Kewajiban Hati: Iman Kepada Allah Dan Rasul-Nya
Di dalam hati kita terdapat kewajiban yang harus ada dalamnya. Apa Itu? yaitu Iman Kepada Allah dan Rasul-Nya. dalam kitab Sullamut Taufiq disebutkan bahwa:
قَالَ المُؤَلِّفُ رَحِمَهُ اللّٰه: مِنَ الواجِباتِ القَلْبِيَّةِ: الإيمانُ بِاللهِ، وبِما جاءَ عَنِ اللهِ، والإيمانُ بِرَسُولِ اللهِ، وبِما جاءَ عَنْ رَسُولِ اللهِ ، والتَّصْدِيقُ ، واليَقِينُ ، والإخْلاصُ وهو العَمَلُ للهِ وَحْدَهُ،
"Di antara kewajiban hati adalah iman kepada Allah dan sesuatu yang datang dari-Nya, Iman kepada Rasulullah dan sesuatu yang datang darinya serta membenarkanya"
Penjelasan:
Hati adalah Amirul Jawarih (Pemimpin dari seluruh anggota badan yang lain). Jika hati baik maka baik pula seluruh anggota badan yang lain. Jika hati buruk maka buruk pula seluruh anggota badan yang lain. Karena apa yang dilakukan oleh anggota badan yang lain mengikuti apa yang diperintahkan oleh hati.
Di antara kewajiban hati adalah iman kepada Allah dan sesuatu yang datang dari Nya. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kewajiban yang paling pokok dan amal perbuatan yang paling utama
Rasulullah ketika ditanya tentang amal perbuatan yang paling utama, beliau bersabda:
إيمان بالله ورسوله
"Amal perbuatan yang paling utama adalah iman kepada Allah dan Rasulnya"
Karena iman adalah syarat diterimanya amal sholeh. Amal shalih dan perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia tanpa didasari oleh iman maka tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa taala. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَمَنْ يَّعْمَلْ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُ ولٰٓئِكَ يَدْخُلُوْنَ الْجَـنَّةَ وَلَا يُظْلَمُوْنَ نَقِيْرًا
"Dan barang siapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dan dia adalah Mukmin (orang beriman), maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 124)
Ayat ini menjelasakan bahwa amal shalih akan berpahala dan diterima oleh Allah manakala dilakukan oleh mukmin (orang beriman), jika dilakukan yang tidak mukmin maka tidak diterima.
Amal shalih sebesar apapun, misalnya jihad, shalat, membangun masjid, membangun pondok pesantren, jika yang melakukannya adalah orang yang tidak beriman dengan iman yang benar maka tidak diterima oleh Allah subhanahu wa ta'ala. Sebaliknya jika yang melakukannya adalah orang yang beriman maka amal shalih sekecil apapun akan berpahala jika diniatkan karena Allah. Misalnya menyingkirkan batu dari tengah jalan, mengucapkan salam kepada saudara sesama muslim.
Karena iman adalah kunci syurga dan penyelamat dari keabadian di neraka. Sebanyak apapun dosa yang dilakukan seseorang jika dia beriman maka dia akan masuk surga dan tidak akan abadi di dalam neraka. Seandainya seseorang masuk neraka karena dosa-dosa yang dilakukannya sangat banyak dan Allah tidak mengampuni dosa-dosanya tersebut maka orang tersebut jika dia beriman pada akhirnya tetap akan keluar dari neraka dan masuk kedalam surga-Nya.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ إيِمَان
"Akan keluar dari neraka orang yang mengatakan: tidak ada yang disembah dengan benar selain hanya Allah dan di dalam hatinya ada sebiji sawi dari keimanan" HR al Bukhari
Orang-orang yang diberikan keimanan yang benar pertanda bahwa Allah mencintainya (menghendaki kebaikan untuknya). Dalam hadits disebutkan:
إِنَّ ٱللَّهَ يُعْطِي ٱلْمَالَ لِمَن يُحِبُّ وَلِمَن لَّا يُحِبُّ وَلَا يُعْطِي الْإِيمَانَ إِلَّا لِمَنْ يُحِبُّ
“Sesungguhnya Allah memberikan harta kepada orang yang Ia cintai (dikehendaki kebaikan) dan kepada orang yang tidak Ia cintai, dan tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Ia cintai (dikehendaki kebaikan)”
Nikmat Iman tidak ternilai dibandingkan dengan nikmat-nikmat yang lain sama sekali, sehingga dikatakan:
“مَن أُعطِيَ الدُّنيَا وَلَم يُعطَ الإِيمَانَ فَكَأَنَّمَا مَا أُعطِيَ شَيئًا، وَمَن أُعطِيَ الإِيمَانَ وَلَم يُعطَ الدُّنيَا فَكَأَنَّمَا مَا مُنِعَ شَيئًا”.
"Barangsiapa diberikan kehidupan dunia (harta benda, pangakat, jabatan) tetapi tidak diberikan keimanan oleh Allah maka seakan-akan dia tidak diberi apa-apa oleh Allah sama sekali. Barangsiapa diberikan nikmat Iman tetapi tidak diberikan kehidupan dunia (harta benda, pangakat, jabatan) maka seakan-akan dia diberi segala-galanya (karena ia akan masuk surga dengan keimanannya)".
Keimanan yang menyelamatkan seseorang dari keabadian di Neraka adalah keimanan yang benar sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihiwasallam dan para sahabatnya yaitu keimanan berdasarkan aqidah ahlussunnah Waljamaah, bukan hanya sekedar seseorang mengklaim telah beriman kepada Allah berdasarkan aqidah yang rusak serta pengetahuan kepada Allah yang tidak benar.
Penting bagi kita untuk mempelajari tentang iman yang benar karena iman tentang adanya Allah baru akan benar apabila didasari oleh pengenalan kepada Allah (ma'rofatullah) dengan pengenalan yang benar. Jika pengenalan kepada Allah tidak benar maka imannya juga tidak akan benar. Karena Keyakinan artinya adalah Ridho terhadap apa yang diketahui. Jika yang diketahui itu adalah sesuatu yang keliru maka berarti meridhoi sesuatu yang keliru. Jika yang diketahui itu adalah sesuatu yang benar maka berarti meridhoi sesuatu yang benar.
Jika pengenalan (pengetahuan) seseorang kepada Allah sudah benar kemudian dia ridha terhadap itu maka keyakinannya telah benar. Jika pengenalan (pengetahuan) seseorang kepada Allah salah, maka keyakinannya juga salah.
Iman kepada Allah artinya keyakinan yang mantap tanpa ragu terhadap adanya Allah sesuai dengan sifat-sifat yang layak bagi-Nya, menetapkan adanya Allah tanpa disifati dengan sifat makhluk, tanpa ukuran dan Allah ada tanpa tempat.
Allah ta’ala berfirman:
( لَیۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَیۡءࣱۖ )
[Surat Asy-Syura 11]
"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah baik dari satu segi maupun semua segi"
Adanya Allah tidak seperti sesuatu yang ada selain Allah. atau memiliki warna, atau berada pada tempat tertentu, karena semua itu adalah sifat-sifat benda (makhluk). Allah adalah Khaliq (Sang Pencipta) tidak di sifati dengan sifat Makhluk (ciptaan).
Allah bukan benda yang bisa dipegang dengan tangan (jism Katsif), seperti meja, tembok dll. Allah juga bukan benda yang tidak bisa dipegang dengan tangan (jism lathif), seperti angin, cahaya, kegelapan. Allah sama sekali bukan benda dan tidak disifati dengan sifat benda.
Sifat benda misalnya:
Semua benda memiliki bentuk ukuran (terkecil, kecil, sedang, besar, terbesar).
Allah bukan benda yang memiliki ukuran, atau memiliki bentuk, karena semua itu adalah sifat-sifat benda.
Semua benda berada pada tempat dan arah.
Tempat adalah ruang kosong yang dipenuhi benda. Setiap yang bertempat pasti benda. Berada pada tempat dan arah adalah sifat makhluk (ciptaan), sedangkan Allah adalah Khaliq (Sang Pencipta), maka Allah tidak disifati dengan sifat makhluk.
Tidak boleh dikatakan bahwa Allah bertempat diatas Arsy, atau bertempat diatas langit, atau bertempat dibumi, atau bertempat dimana mana. Orang yang mengatakan Allah bertempat berarti ia telah mensifati Allah dengan sifat makhluk, ia telah menyerupakan Allah dengan makhluk.
Tempat adalah makhluk yang Allah ciptakan. Allah telah ada sebelum tempat ada. Sebelum Allah menciptakan langit, bumi, Arsy dan tempat-tempat lainnya, Allah ada tanpa tempat-tempat tersebut.
Rasulullah ﷺ bersabda:
كان الله ولم يكن شىء غيره
Maknanya:"Allah ada (tanpa permulaan), dan tidak ada sesuatupun selain-Nya". [H.R al-Bukhari]
Setelah langit, bumi, Arsy dan tempat-tempat lainnya diciptakan oleh Allah, Allah tidak berubah, Allah tetap ada tanpa tempat.
Sayyidina Ali bin Abi Tholib Radliyallahu 'anhu, menantu Rasulullah, Khalifah keempat, sahabat yang paling luas ilmunya, dijuluki sebagai Mishbah at Tauhid (lampunya tauhid), beliau berkata:
«كَانَ اللَّهُ وَلاَ مَكَانَ وَهُوَ الآنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ».
"Allah ada (tanpa permualaan sebelum terciptanya makhluk) dan tidak ada tempat dan Dia sekarang (setelah terciptanya tempat) tetap seperti semula (Allah Ada tanpa tempat)"
(Diriwayatkan oleh imam Abu Manshur al Baghdadi dalam kitab al Farqu Bain al Firaq)
Allah tidak disifati dengan sifat berubah. Karena berubah adalah tanda terbesar bahwa sesuatu itu makhluk. Sesuatu yang berbubah membutuhkan kepada yang mengubahnya. Membutuhkan kepada yang lain adalah sifat makhluk.
Keyakinan ahlussunnah Waljamaah adalah Allah ada tanpa tempat. Ini adalah keyakinan yang benar, dan tidak boleh dilepaskan.
Hati-hati dengan keyakinan menyimpang kelompok Wahhabi. Mereka meyakini Allah bertempat. Terkadang mereka mengatakan Allah bertempat diatas langit, terkadang mereka mengatakan Allah bersemayam diatas Arsy. Padahal langit dan Arsy adalah dua makhluk yang berbeda. Mereka menyerupakan Allah dengan makhluk. Mereka menyerupakan Allah dengan benda. Karena setiap yang bertempat pasti berupa benda (makhluk).
Setiap yang bertempat pasti punya ukuran, tidak lepas dari 3 kemungkinan, yaitu:
- Adakalanya berukuran sama dengan tempatnya
- Adakalanya berukuran lebih kecil dari tempatnya
- Adakalanya berukuran lebih besar dari tempatnya.
Berarti orang yang meyakini bahwa Allah bertempat tidak mengenal Allah.
Allah subhanahuwata'ala Ia memang tidak bisa difikirkan, tidak bisa dibayangkan dan tidak bisa dikhayalkan. Ini adalah untuk diketahui dan diimani tidak untuk dibayangkan karena memang akal kita tidak bisa menjangkau Allah. Oleh karena itu dilarang untuk memikirkan Dzat Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا فِكْرَةَ فِي الرَّبِّ
"Tidak boleh berfikir tentang Dzat Allah".
Kita hanya boleh memikirikan tentang makhluk Allah Ta’ala karena hal itu akan menambah keyakinan kita bahwa Allah Ta’ala maha kuasa atas segala sesuatu. Ibnu ‘Abbas mengatakan:
تَفَكَّرُوْا فِي خَلْقِ اللهِ وَلَا تَتَفَكَّرُوْا فِي ذَاتِ اللهِ. رواه البيهقي
Maknanya: “Berfikirlah tentang makhluk Allah dan jangan kamu memikirkan tentang Dzat Allah Ta’ala” (H.R. al Baihaqi).
Maka yang terpenting adalah Allah tidak serupa dengan makhluk.
Jika makhluk berupa benda maka Allah bukan benda. Jika makhluk bertempat maka Allah tidak bertempat. Jika makhluk memiliki bentuk dan ukuran maka Allah tidak memiliki bentuk dan ukuran. Jika makhluk berada pada arah maka Allah tidak berada pada arah (tidak dikanan, tidak dikiri, tidak didepan, tidak dibelakang, tidak diatas, tidak dibawah). Jika makhluk memiliki dimensi maka Allah tidak memiliki dimensi. Jika makhluk memiliki anggota badan maka Allah tidak memikiki anggota badan. Selesai sampai disitu tidak usah difikirkan dan dikhayalkan.
Kaedah penting:
لَا يَعْلَمُ حَقِيقَةَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱللَّهُ
"Tidak ada yang mengetahui hakikat Allah kecuali hanya Allah".
Imam Ahmad ar-Rifai radliyallahu anhu, perintis dan pendiri tarekat Rifaiyyah yang memiliki karamah luar biasa yang tidak dimiliki oleh wali wali Allah yang lain yaitu ketika beliau berziarah ke makam Rasulullah lalu tangan mulia Rasulullah keluar dari kuburnya kemudian dicium oleh Sayyidina Ahmad Rifai dan disaksikan oleh ribuan orang karena pada saat itu musim haji. Beliau menegaskan :
غَايَةُ الْمَعْرِفَةِ باللهِ الإيْقَانُ بوجودِهِ تَعَالى بلَا كَيْفٍ وَلَا مَكَانٍ
“Puncak pengetahuan (ma'rifat) hamba terhadap Allah adalah dengan meyakini adanya Allah taala tanpa disifati dengan sifat-sifat makhluk dan tanpa tempat.”
Artinya batas akhir yang bisa dicapai oleh seorang hamba dalam mengenal Allah adalah meyakini secara pasti tanpa keraguan sedikit pun akan adanya Allah tanpa disifati dengan sifat-sifat makhluk dan tanpa tempat.
Sayyidina Abu Bakr as Shiddiq Radliyallahu 'anhu, seorang wali Allah yang paling mulia dari kalangan manusia, beliau berkata:
الْعَجْزُ عَنْ دَرَكِ الإِدْرَاكِ إِدْرَاكٌ وَالْبَحْثُ عَنْ ذَاتِهِ كُفْرٌ وَإِشْرَاكُ
"Merasa lemah dari mengetahui hakikat Allah adalah keimanan. Dan mencari cari hakekat dzat Allah dengan cara membayangkan Nya adalah kekufuran dan kesyirikan"
Seseorang yang berusaha mengetahui hakekat Allah dengan cara membayangkan dan menggambarkan Allah, maka dia akan jatuh pada kekufuran dan kesyirikan. Karena semua yang ada dalam bayangan dan gambaran manusia adalah benda, dan orang yang meyakini bahwa Allah benda berarti telah menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya.
Al Imam Dzun Nun al Mishri rahimahullah dan lainnya berkata:
مهما تصورت ببالك فالله بخلاف ذلك
"Apapun yang tergambar dalam hatimu tentang Allah, maka Allaah berbeda dengan itu (tidak seperti yang tergambar)".
Akal manusia terbatas hanya bisa memikirkan benda (makhluk) saja. Akal manusia tidak bisa memikirkan sesuatu yang bukan benda yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Bahkan di antara makhluk ada yang tidak bisa kita bayangkan dengan akal kita, akan tetapi kita harus beriman dan meyakini adanya. Yaitu bahwa cahaya dan kegelapan keduanya dulu tidak ada. Allah ta'ala berfirman :
[وجعل الظلمات والنور] (سورةالأنعام : 1)
Maknanya:"… dan yang telah menjadikan kegelapan dan cahaya"_ (Q.S. al An'am: 1), yakni menjadikan kegelapan dan cahaya setelah sebelumnya tidak ada.
Tidak ada satupun di antara kita yang bisa membayangkan pada dirinya bagaimana ada suatu waktu atau masa yang berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan di dalamnya (karena kegelapan dan cahaya belum diciptakan Allah)!. Meski demikian kita wajib beriman dan meyakini bahwa telah ada suatu masa yang berlalu tanpa ada cahaya dan kegelapan. Suatu kondisi tidak ada cahaya dan kegelapan sekaligus maka tidak bisa dibayangkan akal manusia.
Dalam sebuah riwayat disebutkan:
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
"Barangsiapa yang mengenal dirinya sebagai makhluk, maka dia akan mengenal Allah yang tidak serupa dengan makhluk".
Termasuk iman kepada Allah adalah membenarkan semua yang disampaikan Allah dalam Al Qur'an, tidak boleh mendustakannya .
Iman kepada Rasulullah artinya keyakinan yang mantap tanpa ragu bahwa Muhammad bin Abdullah Al Qurasyi adalah hamba dan utusan Allah.
Termasuk iman kepada Rasulullah adalah mengimani dan membenarkan semua yang disampaikan Rasulullah dari Allah.
Allah berfirman:
(وَمَا یَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰۤ-إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡیࣱ یُوحَىٰ)
[Surat An-Najm 3-4]
Asy Syaikh Ahmad Marzuqi dalam aqidatul Awam berkata:
وكُلُّ ما أتى بِهِ الرَّسُولُ فَحَقُّهُ التَّسلِيمُ والقَبُولُ
"Setiap sesuatu yang datang dibawa Rasul maka kewajiban kita adalah menerimanya"