NEWS

Tafsir Ayat Aqidah Surat Al-Baqarah 115 dan Surat Al-Qashash 88

TAFSIR AYAT AQIDAH 44

وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ فَأَیۡنَمَا تُوَلُّوا۟ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ وَ ⁠سِعٌ عَلِیمࣱ

[Surat Al-Baqarah 115]

"Timur dan barat adalah milik Allah, kemanapun kalian menghadap maka di sanalah qiblat Allah, sesungguhnya Allah Maha luas Rahmat-Nya dan Maha Mengetahui".


*Penjelasan*:

وَلِلَّهِ ٱلۡمَشۡرِقُ وَٱلۡمَغۡرِبُۚ

Ayat ini menjelaskan bahwa timur dan barat adalah milik Allah ta'ala. Karena Allah ta'ala yang telah menciptakan timur dan barat, bahkan yang telah menciptakan segala sesuatu. 

 فَأَیۡنَمَا تُوَلُّوا۟ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ 

Ayat ini adalah ayat mutasyabihat yang dzahirnya mengindikasikan bahwa Allah berada di semua arah dan bahwa Allah memiliki anggota badan berupa muka.

Makna seperti ini tidak layak bagi Allah ta'ala, karena berada pada suatu arah dan memiliki anggota badan adalah sifat makhluk. Sedangkan Allah yang menciptakan makhluk tidak mungkin serupa dengan makhluk, sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat Muhkamat (Q.S Asy Syura:11)

Al Imam Mujahid (murid sahabat Abdullah ibn Abbas) mentakwil lafadz وجه الله  pada ayat di atas dengan قبلة الله (kiblat Allah).

Karena ayat ini berkenaan dengan shalat sunnah yang dilakukan oleh orang yang dalam perjalanan (musafir) di atas hewan tunggangan.

Berdasarkan ayat tersebut, para ulama fiqih menjelaskan tata cara shalat sunnah di atas hewan tunggangan dalam perjalanan, yaitu: ketika takbiratul ihram dia harus menghadap ke arah kiblat (Ka'bah), setelah itu kemanapun hewan tunggangannya menghadap (meski tidak menghadap ka'bah) shalat sunnah tersebut tetap sah. 

Perhatian:* 

Tata cara shalat seperti ini tidak berlaku untuk shalat wajib di atas kendaraan, juga tidak berlaku untuk shalat sunnah yang dilakukan tidak di atas hewan tunggangan.

Shalat wajib harus dilakukan dengan mengahadap ke qiblat (Ka'bah) dari awal sampai akhir, baik dalam bepergian maupun di rumah. 

Dengan demikian makna ayat tersebut adalah: "Kemanapun kalian menghadap (setelah takbiratul ihram dalam shalat sunnah di atas hewan tunggangan) maka di sanalah qiblat Allah".

Al Imam Abu Ja'far at Thohawi mengatakan:

تعالى يعنى الله عن الحدود والغايات والأركان والأعضاء والأدوات لا تحويه الجهات الست كسائر المبتدعات

"Maha suci Allah dari bentuk/ukuran, batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar, anggota badan yang kecil, Allah tidak diliputi oleh enam arah sebagaimana seluruh makhluk"

 إِنَّ ٱللَّهَ وَ ⁠سِعٌ عَلِیمࣱ

Pada akhir ayat, Allah ta'ala menyebutkan dua namanya, al Waasi' dan al 'Aliim.

Al Waasi' artinya Dzat  yang maha luas rahmat-Nya terhadap makhluk-Nya. 

Al A'liim artinya Dzat yang maha mengetahui terhadap segala sesuatu, tidak ada sesuatupun yang samar bagi Allah. Allah mengetahui apa yang maslahah bagi makhluk-Nya. 

Referensi:

Tafsir ar Razi

TAFSIR AYAT AQIDAH 45

وَلَا تَدۡعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَۘ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَۚ كُلُّ شَیۡءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجۡهَهُۥۚ لَهُ ٱلۡحُكۡمُ وَإِلَیۡهِ تُرۡجَعُونَ

[Surat Al-Qashash 88]

"Dan janganlah kamu beribadah pada tuhan lain bersama Allah, tidak ada yang disembah dengan benar selain hanya Dia, Segala sesuatu akan hancur kecuali kekuasaan Allah, menetapkan hukum adalah milik Allah dan kepada-Nya kalian dikembalikan (untuk menerima pembalasan)".

*Penjelasan*

Ayat ini menjelaskan tentang beberapa hal, antara lain:

 وَلَا تَدۡعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَۘ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَۚ

Ayat ini menjelaskan larangan beribadah kepada selain Allah (syirik), karena tidak ada yang berhak disembah selain hanya Dia (Allâh).

Karena Allah adalah satu-satunya al Khâliq *(pencipta segala sesuatu)*, sedangkan segala sesuatu selain-Nya adalah makhluk (ciptaan Allah). 

*Makhluk tidak berhak disembah* karena dia sama dengan kita, sama-sama makhluk, sama-sama lemah dan sama-sama membutuhkan pada yang lain.

Lafadz وَلَا تَدۡعُ dalam ayat ini berarti

 ولا تعبد  (Janganlah kamu beribadah). Makna lafadz tersebut bukan "janganlah

 kamu berdo'a/memanggil", sebagaimana dipahami oleh kelompok Wahhabi.

Kebodohan terhadap makna ayat ini menjadikan *kelompok Wahhabi mengkafirkan orang yang dalam do'anya memanggil nama nabi atau wali (tawassul)* dengan mengatakan: 

ya Muhammad, Ya Abdal Qodir al Jilani dan seterusnya.

Mereka menganggap bahwa perbuatan itu dilarang berdasarkan ayat ini dan tergolong sebagai syirik. Padahal tawassul diperintahkan al Qur'an dan diajarkan oleh Rasulullah ﷺ.

Sebagian ulama menafsirkan ayat

 لا إله إلا هو

dengan bahwa *tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada yang menciptakan manfaat dan madlorrot kecuali hanya Allah.*

 كُلُّ شَیۡءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجۡهَهُۥۚ

Ayat ini tergolong sebagai ayat mutasyabihat yang makna dzahirnya mengindikasikan bahwa Allah memiliki muka anggota badan.

Makna ini tidak layak bagi Allah ta'ala, karena memiliki anggota badan adalah sifat makhluk, dan itu bertentangan dengan makna ayat Muhkamat yang menegaskan bahwa Allah tidak serupa dengan makhluk (Q.S as Syura: 11) 

Para ulama mentakwil ayat tersebut dengan tiga takwil, yaitu:

1. Al Mulku (kekuasaan)

Sehingga maknanya, "Semua kekuasaan akan hancur kecuali kekuasaan Allah"

Ini adalah takwil dari *al Imam Al Bukhari*, sehingga ini juga membuktikan bahwa sebagian para ulama salaf juga melakukan takwil tafshili (takwil dengan menentukan makna) sebagaimana yang dilakukan oleh mayoritas ulama kholaf. 

Seluruh kekuasaan yang dimiliki oleh makhluk pasti akan berpenghabisan dan rusak, hanya kekuasaan Allah yang abadi, tanpa penghabisan. Karena kekuasaan Allah itu sifat Allah yang azaliah. 

Dalam sejarah sudah banyak makhluk yang Allah beri kekuasaan, seperti Fir'aun, Numrud, Dzul Qornain, nabi Dawud dan nabi Sulaiman, *tetapi kekuasaan mereka semua telah punah dan hancur*. Kekuasaan yang tidak akan hancur hanyalah kekuasaan Allah ta'ala.

2. Amal yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Sehingga makna ayat di atas adalah "segala sesuatu akan hancur kecuali amal yang dilakukan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah".

Penafsiran seperti ini dilakukan oleh al *Imam Al Bukhari dan Sufyan ats Tsauri*. 

3. Dzat

Sehingga maknanya, "Segala sesuatu itu bisa rusak kecuali hanya Dzat Allah".

Dzat Allah tidak rusak karena Dzat Allah itu qodiim (adanya tanpa permulaan), sehingga tidak mungkin secara akal Dzat Allah berpenghabisan atau rusak.

Dzat makhluk (jism) bisa rusak, karena jism itu haadits (berpermulaan), sehingga secara akal pasti Dzat makhluk berpenghabisan atau rusak. 

Kecuali beberapa makhluk yang dijadikan atau dikehendaki oleh Allah untuk abadi, yaitu al Arsy, al Kursiy, Surga, neraka, tulang ekor manusia, ruh, al Lauh al Mahfudz dan al Qolam al A'la.

Takwil wajh dengan Dzat juga dilakukan oleh para ulama terhadap ayat:

وَیَبۡقَىٰ وَجۡهُ رَبِّكَ ذُو ٱلۡجَلَـٰلِ وَٱلۡإِكۡرَامِ

[Surat Ar-Rahman 27]

"Dan *Dzat Tuhanmu* yang memiliki keagungan dan kemuliaan akan tetap abadi".

Waspadalah* 

Terhadap kelompok Wahhabi yang meyakini bahwa Allah memiliki muka anggota badan. Bahkan salah satu tokoh kelompok mujassimah mengatakan bahwa nanti pada hari kiamat segala sesuatu termasuk Dzat Allah akan hancur kecuali muka-Nya saja. والعياذ بالله 

Kemudian;

 لَهُ ٱلۡحُكۡمُ وَإِلَیۡهِ تُرۡجَعُونَ

Ayat ini menjelaskan bahwa pada hari kiamat Allâh lah yang memutuskan hukum terhadap makhluk-Nya.

Manusia akan dikembalikan pada pengadilan Allâh dan akan diberi balasan dengan adil atas perbuatan yang mereka lakukan di dunia. 

Referensi:

Shahih al Bukhari

Tafsir Marah Labid

Tafsir an Nasafi

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar