Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tafsir Surat Al An'am Ayat 101 dan 103

TAFSIR SURAT AL AN'AM 101

بَدِیعُ ٱلسَّمَـٰوَ ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِۖ أَنَّىٰ یَكُونُ لَهُۥ وَلَدࣱ وَلَمۡ تَكُن لَّهُۥ صَـٰحِبَةࣱۖ وَخَلَقَ كُلَّ شَیۡءࣲۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣱ

[Surat Al-An'am 101]


Penjelasan; Ayat ini menjelaskan tentang beberapa sifat Allah ta'ala. 

بَدِیعُ ٱلسَّمَـٰوَ ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضِۖ

Ayat ini menjelaskan bahwa di antara nama Allah adalah al Badii', Dzat yang menciptakan makhluk tanpa ada contoh sebelumnya. Allah menciptakan langit sebanyak tujuh buah, demikian juga bumi diciptakan tujuh buah. Ini sesuai dengan firman Allah ta'ala:

ٱللَّهُ ٱلَّذِی خَلَقَ سَبۡعَ سَمَـٰوَ ⁠تࣲ وَمِنَ ٱلۡأَرۡضِ مِثۡلَهُنَّ 

[Surat Ath-Thalaq 12]

Bumi dengan segala isinya, langit dengan segala isinya, serta semua yang berada di antara langit dan bumi diciptakan selama 6 hari, dimulai dari hari Ahad sampai dengan hari Jum'at. Manusia adalah jenis makhluk yang terakhir diciptakan, yaitu pada hari Jum'at setelah Ashar. Ini sesuai dengan firman Allah ta'ala:

وَهُوَ ٱلَّذِی خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضَ فِی سِتَّةِ أَیَّامࣲ

[Surat Hud 7]

Hikmah diciptakannya alam semesta dalam 6 hari adalah untuk mengajarkan taanni (perlahan-lahan/tidak tergesa-gesa) dalam segala sesuatu. Karena jika Allah berkehendak maka mudah bagi Allah untuk menciptakannya dalam sekejap. 

 أَنَّىٰ یَكُونُ لَهُۥ وَلَدࣱ وَلَمۡ تَكُن لَّهُۥ صَـٰحِبَةࣱۖ

Ayat ini menjelaskan bahwa mustahil bagi Allah memiliki anak dan istri. Ayat ini membantah keyakinan orang Nashrani yang meyakini Allah mempunyai istri dan anak. 

Kenapa mustahil Allah memiliki anak dan istri?

Karena jika Allah memiliki anak dan istri niscaya akan serupa dengan makhluk. Padahal tidak mungkin secara akal, sang Pencipta serupa dengan ciptaan-Nya. Al Imam Abu Hanifah berkata:

انى يشبه الخالق مخلوقه

"Tidak mungkin Pencipta menyerupai ciptaannya"

Karena jika Allah memiliki anak niscaya Dia adalah induk dari sesuatu, terpisah dari-Nya sesuatu yang lain. Padahal menempel dan terpisah adalah sifat makhluk, sedangkan Allah adalah al Khaliq, tidak boleh disifati dengan sifat makhluk. Karena yang disifati dengan sifat makhluk disebut makhluk bukan al Khaliq. 

وَخَلَقَ كُلَّ شَیۡءࣲۖ

Allah adalah pencipta segala sesuatu (al Khaliq), dengan makna mengadakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Semua yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan Allah, tidak ada pencipta selain hanya Allah saja. Ayat ini semakna dengan ayat-ayat yang lain, di antaranya:

Allah ta'ala berfirman:

وَخَلَقَ كُلَّ شَیۡءࣲ فَقَدَّرَهُۥ تَقۡدِیرࣰا

[Surat Al-Furqan 2]

Allah ta'ala berfirman:

قُلِ ٱللَّهُ خَـٰلِقُ كُلِّ شَیۡءࣲ وَهُوَ ٱلۡوَ ⁠حِدُ ٱلۡقَهَّـٰرُ

[Surat Ar-Ra'd 16]

Allah ta'ala berfirman:

هَلۡ مِنۡ خَـٰلِقٍ غَیۡرُ ٱللَّهِ یَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَاۤءِ وَٱلۡأَرۡضِۚ 

[Surat Fathir 3]

Allah adalah pencipta makhluk dan perbuatanya

Allah ta'ala berfirman:

وَٱللَّهُ خَلَقَكُمۡ وَمَا تَعۡمَلُونَ

[Surat Ash-Shaffat 96]

Allah pencipta perbuatan yang baik dan pencipta perbuatan yang buruk.

Allah ta'ala berfirman:

مِن شَرِّ مَا خَلَقَ

[Surat Al-Falaq 2]

Allah pencipta perbuatan ikhtiyariyah (perbuatan yang terjadi dengan kehendak manusia) dan perbuatan idlthiroriyyah (perbuatan yang terjadi tanpa kehendak manusia). Allah ta'ala berfirman:

قُلۡ إِنَّ صَلَاتِی وَنُسُكِی وَمَحۡیَایَ وَمَمَاتِی لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَـٰلَمِینَ

[Surat Al-An'am 162]

Shalat dan nusuk (menyembelih kurban) adalah contoh perbuatan ikhtiyariyyah dan hidup dan mati adalah contoh perbuatan idlthiroriyah. Ditegaskan dalam ayat ini bahwa semuanya milik dan ciptaan Allah ta'ala.

*Perhatian*: Waspadalah terhadap kelompok Hizbut Tahrir yang meyakini Aqidah qodariyah, mereka mengatakan perbuatan ikhtiyariyyah bukan ciptaan Allah, tetapi ciptaan manusia itu sendiri. 

وَهُوَ بِكُلِّ شَیۡءٍ عَلِیمࣱ

Allah ta'ala maha mengetahui terhadap segala sesuatu. Kata شَیۡءٍ dalam ayat ini berbeda dengan kata شَیۡءٍ dalam ayat yang menjelaskan sifat qudroh. Karena dalam ayat ini kata ini mencakup keseluruhan (wajib aqli, mustahil aqli dan jaiz aqli), berbeda dalam ayat tentang qudroh yang hanya mencakup sesuatu yang jaiz aqli. Ilmu Allah itu azali (tidak berpermulaan) dan abadi (tidak berakhiran).

Ayat yang dzahirnya seolah-olah menunjukkan ilmu Allah baharu maka harus dipahami dengan benar, misalnya ayat:

ٱلۡـَٔـٰنَ خَفَّفَ ٱللَّهُ عَنكُمۡ وَعَلِمَ أَنَّ فِیكُمۡ ضَعۡفࣰاۚ فَإِن یَكُن مِّنكُم مِّا۟ئَةࣱ صَابِرَةࣱ یَغۡلِبُوا۟ مِا۟ئَتَیۡنِۚ وَإِن یَكُن مِّنكُمۡ أَلۡفࣱ یَغۡلِبُوۤا۟ أَلۡفَیۡنِ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِینَ

[Surat Al-Anfal 66]

Firman Allah وَعَلِمَ أَنَّ فِیكُمۡ ضَعۡفࣰاۚ tidak berarti bahwa Allah baru mengetahui kelemahan umat Islam sekarang, tetapi makna ayat tersebut: Sekarang Allah meringankan beban umat Islam (dalam peperangan dari 1 lawan 10 menjadi 1 lawan 2) dan Allah mengetahui pada azal bahwa ada kelemahan pada diri mereka. Penjelasan tentang keluasan ilmu Allah telah dijelaskan pada penafsiran Ayat Aqidah sebelumnya.

TAFSIR SURAT AL AN'AM 103

لَّا تُدۡرِكُهُ ٱلۡأَبۡصَـٰرُ وَهُوَ یُدۡرِكُ ٱلۡأَبۡصَـٰرَۖ وَهُوَ ٱللَّطِیفُ ٱلۡخَبِیرُ

[Surat Al-An'am 103]

Penjelasan

لَّا تُدۡرِكُهُ ٱلۡأَبۡصَـٰرُ وَهُوَ یُدۡرِكُ ٱلۡأَبۡصَـٰرَۖ

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak dilihat dengan penglihatan mata di dunia. Sedangkan Allah melihat semua makhluk dan penglihatannya secara rinci, karena Allah yang telah menciptakannya. Ayat ini tidak bertentangan dengan Q.S al Qiyamah 22-23 yang menjelaskan bahwa penduduk surga akan melihat Dzat Allah. Karena ayat ini menafikan melihat Allah di dunia, sedangkan Q.S al Qiyamah 22-23 menetapkan melihat Allah di akhirat bagi para penduduk surga. Ayat ini selaras dengan hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

لَنْ تَرَوْا رَبَّكُمْ حَتَّى تَمُوتُوا 

"Kalian tidak akan melihat Tuhan kalian sampai kalian mati" HR Ahmad

Menurut pendapat yang unggul pada malam mi'raj, Rasulullah ﷺ melihat Allah dengan hatinya, tidak dengan mata kepala. Allah memberi kekuatan pada hati beliau untuk bisa melihat Dzat Allah ta'ala yang bukan berupa benda, ada tanpa tempat dan arah. Tidak serupa Apapun. Ayat di atas juga semakna dengan firman Allah ta'ala:

قَالَ رَبِّ أَرِنِیۤ أَنظُرۡ إِلَیۡكَۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِی

[Surat Al-A'raf 143]

"Nabi Musa berkata, wahai Tuhanku perlihatkan kepadaku agar aku bisa melihat-Mu, Allah berfirman: kamu tidak akan melihatku".

Ayat ini juga menafikan ru'yatullah (melihat Allah) di dunia, Tidak menafikan ru'yatullah (melihat Allah) di akhirat. Permintaan nabi Musa kepada Allah agar Allah memperlihatkan Dzat-Nya yang tidak serupa dengan makhluk kepadanya menunjukkan bahwa ru'yatullah bukan sesuatu yang mustahil secara akal, karena jika itu mustahil pastilah nabi Musa tidak memintanya kepada Allah. Ini juga membantah kelompok mu'tazilah yang menganggap ru'yatullah sebagai sesuatu yang mustahil.

وَهُوَ ٱللَّطِیفُ ٱلۡخَبِیرُ

Allah itu al Lathiif artinya Dzat yang memberi kebaikan kepada para hamba-Nya tanpa disangka oleh mereka.  

Allah itu al Khobiir, artinya Dzat yang mengetahui hakekat dari segala sesuatu, tidak ada sesuatupun yang samar bagi Allah, Allah mengetahui seluruhnya baik secara global maupun terperinci. 

والله أعلم وأحكم

الله موجود بلا مكان

Allah Ada Tanpa Tempat

Posting Komentar untuk "Tafsir Surat Al An'am Ayat 101 dan 103"