NEWS

Mengenal Syaikh Ihsan bin Dahlan Jampes

Ada banyak ulama ahlussunnah wal jamaah yang terlahir di Indonesia dan meninggal di Indonesia artinya dimakamkan di Indonesia, selain ulama indonesia yang dimakamkan di negeri arab.


Satu di antaranya adalah beliau bernama Syaikh Muhammad Ihsan bin Muhammad Dahlan al-Jampesi al-Kadiri atau popular dikenal dengan nama Syaikh Ihsan Jampes. Beliau lahir di Kampung Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, pada tahun 1901 Masehi dan wafat pada 16 September 1952 Masehi.

Namun banyak orang yang tidak mengenal nama asli beliau. Oleh karenanya warga NU mengenalkan siapa beliau dan siapa nama asli beliau. Nama asli beliau adalah Bakri yang terlahir dari pasangan KH. Dahlan dan Nyai Artimah. Ayahandanya, KH. Dahlan, merupakan ulama' terkemuka pada zamannya, yang merintis Pondok Pesantren Jampes pada tahun 1886 M. Kyai Dahlan adalah putra dari KH Saleh yang juga seorang kiai dari Jawa Barat, dan leluhurnya masih memiliki nasab sampai kepada Sunan Gunung Jati Cirebon atau Syarif Hidayatullah. Dari jalur ibunya, ibu dari Syaikh Ihsan Jampes yaitu Nyai Artimah merupakan putri dari KH Sholeh Banjarmelati Kediri.

Dan beliau KH. Sholeh Banjarmlati adalah ulama yang sezaman dengan Syaikhona Kholil Bangkalan dan Syaikh Nawawi, Banten. Dan juga mbah KH. Sholeh Banjarmlati ini mempunyai keturunan sebanyak 11 putra-putri dan juga menantunya rata-rata alim, mereka semua adalah:

  1. Nyai Hasanah, istri dari KH. Muhammad Ma’roef, PP. Kedunglo, Kediri
  2. Nyai Anjar, istri dari KH. Muhammad Fadil, PP. Batokan, Petok, Mojo, Kediri
  3. Nyai Artimah, istri KH. Muhammad Dahlan, PP. Jampes, Kediri (yang sedang kita bahas sekarang)
  4. Almaghfurlah KH. Muhammad, PP. Bandar Kidul, Kota Kediri.
  5. Nyai Nafisah, istri dari KH. Manshur, PP. Kalipucung, Sanankulon, Blitar.
  6. Nyai Khodijah atau dikenal dengan Nyai Dlomroh, istri dari mbah KH. Abdul Karim, PP. Lirboyo, Mojoroto, Kota Kediri.
  7. Almaghfurlah KH. Rofi’i (Beliau Wafat di Makkah)
  8. Almaghfurlah KH. Ya’qub Lirboyo, PP. Ya’qub Lirboyo
  9. Almaghfurlah KH. Asy’ari, PP. Sumbercangkring, Gurah, Kab. Kediri.
  10. Almaghfurlah KH. Abdul Hayyi, PP. Alawi, Banjarmlati, Kota Kediri.
  11. Almaghfurlah KH. Ibrahim

Dari latar belakang keluarga tersebut, maka tidak heran kalau syaikh ihsan jampes ditempa oleh ayahandanya dan juga di lingkungan pondok pesantren. Sehingga beliau menjadi seorang ulama yang hebat. Termasuk mewariskan ilmu dan karya tulis yang luar biasa. Terutama dalam kategori akidah.

Beliau, Syekh Ihsan jampes waktu kecil menuntut ilmu ke beberapa pesantren, di antaranya adalah Pondok Pesantren Bendo, Pare, Kediri asuhan KH Khozin yang merupakan pamannya sendiri. Kemudian setelah dari ponpes tersebut, syaikh ihsan jampes muda pindah ke Pesantren Jamseran Solo, lalu kemudian ke Pondok Pesantren asuhan KH Dahlan Semarang dan Pesantren Mangkang Semarang, kemudian ke Nganjuk, yaitu di Pondok Pesantren Gondanglegi yang sebelum berguru kepada KH Kholil Bangkalan di Madura. Dari sekian pondok pesantren ini, Syaikh Ihsan Jampes muda ini tekun dan rajin sehingga beliau dapat menguasai ilmu yang diajarkan oleh para gurunya dengan baik.

Setelah boyong dari pesantren, beliau kembali ke asalnya dan meneruskan perjuangan ayahnya, yakni KH Muhammad Dahlan. Dalam meneruskan perjuangan ayahnya, pondok pesantren yang didirikan ayahandanya tentu membutuhkan inovasi dan pengembangan sehingga syaikh ihsan jampes mendirikan Madrasah Diniyah Mafatihul Huda pada tahun 1942 M.

Mbah Syaikh KH Ihsan Jampes tercatat menjadi pengasuh Pondok Pesantren Jampes selama 20 tahun, mendidik santri-santrinya dengan telaten dan tekun. Sehingga tercatat hari ini yaitu masa kita sekarang tercatat menjadi tokoh ulama nusantara yang memiliki jasa dan kontribusi besar bagi agama, bangsa dan negara. 

Dari para santri-santrinya juga banyak yang menjadi ulama besar dan hebat hebat. Beberapa santri beliau yang menjadi ulama di antaranya adalah Kiai Soim pengasuh pesantren di Tanggir Tuban, KH. Zubaidi di Mantenan Blitar, KH. Mustholih di Kesugihan Cilacap, KH. Busyairi di Sampang Madura, K. Hambali di Plumbon Cirebon, K. Khazin di Tegal, KH. Zaini Ilyas dari Banyumas dan lainnya.

Selain mendidik, tentunya juga Syaikh Ihsan Jampes aktif menulis kitab. Dari data yang terkumpul, beliau sangat aktif menulis kitab sehingga kitab-kitabnya beliau banyak sekali. Dari karya tulis ilmiah yang beliau tulis ini, Sosok Syaikh Ihsan Jampes merupakan ulama Nusantara yang menarik perhatian sarjana Islam. Serta buku bukunya dipelajari oleh pondok pesantren sampai di universitas islam di Indonesia terutama melalui karyanya yang secara terus menerus menjadi rujukan pemikiran di berbagai belahan dunia Islam. Diantara satu karyanya yang fenomenal dan populer serta telah mendunia adalah Kitab Sirajut Thalibin, yaitu sebuah karya tentang penjelasan (syarah) dari kitab Minhaj al-Abidin karya Imam al-Ghazali.

Kitab Sirajut Thalibin

Syaikh Ihsan Jampes memulai menulis kitab ini pada tahun 1932 M. Dan kitab ini berisi penjelasan (syarah) dari kitab Minhaj al-Abdidin yang dikarang oleh Imam al-Ghazali. Kitab ini mengulas tentang ilmu tasawuf Imam Ghazali.

Di dalam kitabnya yang berjudul "Siraj ath-Tholibin Ala Minhaj al-Abidin" di Halaman 104, menyebutkan :

والله تبارك وتعالى مُقدسٌ عن أن يحويه مكان فيشار إليه أو تضمه جهة، وإنما اختصت السماء برفع الأيدي إليها عند الدعاء لأنها جعلت قبلة الأدعية كما أن الكعبة جعلت قبلة للمصلي يستقبلها في الصلاة.  ﻭﻻ ﻳﻘﺎﻝ ﺇﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻰ ﺟﻬﺔ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻛﻤﺎ ﺗﻘﺪﺱ ﻋﻦ ﺃﻥ ﻳﺤﺪﻩ ﺯﻣﻦ اهـ

Maknanya: "... Dan Allaah maha suci dari diliputi oleh tempat sehingga bisa di tunjuk, Allaah juga maha suci dari diliputi oleh arah. Sedangkan tangan yang di angkat dan di arahkan ke langit ketika berdo'a dikarenakan langit dijadikan sebagai kiblat do'a sebagaimana Ka'bah dijadikan kiblat bagi orang yang sholat, ia menghadap kepadanya di dalam sholat, dan tidak di katakan bahwa Allaah ta'alaa ada di arah ka'bah, sebagaimana Allaah maha suci dari di batasi oleh waktu".

Syekh Ihsan Jampes dalam kitab tersebut menegaskan bahwa Allah maha suci dari tempat dan arah, karena:

  1. berada pada tempat dan arah adalah sifat makhluk
  2. Karena tempat dan arah adalah makhluk, dan Allah tidak membutuhkan pada makhluk-Nya.
  3. Karena sesuatu yang bertempat pasti memiliki bentuk dan ukuran, sesuatu yang memiliki ukuran dan bentuk membutuhkan pada yang menjadikan pada bentuk dan ukuran tersebut.
  4. Dan yang membutuhkan pada selainnya berarti lemah dan yang lemah itu makhluk, tidak berhak menjadi tuhan.

Kitab Manahij al-Imdad

Kitab ini ditulis pada tahun 1944 M, yang merupakan penjelasan (syarah) dari kitab Irsyad al-Ibad karangan Syekh Zainuddin Al-Malibari. Kitab ini mengulas tentang ilmu akhlak tasawuf. 

Dan masih banyak lagi.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar