NEWS

Tafsir Ayat Aqidah Surat Al-Mulk 16-17 dan Surat Al-Hadid 4

TAFSIR AYAT AQIDAH 41

ءَأَمِنتُم مَّن فِی ٱلسَّمَاۤءِ أَن یَخۡسِفَ بِكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فَإِذَا هِیَ تَمُورُ ۝

[Surat Al-Mulk 16 - 17]

"Sudah merasa amankah kalian, bahwa malaikat yang di langit tidak akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia berguncang?" 


*Penjelasan*:

Ayat ini tergolong sebagai ayat mutasyabihat yang makna dzahirnya mengindikasikan seolah-olah Allah bertempat di atas langit.

Agar tidak bertentangan dengan ayat muhkamat yang menegaskan bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk, maka untuk memahami ayat tersebut harus dengan menggunakan metode takwil.

Para ulama tafsir mentakwil ayat di atas dengan beberapa pentakwilan, yaitu:

1. Sebagian ulama tafsir menafsirkan lafadz  من في السماء pada ayat di atas dengan "para malaikat". 

Sehingga makna ayat di atas adalah "Sudah merasa amankah kalian, *bahwa para malaikat yang di langit* tidak akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia berguncang?!" 

2. Sebagian ulama tafsir mentakwil ayat di atas dengan: 

"wahai penduduk Makkah sudah merasa amankah kalian *bahwa Allah yang kalian sangka berada di langit (padahal Dia ada tanpa tempat)* tidak akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia berguncang?!" 

3. Sebagian ulama tafsir mentakwil ayat di atas dengan:

"sudah merasa amankah kalian bahwa *Allah pencipta langit dan yang kekuasaannya berada di langit* tidak akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia berguncang?!"

Awas Waspadalah* 

Terhadap kelompok Wahhabi yang menafsirkan lafadz من في السماء dalam ayat di atas dengan Allah. Sehingga mereka meyakini bahwa Allah itu bertempat di atas langit.

Dengan keyakinan seperti ini mereka telah menyerupakan Allah dengan para malaikat, sama-sama bertempat di atas langit. Karena malaikat adalah penduduk langit.

Rasulullah ﷺ bersabda:

ما في السماوات السبع موضع اربع أصابع الا وفيه ملك قائم أو راكع أو ساجد

"Tidak ada di langit yang tujuh tempat empat jari kecuali di sana ada malaikat yang berdiri atau ruku' atau sujud".

Keyakinan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) adalah keyakinan yang bertentangan dengan tauhid, prinsip ajaran Islam.

TAFSIR AYAT AQIDAH 42

هُوَ ٱلَّذِی خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضَ فِی سِتَّةِ أَیَّامࣲ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ یَعۡلَمُ مَا یَلِجُ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَمَا یَخۡرُجُ مِنۡهَا وَمَا یَنزِلُ مِنَ ٱلسَّمَاۤءِ وَمَا یَعۡرُجُ فِیهَاۖ وَهُوَ مَعَكُمۡ أَیۡنَ مَا كُنتُمۡۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِیرࣱ

[Surat Al-Hadid 4]

"Allah adalah Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan Allah menguasai Arsy, Allah mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik di dalamnya, Allah mengetahui kalian di manapun kalian berada, dan Allah melihat terhadap apa yang kalian lakukan". 

*Penjelasan*:

Ayat ini menjelaskan beberapa permasalahan Aqidah, yaitu:

هُوَ ٱلَّذِی خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ⁠تِ وَٱلۡأَرۡضَ فِی سِتَّةِ أَیَّامࣲ

Penciptaan langit dan bumi itu berlangsung selama 6 hari, dari hari Ahad sampai dengan Jum'at. 

Pada hari Ahad dan Senin, Allah ta'ala menciptakan 7 bumi.

Pada hari Selasa dan Rabu, Allah ta'ala menciptakan 7 buah langit

Pada hari Kamis dan Jumat, Allah ta'ala menciptakan segala sesuatu yang ada di antara bumi dan langit serta pelengkap bumi. 

Manusia adalah jenis makhluk yang terakhir diciptakan, yaitu pada waktu Ashar hari Jum'at.

Allah berkuasa untuk menciptakan alam semesta dalam waktu sekejap, tetapi Allah menciptakannya dalam waktu enam hari untuk mengajarkan kepada manusia at Ta'anni (pelan-pelan/tidak tergesa-gesa) dalam melakukan sesuatu.

ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ

Ayat ini tergolong sebagai ayat mutasyabihat yang makna dzahirnya mengindikasikan seakan-akan Allah bertempat di atas Arsy. Dan makna seperti ini tidak layak bagi Allah ta'ala, karena bertempat adalah sifat makhluk. 

Sebagian para ulama mentakwilnya dengan 'menguasai', bahwa Allah menguasai Arsy. Penafsiran ayat ini lebih rinci telah dijelaskan pada penafsiran ayat sebelumnya (Q. S Thoha:5). 

Lafadz "Tsumma" dalam ayat ini tidak berarti tartib/urutan kejadian (tartib al hushul), tetapi berarti tertib/urutan pemberitaan (tartib al ikhbar).

Artinya setelah Allah memberitahukan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian Allah memberitahukan bahwa Dia menguasai Arsy.

Dengan demikian makna 'tsumma' dalam ayat ini adalah 'wa'. Al Maturidiy mengatakan:

ثم استوى على العرش اي وقد استوى على العرش.

Pemaknaan seperti ini dibenarkan dalam kaidah bahasa. Syair Arab mengatakan:

قل لمن ساد ثم ساد ابو ه # ثم قد ساد قبل ذلك جده

"Katakanlah kepada orang yang telah menjadi pemimpin *kemudian* ayahnya telah menjadi pemimpin, *kemudian* sebelum itu kakeknya telah menjadi pemimpin". 

یَعۡلَمُ مَا یَلِجُ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَمَا یَخۡرُجُ مِنۡهَا وَمَا یَنزِلُ مِنَ ٱلسَّمَاۤءِ وَمَا یَعۡرُجُ فِیهَاۖ

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah ta'ala mengetahui segala sesuatu, tanpa pengecualian. Allah menjelaskan tentang hal itu dengan ungkapan berikut ini:

Allah ta'ala mengetahui segala sesuatu yang masuk ke dalam bumi seperti benih tanaman, tetesan air hujan, harta karun, dan orang-orang yang mati. 

Allah mengetahui segala sesuatu yang keluar dari bumi, seperti tumbuh-tumbuhan dan semacamnya.

Allah ta'ala mengetahui segala sesuatu yang turun dari langit, seperti para malaikat dan air hujan

Allah ta'ala mengetahui segala sesuatu yang naik ke atas langit, seperti amal perbuatan dan do'a manusia. 

 وَهُوَ مَعَكُمۡ أَیۡنَ مَا كُنتُمۡۚ 

Ayat ini tergolong sebagai ayat mutasyabihat. Makna dzahir dari ayat ini mengindikasikan seolah-olah Allah bertempat di bumi bersama manusia.

Makna seperti ini tentu tidak layak untuk Allah dan bertentangan dengan makna ayat Muhkamat (seperti Q.S Asy Syura: 11) yang menegaskan bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk, Allah bukan benda dan tidak disifati dengan sifat benda seperti bertempat pada suatu tempat.

Karena itu para ulama mentakwil ayat ini dengan معية العلم, sehingga makna ayat tersebut adalah: 

*"Allah mengetahui kalian di manapun kalian berada".*

وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِیرࣱ

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah melihat terhadap segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia, dan akan membalas setiap perbuatan itu sesuai dengan amal perbuatannya. 

Apabila manusia berbuat kebaikan, maka Allah akan membalasnya dengan pahala.

Pahala adalah balasan menyenangkan pada hari kiamat atas perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia, seperti masuk surga. 

Apabila manusia berbuat keburukan, maka Allah akan membalasnya dengan adzab.

Adzab adalah balasan tidak menyenangkan pada hari kiamat atas perbuatan buruk yang dilakukan oleh manusia, seperti masuk neraka.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar