Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Syaikh Khalil Dabbagh Kehilangan Mutarjim

 Kisah Nyata yang diceritakan oleh guru kami, Ustadz Busthomy Ar-Riyawi


Sekitar Tahun 2011, Salah seorang Habib, orang Alim dari Timur Tengah, namanya al-Habib Khalil Dabbagh, datang ke indonesia beberapa waktu, mungkin beliau tidak begitu terkenal, namun beliau sempat berkiprah dalam dakwah Aswaja di indonesia, dan sempat menjalin hubungan Harmonis dengan beberapa kiyai di indonesia, saat itu beliau ditugaskan beberapa saat untuk mengajar di Pusat Kajian Islam Aswaja Syahamah, Jakarta.

pada suatu kesempatan beliau diundang untuk mengisi dauroh Aswaja dan Mengisi Seminar besar, dihadiri ratusan kiyai, dan disebutkan bahwa jama'ah yang hadir sekitar sepuluh ribu, menurut panitia.

beliau berangkat dari Jakarta dengan membawa tiga orang muridnya, dua orang bertugas menjadi Mutarjim, yang satu bertugas mengatur segala kebutuhan sang Habib.

namanya murid, mereka bertiga bertingkah selayaknya murid, membawa semua perbekalan dan barang-barang gurunya.

dan namanya dalam perjalanan, maka mereka memakai pakaian seadanya, tidak rapi, dan tidak seperti akan pergi ceramah, termasuklah si mutarjim.

sesampainya di jawa tengah, rombongan dijemput dengan mobil pribadi, sang supir melihat sang Habib begitu sumringahnya, orang 'Alim yang kiyainya sangat menunggu kedatangannya sudah tiba. dia tidak memperhatikan murid-murid sang habib sebagai halnya mutarjim, namun dengan ramah dia menegur, kira-kira "mas, bawa sini barang-barang habib, masukkan ke mobil.

ternyata ada dua mobil yang menjemput, sang murid yang memang sekaligus menjadi Khadim sang habib dan mutarjim, dipisah, dua orang yang rapi bersama sang habib, yang satu lagi mutarjim dia yang  membawa barang-barang lebih banyak, serta berpakainan persis khadim disuruh naik mobil yang satu lagi, khusus membawa barang-barang al-Habib Khalil.

ringkasnya, sampailah di pesantren yang besar, dengan muridnya yang ribuan telah menanti kedatangan sang Habib, waktu itu sekitar jam 9.00 malam.

al-Habib dan dua pendampingnya berjalan dahuluan, kerumunanpun berdesakan ingin bersamalaman dengan al-habib, dengan sigapnya para pembina, para ustazd dan murid senior membuar pagar betis agar al-Habib bisa segera sampai ke kamar untuk sejenak beristirahat dan bersiap-siap mengisi materi pembukaan dauroh.

saat sang khadim yang satu lagi keluar mobil, membawa tas-tas yang besar, membawa juga topi yang al-Habib ciri khas Timur tengah, dia segera bergegas menuju al-Habib untuk menyusul.namun....

tiba-tiba beberapa pria besar dan tegap, mungkin pembina atau santri senior, sudah dewasa tampangnya, mencegat sang khadim, dengan tegas mereka membentak "mas, kamu siapa ? mau kemana ?"

sang khadim menjawab dengan sopan: "saya mau ke tempat al-habib"

mereka menjawab: "ndak usah, jangan kesana, sampean ke sini saja, bawa barang-barang sampean ke sini" sambil menunjukkan sebuah pendopo.

maka sang khadimpun pergilah ke pendopo, karena tidak diizinkan para penjaga untuk ke tempat al-Habib.

dalam perjalanannya menuju pendopo, dia begitu diacukan, banyak yang melihatnya sebagai seorang biasa yang cuma bawa tas-tas besar dan kresek, dengan pakaian lusuh.

si khadim lalu istirahat di pendopo sendirian, tiada yang menemani, satupun santri di sana tidak ada yang mengurnya, layaknya seorang tamu yang betul-betul tidak dikenal, diapun sempat berebah, berbaring dan santai menunggu apa kira-kira yang bakal terjadi nanti, mutarjimnya di sini,ah, mungkin dua orang kawannya itu bisa menjadi mutarjim untuk pertemuan awal malam ini. hehehehe.

waktupun berjalan, setelah sekitar  20 menit atau lebih, tiba-tiba terjadi kehebohan, dari kamar istirahat al-Habib, mereka sepertinya sedang mencari-cari seseorang, menanti seseorang.

Hp sang khadim tiba-tiba berdering, dia dihubungi oleh temannya yang sudah bersama al-Habib: "ente dimana ?".

jawabnya: "ana di pendopo !"

kawannya: "ngapain di pendopo ?"

jawabnya: "ya ana nggak boleh ke kamar syekh sama penjaga tadi, beberapa orang bapak-bapak tadi bentak saya waktu mau nyusul kalian"

kawannya: "lah, antum ditunggu syekh untuk nerjemahin beliau, juga itu pakaian syekh kan sama antum"

jawabnya: "laaah, mau gimana, coba ente jemput kesini, ntar ana dibentak lagi kalau sendirian". hehehehehe

beberapa saat datanglah senior santri yang berpakain rapi, datang ke pendopo dan koordinasian sama para penjaga.

tiba-tiba mereka yang tadinya galak sama si khadim datang, dan menyapa, dengan lembut: "Mas, panjenengan mutarjimnya Habib ya ?"

jawab si khadim, dengan senyum dan tetap ramah: "nggeh pak, ada apa ya pak ?"

jawab mereka: "kok ora ngomong panjenengan !, waduuh, habibnya nyariin, ngapunten nggeh mas, maaf mas, kami ndak tahu !"

jawabhnya: "nggeh, mbonten nopo-nopo" hehehe.

mereka kemudian dengan sopan mengawal sang khadim untuk diantar ke kamar Habib, dan sesampainya di sana, mereka saling tersenyum dan ada yang tertawa: "Habib kehilangan mutarjim"....hehehe.

alhamdulillah.

akhirnya dengan Izin Allah, berjalanlah dauroh itu dengan sempurna.

Ternyata tampang dan pakaian masih menjadi tolak ukur banyak orang.

Ternyata pendakwah Aswaja di zaman ini, selain harus berilmu tinggi, harus juga memperhatikan akhlak dan pakainnya saat di medan dakwah.

Posting Komentar untuk "Kisah Syaikh Khalil Dabbagh Kehilangan Mutarjim"