Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Agama Fir'aun adalah Mujassim Yang Sama dengan Kaum Wahhabiyyah Mujassimah Musyabbihah

Agama Fir'aun

Ketika Fir'aun memerintahkan Haman membangun bangunan yang tinggi untuk melihat tuhan Nabi Musa alaihis salam maka dalam keyakinan Firaun adalah sebagai berikut:

  1. Tuhan adalah jism yang bertempat secara fisik di langit.
  2. Tuhan berada pada arah atas.
  3. Ketinggian Tuhan adalah ketinggian Hissi (ketinggian tempat).
  4. Tempat Tuhan bisa di capai dengan memotong jarak tempuhnya.
  5. Semakin tinggi tempat seseorang maka semakin dekat dengan Tuhan.

Ini adalah keyakinan yang sama yang di yakin oleh Utsman bin said ad darimi al-Mujassim, di lanjutkan oleh Ibn Taimiyyah al-Mujassim, dilanjutkan oleh Ibn Qayyim al-Mujassim, dilanjutkan oleh kaum Wahhabiyyah Mujassimah Musyabbihah, disebarkan oleh Salman Ali al-Mujassim dkk.

Apakah keyakinan Firaun dan pengikutnya ini adalah keyakinan yang benar? Jawabannya Tentu tidak!!!


Allah mengecam Fir'aun dengan Firman-Nya:

[وَكَذَلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِي تَبَابٍ]

"Dan demikianlah dijadikan terasa indah bagi Fir'aun perbuatan buruknya itu dan dia tertutup dari jalan yang benar; dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian." [Q.S Surat Ghafir ayat 37]

Nabi Musa tidak ada sama sekali menyebutkan kepada Fir'aun, "Tuhanku di langit" atau "di atas 'arsy," melainkan Nabi Musa hanya berkata kepada Fir'aun: 

رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى

"Tuhan kami adalah Yang memberi bentuk kejadian kepada segala sesuatu kemudian memberinya petunjuk.(QS. Thaha: 50) 

Dan Nabi Musa berkata kepada Firaun: 

 رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا

"Tuhan langit, bumi, dan apa yang ada di antaranya." (QS. Al-Syu'ara: 24)".

قَالَ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ (26)

Musa melanjutkan: "Tuhan kalian dan Tuhan nenek moyang kalian." (QS. Al-Syu'ara: 26)

قَالَ رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (28)

Musa melanjutkan, "Tuhan timur, barat, dan apa yang ada di antaranya." (QS. Al-Syu'ara: 28)

قال الفخر الرازي رحمه الله : فثبت أنه كما أن جواب محمد ﷺ عن سؤال الكفار عن صفة الله تعالى يدل على تنزيه الله تعالى عن التحيز، فكذلك جواب موسى عليه السلام عن سؤال فرعون عن صفة الله عز وجل يدل على تنزيه الله تعالى.

Imam Fakhruddin Ar-Razi rahimahullah menyatakan: maka telah tetap bahwa jawaban Nabi Muhammad ﷺ atas pertanyaan orang-orang kafir tentang sifat Allah Ta'ala menunjukkan kesucian Allah Ta'ala dari bertempat. Demikian pula, jawaban Nabi Musa alaihis salam atas pertanyaan Firaun tentang sifat Allah Azza wa Jalla menunjukkan kesucian Allah.

أما الخليل عليه السلام فقد حكى الله تعالى عنه في كتابه بأنه استدل بحصول التغير في أحوال الكواكب على حدوثها، ثم قال عند تمام الاستدلال: إِنِّي وَجَهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ ) (الأنعام)، واعلم أن هذه الواقعة تدل على تنزيه الله تعالى وتقديسه عن التحيز.

Adapun Nabi Ibrahim alaihis salam maka Allah telah mengisahkan tentangnya didalam al-Qur'an bahwasanya ia berdalil dengan kejadian perubahan keadaan benda-benda langit atas kebaharuan benda-benda tersebut. Kemudian beliau menyatakan ketika menyepurnakan argumen: 'Sesungguhnya aku tujukan ibadahku kepada Pencipta langit dan bumi dengan penuh ketundukan mengikut jalan agama yang lurus dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.' (QS. Al-An'am: 79). Ketahuilah bahwa peristiwa ini menunjukkan kesucian dan kekudusan Allah dari bertempat.

وأما دلالتها على تنزيه الله تعالى عن التحيز فمن وجوه:

Adapun dalam hal ini, pendalilannya atas kesucian Allah Ta'ala dari bertempat memiliki beberapa aspek:

أحدها : ما صح على أحد المثلين وجب أن يصح على المثل الآخر، فلو كان تعالى جسما أو جوهرًا وجب أن يصح عليه كل ما صح على غيره، وأن يصح على غيره كل ما صح عليه، وذلك يقتضي جواز التغير عليه، ولما حكم الخليل عليه السلام بأن المتغير من حال إلى حال لا يصلح للإلهية، وثبت أنه لو كان جسما لصح عليه التغير ، لزم القطع بأنه تعالى ليس بمتحيز أصلا.

Salah satu aspeknya: Apa yang berlaku pada salah satu dari dua sesuatu yang serupa, pasti berlaku pula pada sesuatu yang lain. Jika Allah Ta'ala berupa benda (jism) atau jauhar, maka boleh berlaku pada-Nya segala sesuatu yang berlaku pada selain-Nya (makhluk), dan boleh berlaku pada selain-Nya apa berlaku pada-Nya. Hal Ini mengimplikasikan terjadinya perubahan pada-Nya. Ketika Nabi Ibrahim alahis salam menetapkan bahwa yang mengalami perubahan dari suatu keadaan kepada keadaan lain tidak layak menjadi Tuhan. Karena itu, telah tetap bahwa jika Allah Ta'ala berupa benda (jism), maka akan berlaku perubahan pada-Nya. Oleh karena itu, disimpulkan secara pasti bahwa Allah Ta'ala bukan berupa benda (jism) yang bertempat sama sekali.

الثاني: أنه عليه السلام قال عند تمام الاستدلال : وَجَهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ ) (الأنعام) فلم يذكر من صفات الله تعالى إلا كونه خالقا للعالم، والله تعالى مدحه على هذا الكلام وعظمه فقال : وَتِلْكَ حُجَّتُنَا وَآتَيْنَهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَن نَّشَاءُ (الأنعام). ولو كان إله العالم جسما موصوفًا بمقدار مخصوص وشكل مخصوص لما كمل العلم به تعالى إلا بعد العلم بكونه جسما متحيزا. ولو كان كذلك لما كان مستحقا للمدح والتعظيم بمجرد معرفة كونه خالقا للعالم، ولما كان هذا القدر من المعرفة كافيًا في كمال معرفة الله تعالى دلّ ذلك على أنه تعالى ليس بمتحيز.

Yang kedua: bahwa beliau Nabi Ibrahim alaihis salam menyatakan ketika menyempurnakan argumennya: Sesungguhnya aku tujukan ibadahku kepada Pencipta langit dan bumi (QS. Al-An'am: 79). Maka Beliau tidak menyebutkan sifat Allah Ta'ala kecuali bahwa Dia adalah Sang Pencipta bagi alam semesta. Allah Ta'ala memuji Nabi Ibrahim atas jawaban ini, dan meninggikan derajatnya dengan firman-Nya: 'Dan itu adalah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim terhadap kaumnya. Kami meninggikan derajat siapa yang Kami kehendaki' (QS. Al-An'am: 83). Jika Tuhan alam semesta berupa benda (jism) yang disifati dengan ukuran tertentu dan bentuk tertentu, maka pengetahuan tentang-Nya tidak akan sempurna kecuali setelah mengetahui bahwa Dia adalah benda (jism) yang bertempat. Dan jika demikian, ketika Nabi Ibrahim layak untuk dipuji dan ditinggikan derajatnya hanya semata-mata dengan mengetahui bahwa Allah adalah pencipta alam semesta, dan ketika seukuran pengetahuan ini sudah mencukupi dalam mencapai pengetahuan yang sempurna tentang Allah Ta'ala, hal itu telah menunjukkan bahwa Allah Ta'ala tidak bertempat.

الثالث: أنه تعالى لو كان جسما لكان كل جسم مشاركًا له في تمام الماهية فالقول بكونه تعالى جسما يقتضي إثبات الشريك لله سبحانه وتعالى، وذلك ينافي قول الخليل عليه السلام: وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ )) (الأنعام). فثبت بما ذكرناه أن الأنبياء صلوات الله عليهم كانوا قاطعين بتنزيه الله تعالى وتقديسه عن الجسمية والجوهرية والجهة، وبالله التوفيق.

Ketiga: bahwa Allah Ta'ala Jika adanya Dia berupa benda (jism), maka setiap benda akan menjadi sekutu bagi-Nya dalam kesempurnaan hakikat. Maka pernyataan bahwa Allah Ta'ala berupa benda (jism) berkonsekwensi penetapan sekutu bagi Allah Ta'ala, dan hal itu di nafikan oleh perkataan Nabi Ibrahim alaihis salam: 'Dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik (menyekutukan Allah)' (QS. Al-An'am: 79). Dengan demikian, telah terbukti sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa para Nabi Shalawatullah alaihim mereka secara pasti mensucikan Allah Ta'ala dari kebendaan (jismiyyah) dan Jauhar dan arah dan tempat. Wabillahit-taufiq.

الحجة الثانية:

من القرآن: قوله تعالى: لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ (الشورى)، وهذه الآية هي أوضح دليل نقلي في نفي الجسمية عن الله تعالى، لأن شَيْءٌ نكرة في سياق النفي، والنكرة في سياق النفي تفيد العموم ، فالله تبارك وتعالى نفى بهذه الجملة عن نفسه مشابهة الأجرام والأجسام والأعراض، ولم يقيد تبارك وتعالى نفي الشبه عنه بنوع من أنواع الحوادث، بل شمل نفي مشابهته لكل أفراد الحادثات.

Argumen Kedua: Dari Al-Qur'an, firman Allah Ta'ala: 'Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya' (QS. Asy-Syura: 11). Ayat ini merupakan dalil teks wahyu (naqli) yang paling jelas dan tegas dalam menafikan bentuk fisik/ kebendaan (jismiyyah) dari Allah Ta'ala. Karena kata [syai'un] (sesuatu) adalah Nakirah dalam konteks penafian, dan nakirah dalam konteks penafian adalah menunjukkan makna umum. Dengan demikian, Allah Ta'ala menafikan dengan kalimat ini dari diri-Nya keserupaan dengan semua jirim, dan benda-benda (al-ajsam), dan sifat-sifat benda (al-A'radh), Allah Ta'ala tidak membatasi penafian keserupaan dari diri-Nya pada jenis tertentu dari makhluk, tetapi mencakup penafian keserupaan-Nya dengan semua jenis makhluk.

Imam Fakhruddin Ar-Razi rahimahullah juga menyatakan:

 كتاب التفسير الكبير للرازي. طبع دار الكتب العلمية ط٢\ج١٤\ص٩۳ :

 *"وعدم وصفه بالمكان والجهة دين موسى، وسائر جميع الأنبياء، وجميع وصفه تعالى بكونه في السماء [أي ساكن السماء] دين فرعون وإخوانه من الكفرة"

"Tidak mensifati Allah dengan tempat dan arah adalah agama Nabi Musa dan agama seluruh para Nabi, dan seluruh yang mensifati Allah berada di langit (bertempat di langit) adalah agama firaun dan pengikutnya dalam kekufuran"

[Demikian catatan dari al-Imam ar-Razi dalam kitab Tasir al-Kabir j.14 h.93]

Wallahu A'lam

Posting Komentar untuk "Agama Fir'aun adalah Mujassim Yang Sama dengan Kaum Wahhabiyyah Mujassimah Musyabbihah"