Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makna Bait Ke 11 Nadhom Aqidatul Awamm

 Ngaji Kitab Aqidatul Awam 11


قال المؤلف رحمه الله تعالى :

ارسل انبيا ذوي فطانة # بالصدق والتبليغ والامانة

"Allah mengutus para Nabi yang memiliki sifat fathonah, juga sifat Shidq, tabligh dan amanah".

Penjelasan:

As Syaikh Ahmad al Marzuki menjelaskan bahwa Allah mengutus para Nabi.

Tugas dari para Nabi adalah 

  1. Tabsyir, yaitu memberi kabar gembira dengan surga di akhirat bagi mereka yang beriman dan beramal shalih dan 
  2. Indzar, yaitu memberi peringatan kepada orang-orang kafir dan bermaksiat dengan siksa neraka di akhirat.

Allah ta'ala berfirman:

كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةࣰ وَ ⁠حِدَةࣰ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِیِّـۧنَ مُبَشِّرِینَ وَمُنذِرِینَ 

[Surat Al-Baqarah 213]

"Dahulu umat manusia adalah umat yang satu (beragama Islam kemudian mereka musyrik) sehingga Allah mengutus para Nabi untuk melakukan tabsyir dan indzar".

Nabi dan Rasul pertama adalah Nabi Adam 'alayhissalam dan Nabi dan Rasul terakhir adalah nabi Muhammad ﷺ.

Waspadalah terhadap Aqidah Wahhabi yang mengatakan nabi Adam itu bukan Nabi dan Rasul, mereka meyakini nabi Nuh adalah nabi dan Rasul pertama.

Keyakinan Wahhabi ini bertentangan dengan ayat:

 إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰۤ ءَادَمَ وَنُوحࣰا وَءَالَ إِبۡرَ ⁠هِیمَ وَءَالَ عِمۡرَ ⁠نَ عَلَى ٱلۡعَـٰلَمِینَ

[Surat Ali 'Imran 33]

"Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran (untuk menjadi Nabi) atas alam semesta".

Aqidah Wahhabi tersebut juga bertentangan dengan hadits Rasulullah ﷺ:

 وَمَا مِنْ نَبِيٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمَ فَمَنْ سِوَاهُ إِلَّا تَحْتَ لِوَائِي

"Dan tidaklah ada seorang nabi pun pada hari itu, baik Adam atau selainnya kecuali berada di bawah benderaku saat itu" HR at Tirmidzi dan Ahmad

Waspadalah juga terhadap paham Ahmadiyah yang meyakini bahwa Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah nabi Muhammad. Keyakinan Ahmadiyah seperti ini bertentangan dengan firman Allah ta'ala:

 وَخَاتَمَ ٱلنَّبِیِّـۧنَۗ

[Surat Al-Ahzab 40]

"Dan (Muhammad) adalah akhir dari para Nabi"

Keyakinan Ahmadiyah ini juga bertentangan dengan hadits Nabi:

وَخُتِمَ بِيَ النَّبِيُّونَ

"Para nabi ditutup denganku (Nabi Muhammad)." HR Muslim

Selanjutnya as Syaikh Ahmad al Marzuki menjelaskan tentang *sifat wajib bagi para Nabi*, yaitu:

1. Fathonah (Cerdas)

artinya semua para Nabi itu cerdas, tidak ada satupun di antara mereka yang bodoh, dungu maupun bebal.

Dari sifat fathonah ini, maka:

  • Tidak ada seorang Nabi yang lambat dalam memahami perkataan lawan bicaranya
  • Tidak ada seorang Nabi yang tidak memahami perkataan orang lain kecuali setelah diulang-ulang. 
  • Tidak ada seorang Nabi yang kalah dalam berhujjah dengan orang-orang kafir.

Jika ada salah seorang umatnya berkata tentang sesuatu kepada Nabi nya, maka mereka (para nabi) langsung bisa memahaminya, tanpa harus meminta kepadanya untuk mengulangi atau menjelaskan pernyataan itu lagi.

Apabila ada orang kafir yang mendebatnya maka mereka pasti bisa membantahnya dengan mudah.

Contohnya, kecerdasan nabi Ibrahim ketika berdebat dengan Namrud, Allah ta'ala berfirman:

أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِی حَاۤجَّ إِبۡرَ ⁠هِـۧمَ فِی رَبِّهِۦۤ أَنۡ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلۡمُلۡكَ إِذۡ قَالَ إِبۡرَ ⁠هِـۧمُ رَبِّیَ ٱلَّذِی یُحۡیِۦ وَیُمِیتُ قَالَ أَنَا۠ أُحۡیِۦ وَأُمِیتُۖ قَالَ إِبۡرَ ⁠هِـۧمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ یَأۡتِی بِٱلشَّمۡسِ مِنَ ٱلۡمَشۡرِقِ فَأۡتِ بِهَا مِنَ ٱلۡمَغۡرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِی كَفَرَۗ وَٱللَّهُ لَا یَهۡدِی ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّـٰلِمِینَ

[Surat Al-Baqarah 258]

"Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang dzalim"

Secara akal, para Nabi pastilah orang-orang yang Cerdas. Karena jika tidak cerdas, berarti mereka bodoh, dan jika mereka bodoh maka pasti tidak akan mampu untuk menyampaikan risalah pada umatnya dan juga tidak mampu berhujjah di hadapan orang-orang kafir.

*Awas - Hati-hati*

Dalam berceramah agama, ketika menceritakan para Nabi, maka TIDAK boleh menjatuhkan derajat kenabian. Jika dilakukan maka ia kufur. 

2. Shidiq (Jujur)

Artinya seluruh para Nabi itu jujur, tidak ada seorangpun nabi yang pernah berbohong, baik sebelum diangkat menjadi Nabi atau setelah diangkat menjadi Nabi.

Secara akal, seandainya ada seorang nabi yang pernah berbohong, pasti umatnya akan mendustakan dan tidak akan menerima dakwahnya.

Waspadalah terhadap cerita yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim betul-betul pernah berbohong sebanyak tiga kali.

Keyakinan ini didasarkan pada hadits Rasulullah ﷺ:

لم يكذب إبراهيم النبي عليه السلام، قط إلا ثلاث كذَبات، ثنتين في ذات الله: قوله: {إِنِّي سَقِيمٌ} [الصافات: 89]، وقوله: {بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَذَا} [الأنبياء: 63]، وواحدة في شأن سارة

Para ulama menjelaskan hadits di atas dengan dua penjelasan:

  1. Sebagian ulama menyebut hadits tersebut adalah hadits dloif yang tidak bisa dijadikan sebagai hujjah dalam aqidah.
  2. Sebagian ulama mentakwilkan hadits tersebut dengan: Nabi Ibrahim tidak mengucapkan perkataan *yang dzahirnya bohong* kecuali tiga kali.

Adapun makna tiga perkataan nabi Ibrahim adalah sebagai berikut:

1. Perkataan nabi Ibrahim bahwa yang menghancurkan berhala-berhala yang kecil adalah berhala yang besar, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an:

قَالَ بَلۡ فَعَلَهُۥ كَبِیرُهُمۡ هَـٰذَا فَسۡـَٔلُوهُمۡ إِن كَانُوا۟ یَنطِقُونَ

[Surat Al-Anbiya' 63]

"Nabi Ibrahim berkata, yang melakukannya adalah berhala yang besar ini, bertanyalah kalian kepada mereka jika mereka bisa berbicara".

*Perkataan nabi Ibrahim ini TIDAKLAH bohong*, para ulama telah menjelaskan bahwa perkataan nabi Ibrahim ini adalah majaz, beliau menyandarkan perbuatan menghancurkan berhala-berhala yang kecil pada penyebab penghancuran tersebut, yaitu berhala yang besar yang disembah, diagungkan dan hias-hias oleh orang-orang musyrik.

Nabi Ibrahim menyandarkan perbuatan menghancurkan berhala pada berhala yang besar bertujuan untuk menghina berhala tersebut dengan dalil perkataan nabi Ibrahim selanjutnya: 

*"bertanyalah pada mereka (berhala-berhala yang besar) jika mereka bisa bicara"*. 

Nabi Ibrahim juga bertujuan untuk berhujjah di hadapan Namrud bahwa berhala tidak layak disembah karena dia tidak bisa berbicara, apalagi menciptakan manfaat dan madlorrot. 

Perkataan nabi Ibrahim ini seperti perkataan:

بنى الأمير القصر

"Raja itu telah membangun istana"

Perkataan ini bukan bohong, meskipun secara lahiriyah Raja sama sekali secara langsung tidak membangun istana, tetapi karena Raja yang menyebabkan terbangunnya istana, karena dia yang telah memerintahkan untuk membangunnya. Maka perbuatan membangun disandarkan pada penyebabnya.

Atau bahasa diplomasi seperti "Bupati itu telah menata kota ini". Secara bahasa dhohir sang bupati tidak menata langsung isi kota. Tetapi dengan program-program tata ruang kotanya, sang bupati menata kotanya.

2. Perkataan nabi Ibrahim "aku sakit" ketika diajak ayahnya yang bernama Azar untuk menyembah selain Allah dalam ritual hari raya orang-orang musyrik dan berpesta ria, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an:

فَقَالَ إِنِّی سَقِیمࣱ

[Surat Ash-Shaffat 89]

Perkataan ini TIDAKLAH bohong, sebagian ulama menjelaskan bahwa maksud dari nabi Ibrahim adalah:

اني سقيم سقم الموت

"Aku pasti akan sakit ketika mati".

Karena setiap orang memang pasti akan sakit minimal ketika sakaratul maut. 

Sebagian ulama lainnya menjelaskan maksud dari Nabi Ibrahim: 

*"Aku sakit hati, melihat mereka yang tetap menyembah berhala dan berpesta ria"*.

Ini adalah penolakan secara halus kepada ajakan kaumnya yang mengajaknya memyembah berhala dan berpesta. Secara dhohir kalimatnya menunjukkan badan yang sakit, namun yang dimaksud Nabi Ibrahim adalah sakit hatinya.

Karena itu Nabi Ibrahim tidak pergi bersama mereka ke dalam perayaan dan berpesta ria. Ketika mereka pergi , Nabi Ibrahim bersumpah demi Allâh untuk menghancurkan berhala mereka, disebutkan dalam ayat 57 dari Surat Al-Anbiya'. Beberapa orang yang terakhir meninggalkan kota mendengar Nabi Ibrahim menghancurkan berhala.

3. Perkataan nabi Ibrahim tentang istrinya Sarah, ketika ditanya oleh raja Mesir yang dzalim:

هذه اختي

"ini saudara perempuanku"

Perkataan ini TIDAKLAH bohong, maksud dari Nabi Ibrahim adalah:

هذه اختي في الاسلام

"ini adalah saudara perempuanku dalam Islam".

Karena memang orang Islam dengan orang Islam lainnya itu bersaudara. Allah ta'ala berfirman:

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةࣱ 

[Surat Al-Hujurat 10]

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara".

*Awas!! HATI -HATI*

Meskipun para kyai atau ustad baca kitab namun tetap mengatakan bahwa Nabi Ibrahim pernah berbohong maka tinggalkan dia. Jangan diikuti. Dia telah merendahkan derajat Nabi Ibrahim yang sejatinya setiap para nabi adalah Ash Shidiq, Jujur di setiap hal, baik ucapan dan perbuatannya.

3. At Tabligh, 

Artinya menyampaikan risalah Allah kepada umat manusia.

At Tabligh sebagaimana disebutkan oleh as Syaikh Ahmad al Marzuki adalah sifat para Nabi secara umum, baik nabi yang sekaligus menjadi Rasul (النبي الرسول) atau Nabi yang bukan Rasul (النبي غير الرسول) 

Pendapat as Syaikh Ahmad al Marzuki dalam Aqidatul Awam ini sesuai dengan firman Allah ta'ala:

كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّةࣰ وَ ⁠حِدَةࣰ فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِیِّـۧنَ مُبَشِّرِینَ وَمُنذِرِینَ 

[Surat Al-Baqarah 213]

"Dahulu (sebelum wafatnya nabi Idris) manusia itu umat yang satu (semua beragama Islam, kemudian setelah wafatnya nabi Idris terjadi kesyirikan) maka Allah mengutus *para Nabi* untuk tabsyir (memberi kabar gembira pada orang-orang mukmin dengan surga) dan indzar (memberi peringatan pada orang-orang kafir dengan adzab neraka)" 

Juga selaras dengan firman Allah ta'ala:

وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولࣲ وَلَا نَبِیٍّ إِلَّاۤ إِذَا تَمَنَّىٰۤ أَلۡقَى ٱلشَّیۡطَـٰنُ فِیۤ أُمۡنِیَّتِهِ

[Surat Al-Hajj 52]

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia mengutus seorang Rasul dan juga seorang nabi. Allah tidak hanya menyebut nabi saja atau Rasul saja, tetapi menyebut keduanya secara terpisah untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud nabi adalah nabi yang bukan Rasul dan yang dimaksud Rasul adalah nabi yang Rasul. 

Pendapat ini juga sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

كان النبي يبعث إلى قومه خاصة وبعثت إلى الناس كافة

"Dahulu seorang Nabi itu diutus (bertabligh) pada kaumnya dan aku (Muhammad) diutus untuk (bertabligh) pada manusia seluruhnya" HR al Bukhori. 

Secara bahasa kata نبي itu berasal dari kata نبأ yang berarti berita. Sedangkan نبي itu mengikuti wazan فعيل, jika bermakna فاعل maka artinya orang yang menyampaikan berita berupa risalah melalui malaikat Jibril kepada manusia, dan jika bermakna مفعول artinya orang yang mendapatkan berita berupa risalah untuk disampaikan kepada manusia. 

Risalah yang disampaikan oleh para Nabi adalah agama Islam, baik Aqidah, ahkam/syariah (ibadah, mu'amalah) maupun akhlak.

Jadi:

Para Nabi yang sekaligus Rasul, mereka mentablighkan syariat yang baru yang berbeda dengan syariat rasul sebelumnya.

Para nabi yang bukan Rasul, mereka mentabligkan syariat Rasul sebelumnya.

Misalnya, para nabi yang datang setelah nabi Musa mentablighkan syariat nabi Musa. Para Nabi yang datang setelah nabi Ibrahim mentablighkan syariat nabi Ibrahim. 

Tugas para Nabi adalah at tabligh bukan menciptakan hidayah di hati manusia. Karena pencipta hidayah adalah Allah ta'ala.

Allah ta'ala berfirman:

 فَهَلۡ عَلَى ٱلرُّسُلِ إِلَّا ٱلۡبَلَـٰغُ ٱلۡمُبِینُ

[Surat An-Nahl 35]

"Maka tidaklah atas para Rasul kecuali menyampaikan yang jelas".

Sehingga dalam sejarah para Nabi terdapat orang-orang yang diinginkan untuk mendapatkan hidayah oleh para Nabi tetapi mereka tidak beriman seperti istri dan seorang putra nabi Nuh, istri nabi Luth, ayah nabi Ibrahim (Azar), paman nabi Muhammad (Abu Tholib).

Allah ta'ala berfirman:

إِنَّكَ لَا تَهۡدِی مَنۡ أَحۡبَبۡتَ وَلَـٰكِنَّ ٱللَّهَ یَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ 

[Surat Al-Qashash 56]

"Sesungguhnya Engkau (Muhammad) tidak menciptakan hidayah orang yang kamu inginkan untuk mendapatkan hidayah, tetapi Allah menciptakan hidayah pada orang yang Allah kehendaki".

*Perlu diperhatikan*, bahwa firman Allah من أحببت Tidak berarti bahwa Nabi Muhammad mencintai orang kafir (Abu Thalib), tetapi maknanya adalah orang yang Rasulullah inginkan untuk mendapatkan hidayah. 

*Catatan*

Perbedaan antara nabi dan rasul adalah:

  • Rasul datang dengan membawa syariat yang baru, 
  • sedangkan nabi datang tidak dengan syariat yang baru, tetapi mengikuti dan menyampaikan syariat Rasul sebelumnya.

*Maka hapus itu keyakinan yang mengatakan nabi tidak tabligh*. 

4. Al Amanah (terpercaya), 

artinya dapat dilihat dari berbagai kategori, yaitu:

1. Dalam urusan dunia, jika ada seseorang yang memberi amanah, misalnya menitipkan barang kepada seorang nabi, maka seorang nabi akan menjaganya dengan baik sampai pemiliknya datang untuk mengambilnya kembali.

Ketika hijrah ke Madinah, Rasulullah meminta Sayyidina Ali untuk tetap tinggal di Makkah, guna mengembalikan barang-barang titipan penduduk Makkah yang dititipkan kepada beliau. Banyaknya titipan pada Rasulullah menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya.

2. Dalam urusan agama, seorang Nabi akan menyampaikan Risalah Allah sesuai dengan yang diterimanya dari Allah, tidak menambah, tidak mengurangi dan tidak merubahnya. 

*Tidak ada nabi yang menghalalkan perkara haram atau mengharamkan perkara halal.*

*Perhatian*

Firman Allah ta'ala:

 یَـٰۤأَیُّهَا ٱلنَّبِیُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَاۤ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكَۖ تَبۡتَغِی مَرۡضَاتَ أَزۡوَ ⁠جِكَۚ وَٱللَّهُ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

[Surat At-Tahrim 1]

Makna ayat ini bukan bahwa Rasulullah pernah mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah, tetapi makna ayat tersebut adalah 'wahai nabi kenapa kamu mencegah dirimu melakukan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah'.

Jadi makna لم تحرم dalam ayat di atas adalah لم تمنع (kenapa kamu mencegah?!), bukan 'kenapa kamu mengharamkan?!'. 

*Tidak ada nabi yang menyembunyikan risalah yang diperintahkan untuk disampaikan kepada umatnya.*

Sehingga sebagian ulama memasukkan sifat tabligh pada sifat amanah, tidak menyebutkannya sebagai sifat tersendiri.

Para ulama juga memasukkan sifat al Ishmah ke dalam sifat amanah ini,

*Al Ishmah* artinya seluruh para Nabi itu dijaga oleh Allah (ma'shum) dari tiga perkara, yaitu:

1. Kufur, tidak ada seorang nabi-pun yang pernah kufur, baik sebelum diangkat menjadi Nabi atau setelahnya.

Waspadalah terhadap cerita dusta yang beredar di masyarakat yang mengatakan bahwa nabi Ibrahim ketika kecil pernah tidak mengenal tuhannya, sehingga beliau pernah menyembah bintang, bulan dan matahari (musyrik).

Cerita dusta ini bertentangan dengan firman Allah ta'ala:

مَا كَانَ إِبۡرَ ⁠هِیمُ یَهُودِیࣰّا وَلَا نَصۡرَانِیࣰّا وَلَـٰكِن كَانَ حَنِیفࣰا مُّسۡلِمࣰا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ

[Surat Ali 'Imran 67]

"Ibrahim bukanlah seorang Yahudi, bukan pula seorang Nashrani, tetapi beliau adalah seorang yang hanif dan Muslim, dan beliau bukan termasuk orang-orang musyrik". 

2. Dosa besar, tidak ada seorang nabi pun yang pernah melakukan dosa besar seperti membunuh seorang muslim tanpa haq, berzina, minum khomr, berjudi dan semacamnya.

Waspadalah terhadap kisah dusta tentang nabi Yusuf bahwa beliau pernah hampir berzina berlandaskan ayat:

وَلَقَدۡ هَمَّتۡ بِهِۦۖ وَهَمَّ بِهَا لَوۡلَاۤ أَن رَّءَا بُرۡهَـٰنَ رَبِّهِۦۚ

[Surat Yusuf 24]

Makna ayat ini bukan bahwa nabi Yusuf memiliki keinginan berzina. Tetapi makna ayat itu adalah nabi Yusuf ingin mendorong istri al Aziz, tetapi beliau diperingatkan oleh Allah agar tidak mendorongnya. Karena jika itu dilakukan, niscaya perempuan itu akan memegang dan merobek baju nabi Yusuf bagian depan dan itu akan menjadi bukti kebenaran perempuan tersebut dan kesalahan nabi Yusuf. Akhirnya beliau membalikkan badan dan berlari menuju pintu, sehingga istri al Aziz memegang dan merobek baju nabi Yusuf bagian belakang, dan itu kemudian menjadi bukti kebenaran nabi Yusuf dan kesalahan istri al Aziz. 

Allah ta'ala berfirman:

فَلَمَّا رَءَا قَمِیصَهُۥ قُدَّ مِن دُبُرࣲ قَالَ إِنَّهُۥ مِن كَیۡدِكُنَّ إِنَّ كَیۡدَكُنَّ عَظِیمࣱ

[Surat Yusuf 26 - 28]

"Ketika suaminya melihat baju nabi Yusuf sobek di bagian belakang maka ia berkata, sesungguhnya ini adalah tipu daya kamu, sungguh tipu daya kamu sangat besar"

*Harus diwaspadai* juga kisah israiliyat yang dialamatkan pada nabi Dawud, bahwa beliau pernah melakukan tipu daya dan pembunuhan terhadap panglimanya dengan cara memerintahkannya pergi pada peperangan yang tidak mungkin akan menang, agar sang panglima mati dan beliau bisa menikahi istri panglimanya tersebut. 

Sungguh amat tidak pantas dilakukan oleh seorang Nabi.

Seandainya itu dilakukan oleh manusia biasa bagaimana hinanya?

3. Dosa kecil yang mengandung unsur kehinaan dan kerendahan jiwa pelakunya, seperti mencuri satu biji anggur, mencuri pandang aurat perempuan dan semacamnya.

Adapun dosa kecil yang tidak mengandung unsur kehinaan jiwa pelakunya maka itu mungkin saja dilakukan oleh seorang Nabi. Seperti yang pernah dilakukan oleh Nabi Adam, yaitu memakan buah dari pohon tertentu di dalam surga. Sehingga dalam Al Qur'an disebutkan:

وَعَصَىٰۤ ءَادَمُ رَبَّهُۥ فَغَوَىٰ

[Surat Tha-Ha 121]

"Dan Adam telah berbuat maksiat (maksiat kecil yang tidak mengandung unsur kehinaan jiwa pelakunya) kepada Tuhannya".

*Dengan catatan*: tidak diketahui oleh umatnya satupun. Jadi harus dipahami dengan baik sifat Amanah ini. 

Semisalnya, di daerah anda ada seorang yg sholeh, dapatkah dipercaya orangnya? Tentu... 

Maka karena itu pula, seluruh Nabi yang maksum dari dosa, maka sudah pasti dapat dipercaya.

Posting Komentar untuk "Makna Bait Ke 11 Nadhom Aqidatul Awamm"