Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puasa 6 Hari Bulan Syawal

 Setelah puasa ramadhan sebulan penuh, kita disunnahkan untuk melakukan puasa 6 hari di bulan syawal setelah idul fitri. Puasa 6 hari di bulan syawal ini tidak harus berturut-turut. Kita bisa melakukan puasa mulai tanggal 2 sampai tanggal syawal. Boleh dilakukan berturut-turut atau 6 hari secara acak. 


Boleh dilakukan secara acak asalkan 6 hari dan masih di bulan syawal.

Fadhilah Puasa 6 Hari di Bulan Syawal

Adapun fadlilahnya puasa 6 hari di bulan syawal adalah mendapatkan pahala sebagaimana puasa 1 tahun penuh. 

Dari guru Kami Asy-Syaikh Al-Habib Salim Alwan Al-Husaynii: Dari sahabat Abu Ayyub Al-Anshary Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Barang Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan lalu ia lanjutkan 6 hari di bulan Syawwal maka seakan-akan ia telah berpauasa Setahun" [H.R. Muslim].

Guru Kami Asy-Syaikh Thariq Al-Lahham menjelaskan:

"Sebagian Ulama memberi keterangan kenapa puasa-puasa ini di anggap bagaikan puasa satu tahun, ini dikeranakan satu amalan kebaikan itu di beri kelipatan pahala paling minimal sepuluh kali lipat, maka jika Ramadhan 30 hari, dan di lanjutkan puasa 6 hari bulan Syawwal lalu 36 di kalikan 10, hasilnya akan menjadi 360, dan ini adalah jumlah hari paling banyak dalam setahun dengan hitungan bulan Qamariyah, ini lah yang menjadikan puasa-puasa tersebut bagaikan puasa setahun.

Hitungan 6 hari tersebut di bulan Syawwal tidak termasuk tanggal 1 Syawwal, karena tidak diperbolehkan puasa hari tersebut.


Hal ini sebagaimana dikatakan para ulama, mengatakan:

"Romadlon itu sebulan, sedangkan kebaikan itu dilipat gandakan menjadi 10 kali lipat. Maka 1 bulan × 10 = 10 bulan. Kemudian puasa 6 hari di bulan Syawal dikali 10 = 60 hari atau setara dengan dua bulan. Oleh karena itu, maka 10 bulan + dua bulan = 12 bulan (satu tahun)". Inilah fadhilah jika puasa kita ramadhan ditambah dengan 6 hari di bulan syawal.

Puasa 6 Hari Bulan Syawal Menurut Mazhab Maliki

Kebiasaan puasa 6 hari di bulan syawal ini sudah sejak dari zaman nabi, sahabat dan generasi salah hingga orang-orang shalih sampai hari ini. Sehingga menjadi tradisi puasa 6 hari di Bulan syawal tersebut. Namun dalam ilmu fiqh itu dapat membuka ruang terjadinya perbedaan pendapat. 

Menurut Mazhab Syafi’i yang dianut di Nusantara menyatakan bahwa puasa 6 hari bulan syawal adalah puasa sunnah. Akan tetapi menurut Mazhab Imam Malik (gurunya Imam Syafi'i) berpendapat lain. 

Ibn Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid menjelaskan:

‎وأما الست من شوال، فإنه ثبت أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال: «من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر» إلا أن مالكا كره ذلك، إما مخافة أن يلحق الناس برمضان ما ليس في رمضان، وإما لأنه لعله لم يبلغه الحديث أو لم يصح عنده وهو الأظهر

Artinya: “Adapun mengenai puasa 6 hari di bulan Syawal telah ditetapkan berdasarkan Hadis Nabi, ‘Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan lalu diikuti dengan 6 hari di bulan Syawal, seperti puasa selamanya.’ Akan tetapi Imam Malik meyatakan ini makruh, baik karena orang akan menganggapnya sebagai bagian dari Ramadhan atau riwayat Hadis di atas tidak sampai pada Imam Malik, atau beliau tampaknya tidak menganggap riwayat itu sahih”


Ada keterangan tambahan dalam kitab Fiqh al-‘Ibadat ‘ala Mazhab Maliki

‎يكره صوم ست من شوال لمن كان يقتدى به، إن صامها متتابعة ومتصلة بيوم العيد وأظهر صومها لكي لا يعتقد العامة وجوبها، أما إن اختل شرط من هذه الشروط فلا يكره صومها.

Jadi, Alasan kemakruhannya itu dikarenakan selesai Ramadhan, langsung disambung dengan puasa Syawal setelah hari raya, sehingga akan ada yang seolah menganggap sebagai sebuah kewajiban yang berkesinambungan. Akan Tetapi kalau puasa Syawalnya tidak langsung selepas Ramadhan, namun ada jeda dan masih di bulan Syawal maka ini tidak makruh.

Imam al-Qarafi, salah seorang ulama besar dari kalangan mazhab Maliki, dalam kitab karyanya adz-Dzakhirah [Juz 2, halaman 530] juga menyebutkan dan menjelaskan alasan yang sama bahwa Imam Malik ini mengkhawatirkan ada orang jahil/bodoh yang menganggap puasa Syawal itu kelanjutan dari puasa Ramadhan. Apalagi istilah kata puasa dahr atau puasa selamanya dalam hadis di atas bisa dipahami orang awam sebagai puasa terus menerus. Padahal yang dimaksudkan adalah hanya pahalanya seperti puasa terus menerus. Sikap kehati-hatian Imam Malik ini begitu menaruh perhatian terhadap orang bodoh. Sehingga tepat jika orang beramal tanpa ilmu (bodoh) maka akan sia-sia.

Mendahulukan yang Fardhu daripada Sunnah

Syariat Islam mengajarkan pemeluknya agar selalu menjaga kualitas keimanan dan ketaqwaan agar terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Karenanya, disamping ibadah fardlu ada ibadah-ibadah yang hukumnya sunnah. Ibadah fardlu, maka wajib didahulukan dari pada yang sunnah, dan ibadah sunnah menjadi penyempurna ibadah fardlu. 

Ada shalat sunnah rawatib yang menyertai shalat fardlu, ada infaq dan sedekah yang sunnah disamping kewajiban zakat, begitu pula ada haji dan umroh yang sunnah setelah haji dan umroh yang fardlu. 

Dalam ibadah puasa juga terdapat puasa sunnah, seperti puasa senin dan kamis, puasa arafah, puasa asyura’, puasa tiga hari pada setiap pertengahan bulan hijriyah tanggal 13,14 dan 15 yang dikenal dengan "ayyaamul biydl" dan lain-lain. Setelah puasa ramadlan ada puasa sunnah 6 hari pada bulan syawwal. Puasa 6 hari di bulan syawwal adalah dapat berperan menjaga kualitas ketaqwaan yang telah meningkat selama sebulan ramadlan, agar tidak menurun drastis. 

Seyogyanya segala amal kebaikan yang telah dimulai pada bulan ramadlan tetap dijaga, terutama puasa. Karena kewajiban utama pada bulan ramadlan adalah puasa. Akan tetapi, jika ada puasa ramadhan yang tertinggal, maka niatkan puasa qadla ramadhan terlebih dahulu daripada puasa sunnah ini. 

قَاعِدَةٌ مُهِمَّةٌ: مَنْ شَغَلَهُ الْفَرْضُ عَنِ النَّفْلِ فَهُوَ مَعْذُوْرٌ وَمَنْ شَغَلَهُ النَّفْلُ عَنِ الْفَرْضِ فَهُوَ مَغْرُوْرٌ

Kaedah Penting: 

“Barangsiapa yang disibukkan dengan hal-hal yang fardhu dari hal-hal yang sunnah (sehingga tidak sempat melakukannya) maka dia (dianggap) ma’dzur (diterima alasannya dan dimaklumi), dan barangsiapa yang disibukkan dengan hal-hal yang sunnah dari yang fardhu (sehingga dia tidak melaksanakannya) maka dia adalah orang yang tertipu.” (dituturkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Syarah al-Bukhari).

Oleh karena itu, Puasa 6 Hari Bulan Syawal ini akan bernilai sunnah dan banyak pahala bagi orang yang telah menjalan puasa ramadhan penuh. Namun bagi orang yang berpuasa ramadhan ada yang tertinggal, maka niatkan puasa qadla ramadhana terlebih dahulu sampai benar benar terbayarkan puasa ramadhannya yang telah ditinggalkan.

Posting Komentar untuk "Puasa 6 Hari Bulan Syawal"