Tata Cara Nahi Munkar
Catatan Kitab Sullamut Taufiq Eps.31 Tata Cara Nahi Munkar
قَالَ المُؤَلِّفُ رَحِمَهُ اللّٰه: ويَجِبُ تَرْكُ جَمِيعِ المُحَرَّماتِ، ونَهْيُ مُرْتَكِبِها ومَنْعُهُ قَهْرًا منها إنْ قَدَرَ عليه، وإلّا وَجَبَ عليه أنْ يُنْكِرَ ذٰلك بِقَلْبِهِ ومُفارَقَةُ مَوْضِعِ المَعْصِيَةِ؛ والحَرامُ ما تَوَعَّدَ اللهُ مُرْتَكِبَهُ بِالعِقابِ ووَعَدَ تارِكَهُ بِالثَّوابِ.
"Dan wajib meninggalkan semua perkara yang diharamkan, melarang orang yang melakukannya serta mencegahnya secara paksa dari perkara haram tersebut jika dia mampu, apabila tidak mampu maka dia wajib mengingkarinya dengan hati dan meninggalkan tempat kemaksiatan tersebut. Haram adalah sesuatu yang pelakunya diancam dengan siksa dan orang yang meninggalkannya dijanjikan dengan pahala"
Penjelasan:
Di antara kewajiban seorang mukallaf adalah an Nahyu an al Munkar (mencegah orang lain dari melakukan perbuatan yang diharamkan).
an Nahyu an al Munkar (mencegah orang lain dari melakukan perbuatan yang diharamkan) lebih berat daripada al Amru bil Ma'ruf (memerintahkan/mengajak orang lain untuk melakukan kewajiban). Resiko an Nahyu an al Munkar lebih berat daripada al Amru bil Ma'ruf. Karena itu para ulama mengatakan pahala an Nahyu an al Munkar lebih besar daripada pahala al Amru bil Ma'ruf.
Meskipun an Nahyu an al Munkar merupakan kewajiban setiap mukallaf muslim, tetapi dalam an Nahyu an al Munkar ada tata cara yang telah dituntunkan di dalam Islam yang harus dipenuhi. Tidak diperbolehkan bagi seseorang dengan alasan an Nahyu an al Munkar sehingga ia membuat kerusakan-kerusakan atau kemungkaran yang lebih besar.
Ketentuan dalam an Nahyu an al Munkar
1. Sesuai dengan kemampuan, berdasarkan hadits:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
"Barangsiapa di antara kamu mengetahui (yaitu tidak harus melihat langsung, bisa dengan mendapatkan berita) kemungkaran (yaitu sesuatu yang dilarang dalam syariat untuk dilakukan) hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya (yaitu kekuatan/kekuasaan). jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan (yaitu nasihat), jika tidak mampu juga, hendaklah ia mengingkarinya dengan hatinya. Itulah 'adl'aful iman (kewajiban minimal dalam an Nahyu an al Munkar) ." HR Muslim.
Jika seseorang mampu mengingkari kemungkaran dengan tangannya (kekuatan/kekuasaan) maka dia wajib melakukannya, jika dia tidak mampu dengan tangan maka dia wajib mengingkarinya dengan lisan (nasihat), jika dia tidak mampu mengingkarinya dengan lisan maka dia wajib mengingkarinya dengan hati, yaitu wajib menghadirkan perasaan benci terhadap kemungkaran tersebut dalam hati. Hatinya tidak boleh merasa biasa-biasa saja ketika mengetahui suatau kemungkaran, apalagi merasa senang terhadap kemungkaran, dan jika pada saat itu dia berada di tempat berlangsungnya kemungkaran maka dia wajib meninggalkan tempat tersebut.
Ketentuan dalam an Nahyu an al Munkar tersebut dilakukan sesuai dengan kemampuan secara berurutan, bukan memilih salah satunya. Jika seseorang mampu mengingkari kemungkaran dengan tangannya (kekuatan/kekuasaan) maka ia tidak boleh mengingkarinya hanya dengan lisan (nasihat), jika tidak mampu baru bergeser pada urutan seterusnya.
Orang yang hatinya merasa senang mengetahui kemungkaran maka ia berdosa, karena ridho terhadap maksiat adalah maksiat, ridho terhadap sesuatu yang haram adalah haram. Kewajiban minimal menghadirkan perasaan benci terhadap kemungkaran tersebut dalam hati.
Adl'aful iman yang disebutkan dalam hadits tersebut bukan berarti bahwa seseorang yang mengingkari kemungkaran dengan hati karena tidak mampu melakukannya dengan tangan dan lisannya berarti imannya tergolong lemah.
Para ulama menjelasan Adl'aful iman dalam dua pengertian sebagai berikut:
- Adl'aful iman adalah hal minimal yang diwajibkan bagi manusia dalam mengingkari kemungkaran ketika tidak memiliki kemampuan untuk mengingkari kemungkaran dengan tangan dan lisannya.
- Adl'aful iman adalah paling sedikit hasilnya dalam mengingkari kemungkaran.
Mengingkari kemungkaran dengan hati paling sedikit hasilnya, berbeda dengan mengingkari kemungkaran dengan tangan (kekuatan/kekuasaan) maupun dengan lisan.
2. Kemungkaran yang diingkari adalah kemungkaran yang disepakati kemungkarannya oleh semua madzhab mujma' 'alaih).
Kaidah mengatakan:
لَا يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيْهِ وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهِ
"Tidak boleh diingkari sesuatu yang keharamannya masih diperselisihkan, tetapi yang diingkari adalah sesuatu yang keharamannya telah disepakati"
Misalnya sesuatu yang keharamannya masih diperselisihkan adalah membuka paha bagi laki-laki (memakai celana pendek sehingga paha kelihatan oleh orang lain). Dalam madzhab syafi'i hukumnya haram, karena dalam madzhab syafi'i aurat laki-laki adalah bagian badan diantara pusar dan lutut. Sehingga paha termasuk aurat laki-laki. Seorang laki-laki jika dia keluar rumah maka dia harus menutup pahanya, jika tidak maka ia berdosa. Tetapi dalam madzhab lain seperti madzhab maliki hukumnya tidak haram, karena dalam mazhab Maliki aurat laki laki adalah qubul dan dubur. Sehingga paha tidak termasuk aurat laki-laki.
Maka hal seperti ini tidak boleh diingkari karena keharamannya masih diperselisihkan. Tetapi boleh memberinya nasihat agar menutup pahanya.
Apabila kita mengetahui seseorang bermadzhab Syafi'i kemudian dia melakukan perkara yang haram dalam madzhab Syafi'i (dan tidak haram dalam madzhab lain) seperti membuka paha bagi laki-laki, maka kita tetap wajib mengingkarinya. Namun apabila kita tahu dia sedang mengamalkan madzhab lain maka kita tidak boleh mengingkarinya.
3. Tidak boleh menimbulkan kemungkaran yang lebih besar. Karena kemungkaran itu bertingkat-tingkat yang terbesar adalah kufur (Dosa yang tidak diampuni oleh Allah), kemudian dosa besar (al kabair) kemudian dosa kecil (as Shoghoir).
Kufur ada dua jenis, yaitu:
1. Kufur Syirik (Kufur yang mengandung unsur beribadah kepada selain Allah (syirik)).
Misalnya sujud kepada berhala.
2. Kufur ghairu syirik (Kufur yang tidak mengandung unsur beribadah kepada selain Allah).
Misalnya orang mencaci maki Allah, orang yang mengatakan Allah zalim, Allah tidak Adil dll.
Dua jenis kekufuran ini tidak diampuni oleh Allah jika seseorang mati dalam kekufuran tersebut. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ ۚ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Allah mengampuni dosa dibawah (syirik) bagi siapa yang Dia kehendaki." [QS. An-Nisa' 4: Ayat 48]
Allah ta'ala berfirman:
(إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ مَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ)
"Sesungguhnya orang-orang kafir dan melarang orang lain masuk Islam kemudian mereka mati dalam keadaan kafir maka sekali-kali Allah tidak akan pernah mengampuni mereka" [QS. Muhammad 34]
Dibawah dosa kekufuran adalah dosa-dosa besar (al kabair), seperti meninggalkan shalat, membunuh tanpa hak, berzina, berjudi, minum khamr. Dibawah dosa besar adalah dosa-dosa kecil (as Shoghoir).
Wajib bagi seorang mukallaf untuk Nahi Munkar dari semua kemungkaran ini, baik itu berupa dosa kecil, atau dosa besar, atau dosa yang tidak diampuni oleh Allah yaitu kekufuran. Tetapi dalam mengingkari kemungkaran itu, tidak boleh seseorang menimbulkan kemungkaran yang lebih besar.
Tidak boleh karena kita mengingkari kemungkaran berupa dosa kecil, sehingga pelaku dosa kecil tersebut justru melakukan dosa besar. Tidak boleh karena kita mengingkari kemungkaran berupa dosa besar, sehingga pelaku dosa besar tersebut justru melakukan kekufuran.
Misalnya, kita mengetahui seseorang sedang minum khomr, kemudian dengan dugaan yang kuat apabila kita ingkari dengan tangan dan lisan maka dia akan mencaci maki Allah (kufur), maka kita jangan mengingkarinya dengan tangan dan lisan, tapi cukup kita mengingkarinya dengan hati.
Tetapi Jika tidak ada dugaan yang kuat apabila kita ingkari dengan tangan dan lisan maka dia akan melakukan kemungkaran yang lebih besar, maka kita harus ingkari dengan tangan dan lisan.
Misalnya kita yakin bahwa seseorang akan mendengarkan dan menerima nasihat kita, maka kita harus melakukannya.
Ada sebagian orang yang bermaksud baik untuk mengingkari kemungkaran, tetapi dari apa yang dia lakukan justru menimbulkan kemungkaran-kemungkaran yang lebih besar. Pertimbangan seperti ini harus diperhatikan dalam an Nahyu an al Munkar. Tidak boleh seseorang membabi buta tanpa memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah disebutkan diatas.
Pada saat ini kemungkaran yang paling besar adalah penyebaran akidah yang menyimpang dari akidah ahlussunnah Waljamaah. Kemungkaran yang paling mungkar yaitu penyebaran akidah tajsim dan tasybih, yaitu akidah yang menyatakan bahwa Allah serupa dengan makhluk-Nya, yang mengatakan bahwa Allah berupa Jism (benda) yang memiliki anggota badan dan bertempat bersemayam diatas Arasy. Ini adalah akidah yang sekarang disebarkan oleh kelompok Wahhabi.
Mengingkari kemungkaran akidah tajsim dan tasybih ini harus didahulukan daripada yang lain.
Kemudian kemungkaran yang paling besar lainnya adalah penyebaran paham Kelompok Qodariyyah. Yaitu paham yang mengatakan bahwa ada sesuatu yang terjadi tanpa takdir Allah. Paham yang mengatakan ada sesuatu yang terjadi tanpa diciptakan oleh Allah. Ini adalah akidah yang sekarang disebarkan oleh kelompok Hizbut Tahrir (HTI).
Kemudian kemungkaran yang paling besar lainnya adalah penyebaran paham kelompok khawarij yang mengkafirkan setiap umat Islam tanpa alasan yang dibenarkan.
Wajib bagi umat Islam untuk mengingkari kemungkarang-kemungkaran yang paling mungkar ini. Tidak boleh kita biarkan penyebaran paham Wahabi yang mengajarkan akidah tasybih dan tajsim dan juga tidak boleh kita biarkan penyebaran paham Hizbut Tahrir yang menyebarkan aqidah qodariyah, begitu juga tidak boleh kita biarkan penyebaran paham kelompok khawarij yang mengkafirkan setiap umat Islam tanpa alasan yang dibenarkan.
Jika dibiarkan maka ini akan membahayakan bukan hanya diri mereka, tetapi juga membahayakan masyarakat yang bisa terpengaruh oleh mereka, juga membahayakan umat Islam secara umum.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا اْلمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيّرُوْهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ (رواه أحمد)
Maknanya: Sesungguhnya manusia apabila mereka mengetahui kemungkaran dan mereka tidak mengubahnya (mencegahnya) maka dikhawatirkan Allah akan menimpakan adzab pada mereka (ummat Islam) secara merata”.
Apabila kemaksiatan terjadi dibiarkan saja. Apabila kekufuran yang merupakan kemungkaran yang paling mungkar dibiarkan terjadi, tanpa ada seorangpun yang mencegah terjadinya, bahkan di dukung dan difasilitasi. Misalnya kelompok Wahhabi dalam menyebarkan kesesatan akidah tajsim dan tasybih di fasilitasi dengan diberikan dana untuk membangun pondok pesantren. Maka dikhawatirkan Allah meratakan azab-Nya untuk seluruh umat Islam.
Bisa jadi sekarang musibah yang menimpa umat Islam atau bahkan umat manusia secara keseluruhan adalah karena kekufuran telah merajalela, kemaksiatan merajalela sedangkan orang yang nahi mungkar sedikit.
Maka kita harus bangkit melakukan nahi mungkar terutama pada kemungkaran-kemungkaran yang sangat besar yaitu kekufuran akidah tajsim dan tasybih dari kelompok Wahhabi, akidah Qodariyyah dari kelompok Hizbut Tahrir, dan Akidah Khawarij yang sedang menyebar di tengah-tengah umat Islam.