Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa Dalilnya Bahwa Ijma' para ulama itu dalil?

 Apa dalilnya bahwa ijma' para ulama itu dalil?


Jawab:

الدليل من القرءان على أنَّ الإجماعَ حُجّة

Dalil Al Qur'an bahwa Ijma' para ulama adalah hujjah (dalil)

Allah Ta'ala berfirman:

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِمَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَسَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (سورة النساء: 115)

Maknanya: 

"Barangsiapa menentang Rasulullah setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti jalan selain orang-orang mukmin, Kami biarkan dia menempuh jalan kesesatan yang dia tempuh itu, dan Kami akan menjadikannya penyulut jahannam dan ini adalah sejelek-jelek tempat kembali" (QS. An-Nisa': 115).

قال الفخر الرازي في مناقب الشافعي إنّهم طالبوا الشافعي رضي الله عنه بأن يستخرج دليلًا من القرءان على أنّ الإجماع حُجّة، فقرأ الشافعي القرءان ثلاثمائة مرة حتى وقف عند هذه الآية فوجد فيها أنّ الإجماع حُجة، والشاهد في الآية "ويَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا".

Berkata Al Fakhru Ar Razi dalam manaqib Asy-Syafi'i, bahwa sesungguhnya mereka meminta Imam Syafi'iy رضي الله عنه untuk mengambil (menunjukkan/mengeluarkan) dalil dari Al Quran bahwa Ijma' (para ulama mujtahid) adalah hujjah. Maka Imam Syafi'ie membaca Al Qur'an sebanyak 300 kali hingga akhirnya berhenti pada ayat ini yang menunjukkan bahwa ayat ini adalah dalil dari Ijma' para ulama adalah hujjah. 

"ويَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا".

وقد ثبت عن الصحابي أبي مسعود البدري رضي الله عنه أنه قال إن الله لا يجمع أمة محمد على ضلالة (رواه الحافظ ابن حجر)

Dan sungguh telah tsabit dari shahabat Abi Mas'ud Al Badriy رضي الله عنه bahwa beliau berkata:

"Sesungguhnya Allâh Ta'ala tidak akan mempersatukan Ummat Nabi Muhammad ﷺ di atas kesesatan"

وثبت عن الإمام أحمد أنه نقل الإجماع في مسائل.

Para ulama Ahlussunnah menyepakati bahwa ijma’ (kesepakatan) para ahli ijtihad adalah perkara yang haqq, dan orang yang menyalahinya telah tersesat karena ummat Islam tidak akan bersepakat (bersatu) dalam kesesatan. 

Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas ibn Malik bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasûlullâh ﷺ bersabda :

“إن أمتي لا تجتمع على ضـلالة ، فإذا رأيتم اختلافا فعليكم بالسـواد الأعظم “

Maknanya: 

“Sesungguhnya ummatku tidak akan bersatu atas suatu kesesatan, jadi jika kalian melihat adanya perpecahan bergabunglah dengan jumlah yang mayoritas di antara mereka”.

At-Turmudzi juga meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasûlullâh ﷺ bersabda :

“إن الله لا يجمع أمتي” أو قال: “أمة محمد على ضلالة ، ويد الله مع الجماعة ، ومن شذ شذ إلى النار “

Maknanya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mempersatukan ummat-ku (atau beliau berkata Ummat Muhammad) di atas kesesatan, Allah senantiasa melindungi al Jama’ah -kelompok mayoritas- dan barang siapa memisahkan diri (dari mayoritas) maka ia akan terpisah di neraka”.

Hadits ini menunjukkan bahwa bersatu (berkumpul)-nya kaum muslimin adalah sesuatu yang menghasilkan kebenaran dan yang dimaksud dengan bersatu-nya kaum muslimin adalah ijma’-nya para ulama’.

At-Tirmidzi dan al Hakim juga meriwayatkan dari Ibnu Umar secara marfu’ bahwa Rasûlullâh ﷺ bersabda:

” لا تجتمع هذه الأمة على ضلال أبدا “

Maknanya : 

“Ummat ini tidak akan bersatu di atas kesesatan, selamanya”.

Hadits Mu’awiyah yang marfu’ :

“لا يزال من أمتي أمة قائمة بأمر الله لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله ” أخرجه الشيخان

Maknanya : 

“Akan senantiasa ada di antara ummat ini golongan yang melaksanakan ajaran Allah dengan sempurna, tidak berbahaya bagi mereka orang yang tidak memperdulikan atau menyalahi mereka hingga tiba hari kiamat”. (H.R. al Bukhari dan Muslim)

Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan dari Yasiir bin ‘Amr, ia berkata : Kami mengantar Ibnu Mas’ud ketika pergi meninggalkan Madinah, Ibnu Mas’ud singgah sebentar di jalan menuju al Qadisiyyah lalu masuk kebun dan buang air, kemudian ia berwudlu’ dan mengusap dua kaos kakinya kemudian keluar dan janggutnya masih menetes air darinya, lalu kami berkata kepadanya : Berilah pesan terpenting bagi kami, karena orang sudah banyak yang terjatuh dalam fitnah dan kami tidak tahu apakah kami akan bertemu denganmu lagi atau tidak !, Kemudian Ibnu Mas’ud mengatakan :

” اتقوا الله واصبروا حتى يستريح بر أو يستراح من فاجر ، وعليكم بالجماعة فإن الله لا يجمع أمة محمد على ضلالة “

“Bertakwalah kepada Allah hingga orang yang baik tenang (tidak terganggu) atau orang yang jahat diambil oleh Allah, dan tetaplah bersatu dengan al Jama’ah karena Allah tidak akan menyatukan ummat Muhammad di atas kesesatan”.

Sanad hadits ini sahih, dan hal semacam ini tidak mungkin dikatakan oleh Ibnu Mas’ud dari pendapat pribadinya, melainkan diambil dari Rasûlullâh ﷺ. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan jalur lain dari Nu’aym ibn Abi Hind bahwa Abu Mas’ud keluar meninggalkan Kufah, maka beliau mengatakan :

“وعليكم بالجماعة فإن الله لم يكن ليجمع أمة محمد على ضلال “

“Dan tetaplah bersatu dengan al Jama’ah karena Allah tidak akan menyatukan ummat Muhammad di atas kesesatan”.

Ad-Darimi juga meriwayatkan dari ‘Amr ibn Qays secara marfu’ :

” نحن الآخرون ونحن السابقون يوم القيامة “وفي آخره : “وإن الله وعدني في أمتي وأجارهم من ثلاث : لا يعمهم بسنة ، ولا يستأصلهم عدو ، ولا يجمعهم على ضلالة “

Maknanya : 

“Kami adalah ummat yang terakhir dan paling awal masuk surga di hari kiamat”, dan di akhir hadits ini : “Dan sesungguhnya Allah berjanji kepadaku untuk ummatku dan melindungi mereka dari tiga hal : tidak terkena kelaparan yang merata, tidak akan dihabisi oleh musuh dan tidak akan disatukan di atas kesesatan”. (H.R. ad-Darimi)

Al Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu Dzarr secara marfu’ bahwa Rasûlullâh ﷺ bersabda:

” اثنان خيـر من واحد وثلاث خيـر من اثنين وأربعة خيـر من ثلاثة ، فعليكم بالجماعة فإن الله عز وجل لن يجمع أمتي إلا على هدى “

Maknanya : 

“Dua orang lebih selamat dari jika orang sendirian, tiga orang lebih baik dari dua orang dan empat orang lebih baik dari tiga, jadi tetaplah bersatu dengan al Jama’ah karena Allah tidak akan menyatukan ummat-ku kecuali di atas petunjuk dan kebenaran”.

Kebenaran ijma’ ini juga telah dijelaskan oleh sekian banyak ulama Ahlussunnah dan mereka menegaskan bahwa ijma’ tidaklah khusus terjadi pada masa sahabat saja. Di antara para ulama tersebut adalah al Imam asy-Syafi’i, ath-Thahawi, as-Subki, az-Zarkasyi, al Khathib al Baghdadi, al Asfarayini, Ibnu Amiir al Hajj dan lain-lain.

Salah satu yang menjadi ijma ummat adalah keberadaan Allâh tanpa tempat dan arah serta tidak disifati dengan sifat-sifat makhluk 

قال أبو منصور البغدادي في كتابه الفرق بين الفرق  وأجمعوا أي أهل السنة أنه تعالى لايحويه مكان ولا يجري عليه زمان.

Maknanya:

"Ahlussunah waljamaah telah sepakat seperti yang telah dinukil oleh Al Imam Abu manshur al baghdadi dalam Alfarqu bainal firoq bahwa Allah ta'ala ada tanpa tempat dan tanpa dilalui zaman artinya Allah ada tanpa membutuhkan tempat dan arah.

Intaha

Allâh Ada Tanpa Tempat

Posting Komentar untuk "Apa Dalilnya Bahwa Ijma' para ulama itu dalil?"