Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hari Raya Kupatan

Ketika sudah menjalani puasa di bulan ramadhan secara penuh, maka disunnah-kan puasa juga selama 6 hari di bulan syawwal. Puasa sunnah syawwal ini juga statusnya sunnah muakkad, yaitu sangat penting sampai-sampai ketika orang yang menjalaninya diberi pahala sederajat dengan pahala puasa satu tahun penuh. 

jadi orang yang menjalani puasa ini harus selesai kewajibannya dalam berpuasa ramadhan secara penuh dan baru kemudian puasa sunnah syawwal selama 6 hari. 

Lalu bagaimana jika ia mempunyai hutang puasa ramadhan? 

Maka orang itu harus mengqodlo puasa setelah lebaran selama hari yang ditinggalkan. dan Apabila ia diniatkan dengan puasa sunnah maka boleh saja. 

Hukum mengumpulkan dua niat puasa wajib ramadhan dalam mengqodlo dan puasa sunnat enam syawwal, maka itu ada perbedaan pendapat ulama' ahlissunnah wal jama'ah:

في فتاوى الرملي من الشافعية، فإنه سئل عن شخص عليه صوم من رمضان يريد قضاءه في شوال، هل يحصل له قضاء رمضان وثواب ستة أيام من شوال، وهل في ذلك نقل؟ فأجاب: بأنه يحصل بصومه قضاء رمضان وإن نوى به غيره، ويحصل له ثواب ستة من شوال، وقد ذكر المسألة جماعة من المتأخرين. انتهى من (فتاوى الرملي)
وفي شرح التنبيه للحافظ السيوطي: من فتاوى البارزي فإنه قال: "لو صام في يوم عرفة مثلا قضاء أو كفارة أو نذرا ونوى معه الصوم عن عرفة صح وحصلا معا، وكذا إن أطلق"، لكن الإسنوي حكاه وقال إنه مردود والقياس أنه لا يصح في صورة التشريك واحدٌ منهما، وأنه يحصل الفرض فقط في صورة الإطلاق" اهـ 
قال بعض الفقهاء: وهذا المعتمد، وإذا جعل القضاء وحده والستة وحدها كان أفضل، والله أعلم 

Al-Ramly Al-Syafieyy dalam fatwanya ketika ditanya tentang puasa Qadha pada bulan Syawwal, adakah boleh mengqadha puasa wajib dan juga puasa 6?
Jawapannya: Maka boleh dan berhasil puasa qadha tersebut walau disertakan niat yang lain dan hasil juga pahala puasa enam sebagaimana dinuklkan oleh golongan mutaakhirin.(Fatawa al-Ramly). 
Dan di dalam syarah Tanbih oleh Al Hafiz al suyuti dia berkata: fatawa Al Barizi: Jika seseorang yang berpuasa 'arafah dengan berniat juga puasa qadha atau kaffarah atau nazhar maka sah dan berhasillah kedua-dua puasa tersebut. 
Akan tetapi Imam Al Isnawi menyatakan: tertolak pendapat ini, kerana berdasarkan qias tidak sah digabungkan niat puasa fardhu dan sunat Dan hanya puasa fardhu sahaja yang sah dan berhasil jika mengitlaqkan niat.
Kata setengah 'ulama' yang besar Inilah (pendapat al Isnawi) yang muktamad. Maka yang afdhal asingkan puasa qadha daripada puasa enam syawwal.

Jadi, seperti kebiasan para ulama terdahulu bahwa setelah bulan ramadhan akan dilaksanakan pula puasa di hari ke 2 syawal sampai hari ke 7 (selama 6 hari) di bulan syawal tersebut untuk menggapai ridlo Allah Ta'ala dan mendapatkan pahala puasa selama setahun.

Nah dari kebiasan inilah, pada hari ke 8 syawal diselenggarakan hari raya Kupatan untuk wilayan Negara Indonesia, terutama pulau jawa. Sehingga hari ke 8 inilah dinamakan Hari Raya Kupatan.

Kata kupatan berasal dari kata kupat (Indonesia: Ketupat) yang tercerap dari kata bahasa jawa "ngaku lepat"; yang artinya mengaku bersalah. Kupat merupakan makanan khas Idul Fitri yang ada di Indonesia. 

Seluruh umat Islam sepakat meyakini, hanya para Nabi dan Rosul, serta malaikat-lah yang ma'shum. Bahkan sehebat apapun para awliyaa tetap tidak mampu melampaui batas kemaksuman para Nabi. 
Menurut keyakinan Ahlussunah, karena benar-benar konsekuen menjalankan seluruh yang wajib, menjauhi yang dilarang, dan istiqomah dalam ibadah sunah walaupun satu macam ibadah, maka terangkat-lah derajat mereka menjadi wali, seorang Kinasih (orang yang dikasihi) Allah. Walaupun sah sah saja dalam pandangan syariat dan bisa terjadi dalam kehidupan nyata mereka melakukan maksiat pada masa hidup mereka. Namun mereka segera bertaubat. Pada titik inilah para wali terbedakan dari para Nabi dan Rasul. Karenanya, derajat seluruh para wali di dunia ini tidak akan mengungguli derajat walaupun seorang nabi saja.

Dan yang membedakan waliyullooh dari manusia biasa adalah terjaminnya mereka terhindar dari ucapan, perbuatan dan keyakinan kufur selama hidupnya dari mulai aqil baligh hingga ajal menjelang. Mereka tetap tidak boleh disamakan dengan khalayak manusia kebanyakan sebagai buah keistiqomahan ibadah yang telah mereka capai dalam tiga hal di atas. 

Sementara beras, sebagai bahan utama makanan khas orang Jawa melambangkan nafsu duniawi kebanyakan manusia. Hanya segumpal tanah yang menyumbat mulut ketika dikuburkan saja yang mampu menghentikan mereka yang tamak. 

Kompleksitas masyarakat Nusantara-Jawa khusus nya-- dapat disimbolkan dengan simpul-simpul anyaman janur (daun muda pohon kelapa) yang tampak rumit bagi siapapun yang belum pernah membuat anyaman ketupat itu. Namun bagi yang sudah bisa membuat ketupat, maka anyaman itu adalah harmoni yang indah, yang jika salah satu kali saja akan merusak ke-solid-an anyaman. 
Janur pada kupat yang menjuntai membentuk tali adalah sebuah qiasan dari silaturahim; ikatan tali persaudaraan yang harus dijaga agar senantiasa kuat dan terpelihara. 

Betapa indahnya jika manusia  tercerahkan, tersinari dan menyambut atas 'datangnya nur' (Arab: Jaa'a Nuur; Janur). 

Luar biasanya, adalah ketika orangtua kita dahulu menyebutkan datangnya Hidayah Tuhan (Nuur= Hidayah-Petunjuk Nya) dengan redaksi fi'il madli yang dalam sastra Arab bermakna pasti (tahaqquq). Secara literal, janur berarti Ja'a Nur yang artinya telah datang sebuah hidayah, namun yang dikehendaki adalah benar benar datang. Hidayah adalah sesuatu yang pasti datang nya pada mereka yang mendapatkan anugerah-Nya. Sebagai pengarah dan penuntun yang pasti, tak ada keraguan di dalam nya untuk menuju kebahagiaan di dunia dan --utamanya-- akhirat bagi seorang mukmin. 

Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Posting Komentar untuk "Hari Raya Kupatan"