam pembahasan sifat ilmu pada nadzam berikutnya.

قال المؤلف رحمه الله تعالى :
سميع البصير والمتكلم # له صفات سبعة تنتظم

"(Dan Allah itu adalah) Dzat yang maha mendengar, melihat dan berfirman. Allah memiliki tujuh sifat yang disebutkan secara detail".

Penjelasan
As Syaikh Ahmad Marzuki melanjutkan penjelasan tentang sifat wajib bagi Allah, yaitu:

11. Kaunuhu samii'an, artinya Allah disifati dengan sifat sama' (mendengar).
Penjelasannya akan diuraikan dalam pembahasan sifat sama' pada nadzam berikutnya. 

12. Kaunuhu Bashiran, artinya Allah disifati dengan sifat bashor (melihat)
Penjelasan akan diutarakan pada pembahasan tentang sifat bashor pada nadzam berikutnya. 

13. Kaunuhu mutakalliman, artinya Allah disifati dengan sifat kalam (berfirman).
Penjelasan akan diuraikan dalam pembahasan tentang sifat kalam pada nadzam berikutnya.

Tujuh sifat terakhir yang telah disebutkan di atas disebut sifat ma'nawiyah. Pada umumnya para ulama menyebutkan tujuh sifat ma'nawiyah setelah tujuh sifat ma'ani, tetapi dalam mandzumah Aqidatul Awam ini, as Syaikh Ahmad al Marzuki menyebutkan sifat ma'nawiyah terlebih dahulu sebelum sifat ma'ani.

Tentang sifat ma'nawiyah sendiri para ulama Asy’ariyah berbeda pendapat. Para ulama mutaqoddimin (generasi awal) tidak memasukkan sifat ma'nawiyah sebagai sifat wajib bagi Allah yang wajib diketahui oleh setiap muslim.

Karena orang yang meyakini 7 sifat ma'ani pasti juga meyakini 7 makna sifat ma'nawiyah. 
  • Kaunuhu qoodiron artinya Allah memiliki sifat qudroh
  • Kaunuhu muriidan artinya Allah memiliki sifat iradah. 
  • Kaunuhu 'Aliman artinya Allah memiliki sifat ilmu 
  • Kaunuhu samii'an, bashiiron, hayyan, mutakalliman artinya Allah memiliki sifat sama', bashor, hayah dan kalam

Catatan:
Para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah mengelompokkan sifat wajib bagi Allah menjadi empat bagian, yaitu:
1.Sifat Nafsiyyah, yaitu sifat yang tidak masuk akal adanya Dzat tanpa sifat itu. 
Sifat Nafsiyyah hanya satu, yaitu sifat wujud. 

2.Sifat Salbiyyah, yaitu sifat-sifat yang menunjukkan penafian terhadap sifat-sifat yang tidak layak bagi Allah.
Sifat Salbiyyah ada lima, yaitu qidam, baqo', qiyamuhu binafsihi, Mukhalafatuhu lil hawaditsi, wahdaniyah

3.Sifat Ma'aniy, yaitu sifat-sifat Allahvyang apabila hijab maknawi dibuka dari kita maka kita akan bisa melihatnya. 
Sifat Ma'aniy ada tujuh, yaitu qudroh, iradah, ilmu, hayah, sama', Bashor, kalam. 

4.Sifat Ma'nawiyyah, yaitu sifat-sifat Allah yang merupakan keniscayaan dari sifat-sifat ma'aniy. 
Sifat Ma'nawiyyah ada tujuh, yaitu Kaunuhu Qoodiron, Kaunuhu Muriidan, Kaunuhu Aaliman, Kaunuhu hayyan, Kaunuhu Samii'an, Kaunuhu Bashiiron, Kaunuhu Mutakalliman.

فقدرة إرادة سمع بصر # حياة العلم كلام استمر

"sifat qudroh, irodah, sama', bashor, ilmu, kalam"

Penjelasan:
As Syaikh Ahmad Marzuki melanjutkan penjelasannya tentang sifat wajib bagi Allah, yaitu sifat ma'ani sebagai berikut:

14. Qudroh, artinya Allah disifati dengan sifat qudroh (kuasa) yang sempurna.
Dengan sifat qudroh itu Allah mengadakan makhluk dari tidak ada menjadi ada (al Iijad). Dengan sifat qudroh itu Allah meniadakan makhluk dari ada menjadi tidak ada.

Dalil naqli tentang sifat qudroh adalah firman Allah ta'ala:
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَیۡءࣲ قَدِیرࣱ
[Surat Al-Baqarah 20]

Dalil aqli tentang sifat qudroh adalah:
Seanadainya Allah tidak memiliki sifat qudroh maka Ia lemah. Sesuatu yang lemah bukan tuhan. Dan seandainya Allah itu lemah, pastilah alam semesta ini tidak ada. Faktanya, alam semesta ini ada maka pastilah Allah itu memiliki sifat qudroh.

الْقُدْرَةُ أَيْ أَنَّ اللهَ قَادِرٌ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ أَيْ عَلَى كُلِّ شيء من خلقه

Sifat Qudrohnya Allah adalah kuasa atas segala sesuatu dari MakhluqNya.

Dengan sifat Qudroh, Irodah dan Ilmu ALlöh mewujudkan alam (semua makhlukNya) yang asalnya tidak ada menjadi ada, tanpa bahan tanpa contoh sebelumnya [maha pencipta, Al-Khöliq]. 
Sebelum alam (makhluq) wujud, ALlöh bersifatan Al Khöliq. Tidak karena menciptakan alam (makhluq) baru diberi sifat Al Kholiq. Tidaklah demikian. 

*Gusti ALlöh, meniko azali lan abadi wujud uga sifat-sifate!! Allaah itu azali dan abadi, juga sifat-sifatNya.*

15. Irodah, artinya Allah mengkhususkan/menentukan makhluk dengan sebagian sifat, tidak dengan sebagian sifat yang lain, dengan waktu tertentu tidak dengan waktu yang lain.

Semua yang telah Allah khususkan/tentukan terjadinya pada azal, maka pasti terjadi sesuai dengan sifat-sifat dan waktu yang telah dikhususkan tersebut. 

Dalil naqli tentang sifat iradah adalah firman Allah ta'ala:
(فَعَّالࣱ لِّمَا یُرِیدُ)
[Surat Al-Buruj 16]
"Allah melakukan apa saja sesuai dengan yang Ia kehendaki, tanpa ada seorang pun yang bisa menghalangi terjadinya".

Rasulullah ﷺ mengajarkan sebuah wirid kepada sebagian putrinya:
ما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن
"Apapun yang telah Allah kehendaki pada azal terjadinya maka pasti terjadi dan apapun yang tidak Allah kehendaki pada azal maka pasti tidak terjadi". 

Dalil aqli tentang sifat iradah adalah:
Seandainya Allah tidak memiliki sifat iradah maka pastilah alam semesta ini tidak ada. 
Karena adanya alam dengan segala sifat-sifatnya membutuhkan pada Dzat yang menentukan dan mengkhususkanya pada sifat-sifat tersebut.
Faktanya alam semesta ini ada, maka Allah pasti memiliki sifat iradah.

Dan dengan kaidah ulama: 

مشيئة الله لا تتغير

"Kehendak Nya --yaang azali-- tidak lah berubah." Makhluk --benda dan sifat benda -- lah yang berubah. 

 سبحان الذي يغير ولا يتغير 

"Maha suci Allöh yang merubah keadaan makhluk, tanpa ia berubah --wujud dan sifat-sifat Nya yang azali [tidak mempunyai permulaan]; abadi [tidak mempunyai akhir]."

التغير أكبر علامات الحدوث 
Berubah adalah ciri utama ciptaan; makhluk yang baharu. 

16. Sama', artinya Allah ta'ala mendengar segala sesuatu dengan pendengaran yang azali dan abadi.
Pendengaran Allah tidak sama dengan pendengaran makhluk. Allah mendengar tanpa membutuhkan pada telinga atau piranti lainya. 

Dalil naqli tentang sifat sama' adalah firman Allah ta'ala:
وَهُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ)
[Surat Asy-Syura 11]
"Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat". 

Dalil aqli tentang sifat sama' adalah:
Jika Allah tidak memiliki sifat sama' (mendengar) maka Ia tuli. Tuli adalah sifat naqsh atau sifat yang tidak layak bagi Allah.

Sifat mendengar Allah berbeda dengan mendengarnya makhluk. Pendengaran makhluk dengan menggunakan alat seperti telinga atau alat pendengaran. Sifat mendengarnya Allah Tanpa Alat. Pendengaran makhluk terbatas dan mengalami perubahan, sedangkan Sifat mendengar Allah tidak terbatas, tidak bermula dan tidak berakhir serta tidak berubah

Inilah yang disebut dengan istilah sama lafadz tapi beda maknanya. Sifat-sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat makhluk-Nya.

17. Bashor, artinya Allah melihat segala sesuatu dengan penglihatan yang azali dan abadi.
Penglihatan Allah berbeda dengan penglihatan makhluk. Allah melihat tanpa membutuhkan mata atau piranti lainya. 

Dalil naqli tentang sifat bashor adalah firman Allah ta'ala:
وَهُوَ ٱلسَّمِیعُ ٱلۡبَصِیرُ
[Surat Asy-Syura 11]
"Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat". 

Dalil aqli tentang sifat bashor adalah:
Jika Allah tidak memiliki sifat bashor maka berarti Ia buta.
Buta adalah sifat naqsh atau sifat yang tidak layak bagi Allah.

الْبَصَرُ أَيْ أَنَّ اللهَ يَرَى بِرُؤْيَتِهِ الَّتِى لَيْسَتْ كَرُؤْيَةِ غَيْرِهِ فَبَصَرُ اللَّهِ أزليٌ وَبَصَرُ غَيْرِهِ مخلوقٌ، يَرَى رَبُّنَا بِبَصَرِهِ كُلَّ الْمُبْصَرَاتِ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ إِلَى حَدَقَةٍ وَلا ءَالَةٍ أُخْرَى.

18. Hayah, artinya Allah itu maha hidup, hidupnya Allah tidak seperti hidupnya makhluk.
Hidupnya Allah azaliyah (tidak berpermulaan) dan abadiyyah (tidak berpenghabisan), berbeda dengan hidupnya makhluk yang haaditsah (berpermulaan). 
Hidupnya Allah tidak membutuhkan pada ruh, daging, tulang, darah dan piranti-piranti lainnya. Berbeda dengan hidup makhluk yang bergantung pada ruh, darah, daging, tulang dan piranti-piranti lainnya. 

الْحَيَاةُ أَيْ أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى حَيٌّ بِحَيَاةٍ أَزَلِيَّةٍ أَبَدِيَّةٍ لا تُشْبِهُ حَيَاتَنَا لَيْسَتْ بِرُوحٍ وَلَحْمٍ وَدَمٍ.

Dalil naqli tentang sifat hayah adalah firman Allah ta'ala:
ٱللَّهُ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَیُّ
[Surat Al-Baqarah 255]
"Allah, tidak ada yang disembah dengan benar selain hanya Dia yang maha Hidup". 

Dalil aqli tentang sifat hayat adalah:
Seandainya Allah tidak memiliki sifat hayah, pastilah Dia tidak memiliki sifat qudroh, iradah dan ilmu.
Karena sesuatu yang tidak hidup seperti batu, pohon dan semacamnya tidak dapat disifati dengan berkuasa (qudroh), berkehendak (iradah) dan mengetahui (Ilmu). 
Dan seandainya Allah itu tidak hidup pastilah alam semesta ini tidak ada, namun faktanya alam semesta ini ada dan bisa disaksikan dengan mata. 

19. Ilmu, artinya Allah itu maha mengetahui dengan ilmu yang azaliy (tidak berpermulaan) dan abadiy (tidak berpenghabisan), berbeda dengan ilmu makhluk yang haaditsah (berpermulaan dan di dahului oleh kebodohan). 
Dengan sifat ilmu yang azali dan abadiy, Allah mengetahui segala sesuatu.
  • Allah mengetahui sesuatu yang telah terjadi
  • Allah mengetahui sesuatu yang sedang terjadi
  • Allah mengetahui sesuatu yang akan terjadi
  • Allah mengetahui sesuatu yang tidak terjadi, seandainya terjadi, bagaimana terjadinya. Tidak ada sesuatupun yang samar bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun di langit.
⛔️Perhatian:
Allah ta'ala mengetahui segala sesuatu itu dengan secara rinci (tafshili), bukan hanya secara global (ijmaaliy), yang diyakini oleh kelompok Mu'tazilah.

Dalil naqli tentang sifat ilmu adalah firman Allah ta'ala:
 وَهُوَ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣱ
[Surat Al-Baqarah 29]
"Dan Dia (Allah) mengetahui segala sesuatu". 

Dalil aqli tentang sifat ilmu adalah:
Seandainya Allah tidak memiliki sifat ilmu, pastilah Dia bodoh. Sedangkan bodoh adalah naqsh atau sifat yang tidak layak bagi Allah ta'ala. Dan seandainya Allah itu bodoh pastilah alam semesta ini tidak ada, karena tidak mungkin alam semesta yang begitu menakjubkan diciptakan oleh Dzat yang bodoh, tetapi faktanya alam semesta itu ada dan bisa disaksikan dengan mata. 

20. Kalam, artinya Allah maha berfirman dengan kalam yang azali (tidak berpermulaan) dan abadiy (tidak berpenghabisan), berbeda dengan kalam makhluk-Nya. Karena itu, Ahlussunnah wal Jama’ah meyakini bahwa kalam Allah itu bukan bahasa, bukan huruf dan juga bukan suara.

Al Imam Abu Hanifah Radliyallahu anhu dalam kitab al Fiqh al Akbar berkata:
والله يتكلم لا بآلة وحرف ونحن نتكلم بآلة وحرف
"Allah berfirman tidak dengan alat dan huruf, sedangkan kita berkata dengan alat dan huruf"

Dalil naqli tentang sifat kalam adalah firman Allah ta'ala:
 وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِیمࣰا
[Surat An-Nisa' 164]
"Dan benar-benar Allah telah memperdengarkan kalam-Nya kepada nabi Musa" 

Dalil aqli tentang sifat kalam adalah:
Seandainya Allah tidak memiliki sifat kalam pastilah dia bisu.
Sedangkan bisu adalah naqs atau sifat yang tidak layak bagi Allah ta'ala.

والله أعلم وأحكم
الله موجود بلا مكان

Allaah Ada Tanpa Tempat
Allaah Ada Tanpa Permulaan
Allaah Ada Tanpa Akhiran
Allaah Ada Tanpa Arah
Allaah Ada Tanpa Zaman
Allaah Tidak bisa dibayangkan
Allaah Tidak serupa apapun
Allaah Tidak butuh pada makhlukNya

Posting Komentar untuk "Mengenal Sifat 20 Aqidatul Awam"