Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Amanah dalam Ilmu Lebih Penting dari Amanah pada Harta

Amanah dalam ilmu agama mulai dari mempelajari sampai mengajarkanya, itu lebih penting dari amanah pada harta. Karena akibat yang di timbulkan dari khianat pada ilmu agama jauh lebih besar dan bahaya dari pada khianat dalam harta.

Ujian akhir pondok angkatan XXl, Pondok Pesantren Dar Ahlissunnah Wal Jama'âh (Dar Aswaja), Kubu, Riau.

Untuk menjaga kemurniaan agama, di dalam al Qur'an, Hadîst dan aqwâl ulama di sebutkan larangan untuk berfatwa tanpa dasar ilmu. Dalam surat Al-Isra' Ayat 36, Allah Subhânahu Wa Ta'âla berfirman :

وَلَا تَقْفُ مَا لَـيْسَ لَـكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗ اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا

Dan janganlah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu ketahui (tanpa dasar ilmu agama). Karena pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan diminta pertanggung-jawabannya."

Dan dalam hadîst riwayat Al hâfidz ibnu 'Asâkir  di dalam târîkh dimasq, Rosûlullâh ﷺ bersabda :

مَن أَفْتَى بِغَيْرِ عِلْمٍ لَعَنَتْهُ مَلَائِكَةُ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ.

"Barangsiapa yang berfatwa tanpa ilmu, maka akan di laknat oleh malaikat yang ada di langit dan bumi."

Maka, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk senantiasa hati-hati dalam setiap ucapan dan juga tulisan; terus memperhatikan keselamatan diri kita dari hal-hal yang menjadikan kita berdosa. Dan hendaknya kita mengamalkan perkataan Sayyidunâ Abdullâh ibnu 'Umar ibnu al Khothôb rodhiyallâh 'anhumâ :

العِلْمُ ثَلَاثَةٌ كتابٌ ناطقٌ وسُنّةٌ ماضيةٌ ولَا أَدرِي اه‍ . أخرجه الإمام الطبراني في المعجم الأوسط

"Ilmu itu ada tiga. Pertama kitâbun nâthiq yaitu kitâbullâh al Qur'an, kedua sunnatun mâdhiyah yaitu hadîst yang tsâbit; nyata  dari Rosûlullâh, dan yang ketiga Lâ adrî yaitu  menjawab  dengan saya tidak tahu pada pertanyaan yang tidak ia ketahui kebenarannya dan menjauhi dari berfatwa tanpa ilmu. karena jika washiyat ini di abaikan maka dia akan celaka."

Ibroh dari tiga Kisah 

1. Diriwayatkan, suatu ketika Imam mâlik di tanya sebanyak 48 pertanyaan, dan hanya 16 soal yang beliau jawab sedangkan sisanya beliau menjawab dengan Lâ adrî (saya tidak tahu).

Beliau juga pernah di tanya oleh seseorang tentang permasalahan hukum kemudian beliau menjawab Lâ adrî (saya tidak tahu). Lalu orang itu berkata kepada beliau "saya datang dari daerah yang jauh, saya rela meninggalkan keluarga demi menanyakan pertanyaan ini, jika saya pulang maka mereka akan bertanya kepadaku "apa jawaban Imam mâlik", dengan apa saya menjawab mereka..?". Beliau menjawab kamu katakan "Saya sudah bertanya kepada Mâlik dan Ia menjawab Lâ adrî (saya tidak tahu)".

2. Dalam sunan ad Dârimi, Shohabat 'Ali ibn abî Thôlib karommallâhu wajhah pernah berkata :

وَابَرْدَهَا عَلَى الكَبِدِ أَنْ أُسْأَلَ عَن شيءٍ لَا عِلمَ لِي بِه فأقولَ لا أدري.

Alangkah tentramnya hatiku ini  jika aku di tanya tentang sesuatu yang tidak aku ketahui kemudian aku mengatakan Lâ adrî (saya tidak tahu).

3. Dalam al-Asmâ wa ash-Shifât karya Al Baihaqi dan al-Mu'jam al-Ausath karya Ath Thobarôni. Di riwayatkan bahwa Rosûlullâh ﷺ pernah di tanya tentang sebaik-baik tempat dan seburuk-buruk tempat, lalu beliau menjawab "Lâ adrî (saya tidak tahu) saya tanyakan  kepada malaikat Jibrîl". Lalu beliau bertanya kepadanya, dan Malaikat Jibril pun menjawab "Lâ adrî (saya tidak tahu)". Kemudian turun wahyu kepada Nabi Muhammad ﷺ bahwa sebaik-baik tempat adalah masjid dan seburuk-buruk tempat adalah pasar.

Imam Mâlik, sekalipun beliau adalah mujtahid muthlaq yang memiliki wewenang untuk berbicara seputar agama dengan pendapatnya sendiri yang telah digali melalui ijtihad dari al Qur'an dan Hadîst, namun ketika beliau tidak tahu tetap beliau mengatakan Lâ adrî (saya tidak tahu).

Shohabat 'Ali, meskipun keilmuannya diakui langsung oleh Rosûlullâh ﷺ dengan di sebut sebagai Bâb Al 'ilmi; pintunya ilmu, bahkan ketika beliau hendak di nikahkan dengan Sayyidah Fâthimah, Rosûlullâh ﷺ berkata kepada Fâthimah : "Saya nikahkan kamu dengan (bi a'lami ummatî) orang yang paling 'âlim dari kalangan ummatku". Meskipun demikian ketika beliau tidak tahu tetap beliau mengatakan Lâ adrî (saya tidak tahu).

Rosûlullâh Muhammad ﷺ adalah madînah Al 'ilmi; kotanya ilmu bahkan beliau adalah makhluk yang paling mulia secara muthlaq, melebihi kemuliaan para malaikat. Tetap, ketika beliau tidak tahu beliau akan mengatakan Lâ adrî (saya tidak tahu).

Jibrîl 'alaihissalâm pimpinan malaikat, âmin al Wahyi; yang menyampaikan wahyu Allâh kepada para nabi Nya. Tetap, ketika beliau tidak tahu beliau akan mengatakan Lâ adrî (saya tidak tahu).

Maka hendaknya bagi kita para pencari ilmu agama jangan sampai melalaikan kalimat Lâ adrî (saya tidak tahu) untuk keselamatan diri kita dari keharoman berfatwa tanpa ilmu agama.

Jam'iyyah Masyari' Al-khairiah Al-Islamiyah

Berbagi cerita sedikit (dari Lisa Adam), selama hampir satu bulan berada di Beirut lebanon dalam pusat  komunitas Jam'iyyah Masyari' Al-khairiah Al-Islamiyah (Association of Islamic Charity Project) yang berhaluan Sunni Asy'ariah Syafi’iah yang sudah memiliki cabang hampir di seluruh dunia, baik Eropa, Amerika, Australia, Timur Tengah, Afrika dan Asia termasuk Indonesia di Jakarta.


Hal yang paling unik kami temukan disini adalah beragam profesi digeluti oleh mereka namun ketika berbicara tentang masalah ilmu agama seputar Tauhid, Fiqih, Hadits, Tafsir, Tashawwuf, dan lain sebagainya, mereka satu suara tidak ada perbedaan, mereka tegas dalam menjalankan agama yang telah mereka dapatkan dari gurunya. Meraka tidak mau belajar agama sembarangan kecuali dengan metode talaqqi yang bersanad sampai ke Rasulullah, mereka tidak sembarangan berfatwa, seandainya ada pertanyaan tentang agama dan kebetulan mereka tidak bisa menjawab, walaupun ketika itu di depan jama’ah ramai, maka mereka tidak malu bilang : LA ADRI (saya tidak tahu) akan saya tanyakan syekh atau saya akan kaji ulang, begitu hati-hatinya mereka dalam berfatwa agar tidak terjerumus dalam fatwa yang menyesatkan umat, sebuah warisan model belajar (amanah keilmuan) yang jarang dilakukan oleh pengajar selama ini.

Prinsip belajar mereka adalah:  قوا أنفسكم وأهليكم نارا setelah memperkuat diri, barulah memperkuat keluarga dan orang sekitar.

Menariknya lagi walaupun mereka bermazhab syafi’i dalam praktek ibadah (fiqih), tapi para masyaikhnya menguasai mazhab fiqih yang lainnya secara bersanad seperti Mazhab Maliki, Hambali dan Hanafi, karena murid mereka datang dari berbagai Negara dengan latar belakang mazhab yang berbeda, ada dari Eropa (Perancis ,Swedia, Belanda,Jerman, Inggris), Australia, Amerika, Asia (Korea, Cina, Malaysia, Indonesia), Timur Tengah (Mesir, Urdun, Syiria, Maroko, Al-Jazair, Tunis dan lainnya), Afrika (Somalia, Etiophia, dan lainnya). Adapun dalam masalah Tauhid berhaluan ahlussunnah Asy’ari Maturidi di mana jika dilihat ke-empat Imam mazhab fiqih tersebut di dalam karangan mereka tentang Tauhid sama seperti yang diyakini oleh Asy’ari Maturidi, di mana bukan berhaluan mu'tazilah (qadariyah), jabariah, murjiah, dahriah, rawafizh (syiah), musyabbihah (wahabi), khawarij, najjariah.

Yang lebih mengagumkan lagi, kami menemukan seorang Dokter spesialis kandungan yang mampu menguasai dan mengajarkan ilmu hadits, seorang insinyur mampu mengajarkan semua cabang ilmu agama, seorang pimpinan perusahaan bidang komunikasi terkemuka di Lebanon mampu mengajarkan ilmu tauhid, dan masih banyak profesi lainnya yg tidak habis untuk diceritakan.

Meninggikan derajat Islam adalah dengan cara mempelajari ilmu agama sesuai dengan metode yg telah digariskan dan mengamalkannya dengan amanah, bukan justru merusak khazanah keislaman dari dalam dengan meminjam metode dari luar yang sebenarnya tidak cocok tapi dicocok-cocokkan, sehingga hasilnya adalah pengkaburan kebenaran ajaran Islam itu sendiri.

Pendek kata mereka mengusai ilmu agama dengan amanah dan menguasai ilmu duniapun secara professional. Kita bisa bayangkan seandainya para sarjana Islam menguasai ilmu agama secara benar dan utuh, tapi juga menguasai ilmu umum pendukung profesi, bukan suatu keniscayaan Islam akan kembali bangkit menguasai dunia.

Posting Komentar untuk "Amanah dalam Ilmu Lebih Penting dari Amanah pada Harta"