Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sikap Seorang Muslim dan Muslimah dalam Menghadapi Musibah Kematian Keluarganya

Al-Imam Ibn al-Jauzi Mengatakan:

وأن أنفاس الحي خطاه إلى أجله

artinya: "dan setiap hembusan nafas makhluk hidup adalah langkahnya menuju ajalnya".


Kewajiban atas kita semua untuk bersabar dalam mengahdapi musibah kematian dari keluarga yang kita cintai sebagaimana wajib bersabar dari semua musibah yang menimpa.

عَن أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ ﷺ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: "مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: إِنَّا للهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللَّهُمَّ أَجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَجَرَهُ اللهُ فِي مُصِيبَتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا"

قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ، قُلْتُ: مَنْ خَيْرٌ مِنْ أَبِي سَلَمَةَ صَاحِبِ رَسُولِ اللهِ ﷺ ؟ قَالَت: فَتَزَوَّجْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ رواه مسلم.

Sehingga inilah yang sebaiknya diucapkan oleh seorang muslim dan muslimah ketika mendapatkan musibah kematian dari orang yang dicintainya.

"إِنَّا لِلّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، اللّٰهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا"

Maknanya: “sesunggunya kita adalah milik Allâh dan sesungguhnya kita akan kembali pada-Nya (yakni kita akan mati dan akan dimintai pertanggung jawaban).Ya Allâh, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik darinya”.

Seorang hamba haruslah menerima musibah yang Allah timpakan kepadanya dengan hati yang lapang dan tidak protes kepada Allah, karena protes kepada Allah adalah kekufuran, maka akan bertambahlah atasnya musibah kematian dengan musibah kekufuran jika dia protes kepada Allah.

Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

فَمَن يُّرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ (رواه البخاري)

Maknanya: “Maka barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan baginya maka niscaya Allah memberinya cobaan” (Riwayat al-Bukhari)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ. الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ. أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ﴾

Maknanya: “Dan sungguh akan Kami (yakni Allah) berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, kematian jiwa, dan kekurangan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'ûn." Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan-nya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. al-Baqarah: 155-157)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ يُبْتَلىَ الرَّجُلُ عَلىَ حَسَبِ دِيْنِهِ [رواه الترمذي]

Maknanya: “Orang yang paling banyak menerima cobaan adalah para Nabi kemudian orang yang mengikuti mereka dengan sempurna (para wali) kemudian orang yang mengikuti mereka dengan sempurna (para wali), seseorang medapatkan bala’ (cobaan) sesuai dengan tingkat ketakwaannya [H.R. at-Tirmizdi]

Karenanya, ketika seseorang mendapat musibah, maka hendaklah ia perbandingkan dirinya dengan apa yang di berikan kepada para Nabi, karena sudah pasti cobaan yang kita terima masih sangat jauh kecilnya dibanding dengan ujian dan cobaan yang diberikan kepada para Nabi, dengan demikian ia dapat menenangkan hatinya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh a-Imam al-Bukhâri dan Muslim dari Anas, bahwa Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam  menangis di saat-saat menjelang kewafatan putra beliau yang bernama Ibrâhim, kedua mata beliaupun mengeluarkan air mata, maka ‘Abdurrahman ibn ‘Auf yang saat itu bersama Nabi-pun berkata kepada beliau:

وَأَنْتَ يَا رَسُوْلَ الله ؟

“Dan anda juga menangis mengeluarkan air mata wahai Rasulallâh ?”

Beliaupun menjawab:

يَا ابْنَ عَوْفٍ إِنَّهَا رَحْمَةٌ

“Wahai Ibna ‘Auf, sesungguhnya ia adalah rahmat”.

Beliau kemudian berkata:

إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ وَلَا نَقُوْلُ إِلَّا مَا يُرْضِي رَبَّنَا وَإِناَّ لِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَمَحْزُوْنُوْنَ

“Sesungguhnya mata ini mengeluarkan air mata (menangis) dan hati ini merasa sedih, namun kita tidak akan mengucapkan perkataan kecuali yang diridhai Tuhan kita (yakni Allâh), dan sesungguhnya kami berpisah denganmu ini wahai Ibrahim merasakan sedih”.

Apakah hikmah di balik musibah ataupun cobaan atas orang yang beriman ?

Musibah di dunia bagi seorang muslim bisa jadi ujian atau siksa. Ujian bagi yangg bertakwa. Dan siksa bagi pelaku dosa. Jika ujian, maka meninggikan derajat di akhirat. Jika siksa, maka menggugurkan adzab di akhirat. Musibah, baik ujian ataupun siksa, keduanya bermanfaat bagi seorang muslim dengan dua syarat: sabar dan ridla.

Seseorang yang memiliki kecintaan yang sempurna pada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam akan ditimpakan kepadanya musibah yang berat. 

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إن البلايا أسرع إلى من يحبني من السيل إلى منتهاه (رواه أحمد والترمذي والطبراني والبيهقي)

"Sesungguhnya bala' dan musibah lebih cepat tertuju pada orang yang mencintaiku dibandingkan aliran air yang menuju muaranya." [HR. Ahmad, at-Tirmidzi, ath-Thabarani dan al-Baihaqi].

Posting Komentar untuk "Sikap Seorang Muslim dan Muslimah dalam Menghadapi Musibah Kematian Keluarganya"