Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Memakai Hirz atau Ta'widz

HUKUM MEMAKAI HIRZ ATAU TA’WIDZ ADALAH BOLEH


Sebagian orang mengharamkan memakai hirz yang di dalamnya hanya berisi ayat-ayat al-Qur’an atau bacaan-bacaan dzikir kepada Allah, mereka bahkan memutus hirz-hirz tersebut dari leher orang yang memakainya dengan mengatakan: “Ini adalah perbuatan syirik”, terkadang mereka tidak segan-segan memukulnya.

Lalu bagaimana mereka menilai Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dan lainnya dari kalangan para shahabat yang telah melakukan hal itu yakni mengalungkan hirz-hirz tersebut pada leher anak-anak mereka yang belum baligh. Apakah mereka akan memvonis para shahabat itu dengan syirik ?!!!, lalu apa yang hendak mereka katakana tentang Imam Ahmad, Imam Mujtahid Ibnu al-Mundzir yang telah membolehkan hirz. Cukuplah ini sebagai bukti kesalahan dan kesombongan kelompok ini, karena telah menganggap syirik apa yang telah dilakukan oleh para ulama’ salaf.

Berikut ini dalil-dalil yang menunjukkan bolehnya memakai hirz:

1. Allah berfirman:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ

“Dan kami turunkan dari al-Qur’an sesuatu yang di dalamnya terdapat obat kesembuhan dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Isra’: 82)

2. At-Tirmidzi dan an-Nasa-i meriwayatkan dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya berkata: “Rasulullah telah mengajarkan kepada kami beberapa kalimat untuk kita baca ketika terjaga dari tidur dalam keadaan terkejut dan takut”, dalam riwayat Ismail, Rasulullah bersabda yang maknanya: “Jika di antara kalian merasakan ketakutan, maka bacalah:

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللّٰهِ التَّامَّةِ مِنْ غَضَبِهِ وَعِقَابِهِ وَمِنْ شَرِّ عِبَادِهِ وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِيْنِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنَ

Adalah sahabat Abdullah bin ‘Amr mengajarkan bacaan ini kepada anaknya yang sudah baligh untuk dibaca sebelum tidur dan menuliskannya untuk anak-anaknya yang belum baligh kemudian dikalungkan di lehernya. (Jelas tidak masuk akal jika mereka mengatakan: “Kalau dikalungkan di leher anak kecil hukumnya boleh dan jika dikalungkan di leher orang dewasa hukumnya syirik.”)

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya al-Amali (Nata-ij al-Afkar, hlm 103-104) berkata: “Hadits ini hasan, diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Ali bin Hujr, dari Ismail bin Abbas, dan diriwayatkan oleh an-Nasai dari ‘Amr bin Ali al-Fallas dari Yazid bin Harun.” Kalaupun Ibnu Baz atau Muhammad Hamid al-Faqqi melemahkan hadits ini, maka itu adalah sesuatu yang tidak benar, tidak berarti dan tidak perlu diambil karena mereka berdua bukan Muhaddits atau Hafizh. Apalagi Amir al-Mukminin fi al-Hadits, Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah menyatakan bahwa hadits ini hasan.

3. Dalam mushannaf Ibn Abi Syaibah (5/39-40) tersebut sebagai berikut: “Telah meriwayatkan kepada kami Abu Bakar, ia berkata: telah meriwayatkan kepada kami Ali bin Mushir dari Ibn Abi Laila dari al-Hakam dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas berkata: Jika seorang perempuan sulit melahirkan, maka tulislah dua ayat ini dan beberapa kalimat pada selembar kertas kemudian basuh (celupkan dalam air) dan minumlah:

بِسْمِ اللّٰهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ، سُبْحَانَ اللّٰهِ رَبِّ السَّمٰوَاتِ السَّبْعِ وَرَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوْا إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحٰهَا. كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوْعَدُوْنَ لَمْ يَلْبَثُوْا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، بَلٰغٌ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفٰسِقُوْنَ.

4. Dalam kitab al-Ausath fi as-Sunan wa al-Ijma’ wa al-Ikhtilaf, juz 1, hlm. 103-104 karya Ibnu al-Mundzir disebutkan bolehnya memakai at-Ta’widz (hirz).

5. Dalam kitab al-A-daab asy-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih al-Hanbali juga disebutkan bahwa Imam Ahmad menulis ta’widz untuk seorang perempuan yang ketakutan di rumahnya, membuat hirz untuk orang demam. Imam Ahmad juga membuat hirz untuk wanita yang akan melahirkan dan meriwayatkannya dari Ibnu Abbas dan Ibnu as-Sunni meriwayatkannya dari Rasulullah dalam ‘Amal al-YAum wa al-Laylah.”

SYUBHAT KALANGAN YANG ANTI HIRZ DAN TA’WIDZ

Kalangan yang mengharamkan hirz atau ta’widz selalu menyebutkan hadits Rasulullah yang berbunyi:

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

Maknanya: “Sesungguhnya ruqa’, tama-im dan tiwalah adalah syirik” (HR. Abu DAwud)

Jawab:

Hadits ini ditafsirkan dengan hadits lain yang shahih, yaitu:

نَهَى عَنِ الرُّقَى وَالتَّمَائِمِ إِلَّا بِالْمُعَوِّذَاتِ

“Rasulullah melarang ruqyah dan tamimah kecuali dengan ayat-ayat al-Mu’awwidzat (ayat-ayat yang dibaca untuk menjaga diri)” (HR. Ibnu Hibban)

Dan telah masyhur dan diriwayatkan dengan sahih bahwa Ahmad bin Hanbal menulis hirz untuk muridnya Abu Bakar al-Marwarrudzi pada sehelai kertas atau kain, beliau menulis di dalamnya:

بِسْمِ اللّٰهِ وَبِاللّٰهِ وَمُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللّٰهِ، قُلْنَا يَا نَارُ كُوْنِى بَرْدًا وَسَلٰمًا عَلٰى إِبْرٰهِيْمَ

Agar ia sembuh dari demam”.

Jadi yang dimaksud bukanlah tama-im dan ta’widz yang berisikan ayat-ayat al-Qur’an atau bacaan-bacaan dzikir. Karena kata tama-im sudah jelas dan dikenal maknanya, yaitu untaian yang biasa dipakai oleh orang-orang jahiliyah dengan keyakinan bahwa tamaim tersebut dengan sendirinya menjaga mereka dari ‘ayn atau yang lainnya. Mereka tidak meyakini bahwa tamaim itu bermanfaat dengan kehendak Allah. Karena keyakinan yang salah inilah kemudian Rasulullah menyebutnya sebagai syirik.

Demikian juga ruqa yang terdapat dalam hadits tersebut, karena ruqa ada dua macam, yaitu ada yang mengandung syirik dan ada yang tidak mengandung syirik.

Ruqa yang mengandung syirik adalah yang berisi permintaan kepada jin dan syetan. Dan sudah maklum diketahui bahwa setiap kabilah Arab memiliki thaghut, yaitu setan yang masuk pada diri seseorang dari mereka kemudian setan itu berbicara lewat mulut orang tersebut kemudian orang tersebut disembah. Ruqa yang syirik adalah ruqa jahiliyah seperti ini atau yang semakna dengannya.

Sedangkan ruqa yang syar’i, yaitu yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan diajarkan kepada para sahabatnya. Ummat Islam pada masa sahabat memakai ruqa syar’i tersebut untuk menjaga diri dari ‘ayn dan yang lainnya dengan mengalungkan ruqa-ruqa tersebut pada leher mereka. Ruqa syar’i ini terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an atau dzikir.

Imam an-Nawawi mengatakan dalam al-Majmu’ Syarh al-Muuhadzdzab, jilid 4, hlm. 384:

فَرْعٌ: قَالَ أَصْحَابُنَا: يَجُوْزُ لِلنِّسَاءِ لُبْسُ أَنْوَاعِ الْحُلِيِّ كُلِّهَا مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، الْخَاتَمِ وَالْحَلْقَةِ وَالسِّوَارِ وَالْخَلْخَالِ وَالطَّوْقِ وَالْعِقْدِ وَالتَّعَاوِيْذِ وَالْقَلَائِدِ وَغَيْرِهَا

“Cabang (permasalahan)” Para sahabat kami (tokoh-tokoh besar Madzhab Syafii) berkata: Boleh bagi kaum wanita memakai semua jenis perhiasan dari emas dan perak, cincin, gelang, gelang kaki, kalung, ta’widz (hirz yang dikalungkan) dan lainnya.”

Sebagian ulama’ menyebutkan 3 syarat diperbolehkannya ruqyah dan ta’widz, yaitu:

  1. Dilakukan dengan menggunakan al-Qur’an, asma Allah dan sifat-sifat-Nya atau dengan dzikir.
  2. Dengan bahasa Arab atau bahasa lain tetapi dipahami maknanya.
  3. Meyakini bahwa ruqyah dan ta’widz tidak berpengaruh dengan sendirinya melainkan dengan takdir Allah.

Demikian penjelasan tentang kebolehan memakai hirz atau ta’widz sebagai panduan kita untuk menjalani kehidupan di dunia ini dan sebagai bantahan terhadap orang yang mengaku dirinya paling benar sehingga orang lain yang mengikuti ulama’ salaf dibilang syirik dan sesat.

Semoga hidayah, taufiq dan inayah Allah senantiasa menyertai kita sehingga kita termasuk hamba Allah yang mendapatkan ridha dan menjadi ummat Nabi Muhammad yang dibanggakan. Aamiin.

Posting Komentar untuk "Hukum Memakai Hirz atau Ta'widz"