Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jawaban Tuduhan Bathil atas Golongan Anti Tahlilan

Dalam sesi kali ini, Warga NU akan memberikan Jawaban atas berbagai tuduhan yang amat sangat bathil dari golongan yang anti tahlilan.

Nyai Hj Nafisah Sahal Mahfudh, Kajen Pati. Al Fatihah

Mereka, Si Pengingkar tahlilan, seringkali berkata: "Tinggal-kan adat, ikuti-lah syari'at. Karena Nabi tidak mengajarkan prosesi tahlilan?"....

Benarkah demikian??, baik mari kita jawab dengan santun.

Jawab: Prosesi Tahlil atau yang disebut adat tahlilan mempunyai dalil dan hukumnya adalah boleh dalam syariat Islam, oleh karenanya semua acara yang ada dalam prosesi rangkaian tahlilan boleh dilakukan atau diamalkan dan tidak ada satu-pun yang terlarang. Adapun dalil-dalil menjadi sebab bolehnya amalan tahlilan adalah dapat dilihat dalam dalil-dalil tentang istighfar, baik untuk diri sendiri maupun untuk sesama muslim, baik individu maupun muslim secara keseluruhan, yaitu mulai dari Nabi Adam Alaihissalaam. Begitu juga dengan membaca al-Qur’an untuk si mayit, amalan dzikir berjamaah dan juga perkara-perkara yang bermanfaat untuk mayit. Berikut adalah dalil-dalinya:

Dalil Naqli adanya Tahlilan

Firman Allaah sebagai dalil naqli.

وَالَّذِيْنَ جَاءُوْا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (yaitu, kaum Muhajirin dan kaum Anshar), mereka berdoa: Yaa Rabb kami, beri ampun-lah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami.” (QS. al-Hasyr: 10)

Di Ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa doa dan istighfar tersebut baik orang yang masih hidup kepada orang yang masih hidup juga atau untuk orang yang sudah meninggal akan sangat bermanfaat bagi si mayit. Oleh karena itu, acara prosesi tahlilan ini mengandung doa dari seorang muslim terhadap muslim lainnya yang telah meninggal dunia. 

Hadits Nabi

اِقْرَءُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ

yang maknanya adalah “Bacalah surat Yasin untuk mayit (dari saudara) kalian.” (HR Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, al-Hakim, dan Ibnu Hibban)

Karena sesama muslim adalah bersaudara, maka hadits ini jelas menunjukkkan bahwa dengan membaca al-Qur’an secara umum atau secara khusus membaca surat yasin yang diperuntukan kepada si mayit adalah jelas sangat bermanfaat. Sehingga, pada acara prosesi tahlilan yang mengandung bacaan al-Qur’an yang pahalanya dihadiahkan kepada si mayit adalah baik, menjadi tradisi yang baik. Berpikirlah, Jikalau bacaan-bacaan dari al-Qur’an tidak bermanfaat untuk si mayit atau pun pahala bacaan al-Qur’an itu tidak sampai kepada mayit, maka tentunya Rasulullaah shollallaahu alaihi wasallam tidak akan bersabda demikian.

Oleh karena itu, hadits ini adalah bukti dari kebolehannya mendoakan mayit.

Syeikh Mar’i al Hanbali (seorang ulama’ dari kalangan Madzhab Hanbali ternama) mengatakan dalam kitab-nya dalam "Fiqh Hanbali; Ghayah al-Muntaha (1/259-260)", disebutkan:

وَكُلُّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا مُسْلِمٌ وَجَعَلَ بِالنِّيَّةِ – فَلَا اعْتِبَارَ بِاللَّفْظِ – ثَوَابَهَا أَوْ بَعْضَهُ لِمُسْلِمٍ حَيٍّ أَوْ مَيِّتٍ جَازَ وَيَنْفَعُهُ ذَلِكَ بِحُصُوْلِ الثَّوَابِ لَهُ. وَإِهْدَاءُ الْقُرَبِ مُسْتَحَبٌّ حَتَّى لِلرَّسُوْلِ مِنْ تَطَوُّعٍ وَوَاجِبٍ تَدْخُلُهُ نِيَابَةٌ كَحَجٍّ أَوْ لَا كَصَلَاةٍ، وَدُعَاءٍ وَاسْتِغْفَارٍ وَصَدَقَةٍ وَأُضْحِيَةٍ وَأَدَاءِ دَيْنٍ وَصَوْمٍ وَكَذَا قِرَاءَةٌ وَغَيْرُهَا. إهـ

“Dan setiap ketaatan yang dilakukan oleh seorang muslim dan kemudian ia jadikan pahalanya (dengan meniatkan hal itu, yang bisa jadi tidak perlu mengucapkannya dengan lisan) baik semuanya atau sebagian saja untuk sesama muslim yang masih hidup ataupun yang telah meninggal, maka hukumnya adalah boleh dan jelas bermanfaat bagi si mayit sehingga dia memperoleh pahala (khasanah). Menghadiahkan ketaatan juga disunnahkan bahkan kepada Nabi sekalipun, baik itu berupa amalan sunnah, amalan wajib yang bisa digantikan seperti haji atau tidak bisa digantikan seperti shalat, doa, istighfar, sodaqah, kurban, membayar hutang, puasa, demikian pula bacaan al-Qur’an dan lainnya.”

Bahkan Imamnya orang Anti Tahlil, yaitu Ibnu Taimiyah menyebutkan di dalam "Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah (24/324)", disebutkan: “Ibnu Taimiyah ditanya tentang bacaan al-Qur’an keluarga si mayit, tasbih, tahmid, tahlil dan takbir, apabila dihadiahkan kepada mayit, apakah pahalanya sampai atau tidak ?, ia (ibnu taimiyah) menjawab: “Bacaan al-Qur’an mereka, tasbih, takbir dan semua dzikir mereka semua apabila mereka hadiahkan untuk mayit, maka pahalanya akan sampai kepadanya.”.

Apa yang menjadi kalian tidak mengakui kebenaran ini?

Ini adalah bukti bahwa, Imam kalian, Ibnu Taimiyah secara tidak langsung menyiratkan menyetujui untuk beramal dengan tahlilan untuk si mayyit. Jadi, prosesi Tahlilan itu intinya mendoakan si mayyit dan memberikan pahala bacaaan tersebut kepada si mayyit.

Dalil Aqli adanya Tahlilan

Seandainya manusia mati lalu dikuburkan begitu saja tanpa di doakan sama sekali, maka apa bedanya manusia dengan hewan? Jika Anda pernah sholat jenazah, pada takbir ke 3 atau 4 apa yang kalian baca? bukankah itu juga untuk mendoakan si mayyit??

Adalagi yang membantah seperti ini:

Si Anti tahlil berkata: "Kalau Tahlilan itu sesuai dengan syari'at dan mendapatkan pahala, tentunya Nabi, putra Nabi, Istri Nabi, sahabat Nabi dan para imam ketika setelah wafat akan diadakan perayaan tahlilan, tetapi faktanya tidak ada satupun ??!!

Jawabannya: "Rasulullaah shollallaahu alaihi wasallam tidak melakukannya, namun APAKAH Rosulullaah MELARANGNYA??" Mana larangan dari tahlilan?

Jika mereka Anti tahlil mengatakan: "Rasulullah melarangnya secara umum ketika beliau bersabda: 

َكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ 

Maka kita jawab: "Bukankah Rasulullaah juga telah bersabda:

 (مَنْ سَنَّ فِى الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ ) !.  

Lalu kemudian adakah qaedah syara’ yang mengatakan: 

(مَا لَمْ يَفْعَلْهُ الرَّسُوْلُ بِدْعَةٌ مُحَرَّمَةٌ) 

“Apa yang tidak dilakukan oleh Rasulullaah adalah bid’ah yang diharamkan” ?!. maka pasti jawabannya: Tidak ada. 

Apakah sesuatu yang dianggap boleh atau sunnah baru setelah Rasulullaah melakukannya sendiri !. Apakah kalian mengira bahwa Rasulullaah telah melakukan semua perkara yang boleh ?!. 

Sudah diketahui bahwa Nabiyullah Muhammad Shollallaahu Alaihi Wasallam sebagai manusia biasa tidak mungkin bisa melakukan semua hal yang mubah (diperbolehkan). Bahkan Rasulullaah tidak melakukan semua yang telah beliau anjurkan, melainkan beliau hanya mencukupkan dengan menyampaikan anjuran-anjuran umum. Hal ini dikarenakan kesibukan beliau yang menghabiskan sebagian besar waktu belau seperti berdakwah, mendebat orang-orang musyrik dan ahli kitab, memerangi orang-orang kafir, melakukan perjanjian damai dan kesepakatan gencatan senjata, menerapkan hudud, mempersiapkan dan mengirim pasukan perang, mengirim para penarik zakat, menjelaskan hukum-hukum dan lainnya. 

Jadi orang yang mengharamkan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabiyullah adalah orang yang tidak memahami keadaan Rasulullaah dan tidak memahami qaedah-qaedah agama. 

Begitu juga para sahabat dan para imam, mereka sibuk dengan urusan dakwah sehingga mereka tidak melakukan prosesi tahlilan.

Lalu ada lagi mencari cari begini:

Si Anti Tahlilan berkata: "Berkumpul di tempat mayyit dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayyit termasuk Niyahah (meratapi mayit) yang dilarang !!"

Jawabannya: "Menghidangkan makanan yang dilakukan oleh keluarga mayyit untuk orang yang datang berta’ziyah atau menghadiri undangan untuk membaca al-Qur’an adalah boleh karena itu termasuk Ikram adh-Dhuyuf (menghormati para tamu). Dan dalam ajaran Islam ini adalah sesuatu perkara yang sangat dianjurkan. 

Kemudian yang dari hadits Jarir ibn Abdillah al-Bajali bahwa ia mengatakan:

كُنَّا نَعُدُّ الْإِجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيْعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنَ النِّيَاحَةِ (رواه أحمد بسند صحيح)

Maknanya: “Kami di masa Rasulullaah menganggap berkumpul di tempat mayyit dan membuat makanan setelah dikuburkannya mayyit sebagai Niyahah (meratapi mayit yang dilarang oleh Islam).”

Maksud dari hadits tersebut adalah jika keluarga mayyit membuat makanan tersebut untuk dihidangkan kepada hadirin dengan tujuan AL-FAKHR; (yaitu berbangga diri supaya orang yang hadir mau mengatakan bahwa mereka (keluarga mayyit) adalah keluarga pemurah dan dermawan. Atau juga makanan tersebut disajikan kepada para perempuan yang hadir agar mau menjerit-jerit, mau meratapi si mayyit sambut menyebut-nyebut semua kebaikan yang telah dilakukan si mayyit di masa hidupnya. Acara semacam ini adalah acara orang-orang di masa jahiliyah, mereka yang tidak beriman kepada adanya akhirat. Yang semacam inilah disebut Niyahah. Dan jelas ini dilarang oleh Nabi. 

Akan tetapi, keluarga yang ditinggalkan si mayyit membuat makanan ini adalah dalam rangka menghormati para pentakziyah, menghormati tamu. Dan juga sebagai bentuk sedekah yang pahalanya ditujukan kepada si Mayyit dan keluarga yang ditinggalkan adalah meminta pertolongan untuk didoakan dan dibacakan al Qur'an yang pahalanya diperuntukan kepada si Mayyit. Maka hal ini jelas diperbolehkan. Tidak terlarang sama sekali.

Jadi, jangan mau dipecah belah hanya mereka tidak suka. Mari kita Tahlilan. Bacakan al Qur'an untuk keluargamu. Anda dibesarkan oleh orang tuamu, tetapi kalian malah lupa mendoakan kepada orang yang telah melahirkanmu. Orang tuamu, kakek nenekmu dan saudara-saudaramu. 

Semoga Allah senantiasa memberikah hidayah, taufiq dan inayah-Nya kepada kita sehingga kita senantiasa berada dalam ridha-Nya, aamiin.

Posting Komentar untuk "Jawaban Tuduhan Bathil atas Golongan Anti Tahlilan"