Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hidayah Memiliki Dua Makna

 وَالْهِدَايَةُ عَلَى وَجْهَيْنِ


Hidayah Memiliki dua makna

أَحَدُهُمَا: إِبَانَةُ الْحَقِّ وَالدُّعَاءُ إِلَيْهِ، وَنَصْبُ الأَدِلَّةِ عَلَيْهِ، وَعَلَى هَذَا الْوَجْهِ يَصِحُّ إِضَافَةُ الْهِدَايَةِ إِلَى الرُّسُلِ وَإِلَى كُلِّ دَاعٍ لِلَّهِ.

Pertama: menjelaskan dan mengajak kepada kebenaran serta menegakkan dalil atas kebenaran itu. Dengan makna ini, boleh menyandarkan hidayah kelada para Rasûl dan kepada setiap da'i yang menyeru kepada agama Allâh.

كَقَوْلِهِ تَعَالَى فِي رَسُولِهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ﴿وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ﴾ (سُورَةَ الشُّورَى: ٥٢).

Sebagaimana firman Allâh tentang Rasûl-Nya, Muhammad ﷺ:

"Dan sesungguhnya engkau benar-benar menunjukkan (hidâyah) kepada jalan yang benar" (Q.S. Asy-Syûrâ: 52)

Dan juga Firman Allâh Ta'ala:

وَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى﴾ (سُورَةَ فُصِّلَتْ: ١٧).

Maknanya:

"Dan adapun kaum Tsamûd, maka telah kami tunjukkan kepada mereka jalan yang benar, namun mereka memilih kesesatan atas petunjuk" (Q.S. Fushshilat: 17)

وَالثَّانِي: مِنْ جِهَةِ هِدَايَةِ اللَّهِ تَعَالَى لِعِبَادِهِ، أَيْ خَلْقِ الِاهْتِدَاءِ فِي قُلُوبِهِمْ.

Kedua, dari segi hidayah Allâh Ta'ala terhadap para hamba-Nya, yakni menciptakan petunjuk di hati mereka.

كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا﴾ (سُورَةَ الأَنْعَام: ١٢٥). 

Sebagaimana firman Allâh Ta,ala:

"Barangsiapa yang Allâh kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, nisacaya dia dilapangkan dadanya untuk (menerima dan memeluk agama) Islâm dan barangsiapa yang dikehendaki Allâh kesesatannya, niscaya Allâh menjadikan dadanya sesak lagi sempit (sehingga tidak menerima Islâm)" (Q.S. Al An'am: 125).

وَالإِضْلالُ خَلْقُ الضَّلالِ فِي قُلُوبِ أَهْلِ الضَّلالِ. فَالْعِبَادُ مَشِيئَتُهُمْ تَابِعَةٌ لِمَشِيئَةِ اللَّهِ قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ﴾ (سُورَةَ الإِنْسَان: ٣٠).

Dan makna Al Idlâl adalah menciptakan kesesatan di hati orang-orang yang sesat. 

Jadi, para hamba, kehendak mereka mengikuti kehendak Allâh Ta'ala. Firman Allâh:

"Dan engkau tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allâh Ta'ala" (Q.S. Al Insân: 30).

وَهَذِهِ الآيَةُ مِنْ أَوْضَحِ الأَدِلَّةِ عَلَى ضَلالِ جَمَاعَةِ أَمِين شَيْخُو لِأَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنْ شَاءَ الْعَبْدُ الْهِدَايَةَ يَهْدِيهِ اللَّهُ وَإِنْ شَاءَ الْعَبْدُ الضَّلالَ يُضِلُّهُ اللَّهُ ، 

Ayat ini adalah dalil yang paling jelas yang menunjukkan kesesatan kelompok Âmîn Syaikhû karena mereka mengatakan:

"Jika seorang hamba menghendaki hidayah, maka Allâh akan memberi hidayah, dan jika hamba menghendaki sesat, maka Allâh akan menyesatkannya" 

(Awas!! Ini pernyataan sesat!!)

فَمَاذَا يَقُولُونَ فِي هَذِهِ الآيَةِ: ﴿فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ﴾ 

Apa yang akan mereka katakan tentang ayat ini 

﴿فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ﴾ 

فَإِنَّهَا صَرِيحَةٌ فِي سَبْقِ مَشِيئَةِ اللَّهِ عَلَى مَشِيئَةِ الْعَبْدِ لِأَنَّ اللَّهَ نَسَبَ الْمَشِيئَةَ إِلَيْهِ وَمَا رَدَّهَا إِلَى الْعِبَادِ. فَأُولَئِكَ كَأَنَّهُمْ قَالُوا مَنْ يُرِدِ الْعَبْدُ أَنْ يَشْرَحَ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ يَشْرَحُ اللَّهُ صَدْرَهُ، 

Karena ayat ini sangat jelas menunjukkan bahwa kehendak Allâh mendahului kehendak hamba, sebab Allâh menisbatkan masyîah kepada-Nya dan tidak mengembalikannya kepada hamba. Sedangkan mereka seakan mengatakan:

"Barangsiapa hamba itu berkehendak dilapangkan dadanya untuk menerima Islam, maka Allâh akan melapangkan dadanya untuk menerima Islam."

ثُمَّ قَوْلُهُ: ﴿وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ﴾ فَلا يُمْكِنُ أَنْ يَرْجِعَ الضَّمِيرُ فِي يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ إِلَى الْعَبْدِ لِأَنَّ هَذَا يَجْعَلُ الْقُرْءَانَ رَكِيكًا ضَعِيفَ الْعِبَارَةِ وَالْقُرْءَانُ أَعْلَى الْبَلاغَةِ لا يُوجَدُ فَوْقَهُ بَلاغَةٌ، فَبَانَ بِذَلِكَ جَهْلُهُمُ الْعَمِيقُ وَغَبَاوَتُهُمُ الشَّدِيدَةُ. 

Kemudian firman Allâh:

﴿وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ﴾

Tidak mungkin dlamir dalam kalimat ini kembali kepada hamba, karena itu akan menjadikan Alquran rancu, lemah redaksinya, padahal Al Qur'an redaksinya mencapai tingkat balaghah tertinggi, tidak ada tingkat balaghah lain yang mengunggulinya. Dengan demikian, terlihat jelas kebodohan mereka yang mendalam dan kebebalan mereka yang sangat parah.

وَعَلَى مُوجَبِ كَلامِهِمْ يَكُونُ مَعْنَى الآيَةِ ﴿فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ﴾ أَنَّ الْعَبْدَ الَّذِي يُرِيدُ أَنْ يَهْدِيَهُ اللَّهُ يَشْرَحُ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْهُدَى وَهَذَا عَكْسُ اللَّفْظِ الَّذِي أَنْزَلَهُ اللّهُ، وَهَكَذَا كَانَ اللَّازِمُ عَلَى مُوجَبِ اعْتِقَادِهِمْ أَنْ يَقُولَ اللَّهُ وَالْعَبْدُ الَّذِي يُرِيدُ أَنْ يُضِلَّهُ اللَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا، وَهَذَا تَحْرِيفٌ لِلْقُرْءَانِ لإِخْرَاجِهِ عَنْ أَسَالِيبِ اللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ الَّتِي نَزَلَ بِهَا الْقُرْءَانُ وَفَهِمَ الصَّحَابَةُ الْقُرْءَانَ عَلَى مُوجَبِهَا، 

Konsekuensi dari perkataan mereka, maka ayat 

﴿فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلامِ﴾

bahwa seorang hamba yang ingin mendapatkan hidayah dari Allâh, maka Allâh akan melapangkan dadanya kepada petunjuk. Ini adalah kebalikan dari lafadz yang Allâh turunkan. 

Demikian pula konsekuensi dari keyakinan (sesat) mereka juga bahwa Allâh menyatakan "Dan hamba yang menghendaki disesatkan oleh Allâh, maka Allâh akan jadikan hatinya sempit dan sesak".

Sekali lagi, ini adalah tindakan penyelewengan Al Qur'an, karena telah mengeluarkan Al Qur'an dari gaya-gaya redaksi dalam bahasa Arab yang digunakan di dalam Al Qur'an dan yang menjadi dasar bagi para shahabat dalam memahami Al Qur'an.

وَالدَّلِيلُ عَلَى أَنَّهُمْ يَفْهَمُونَ الْقُرْءَانَ عَلَى خِلافِ مَا تَفْهَمُهُ هَذِهِ الْفِرْقَةُ اتِّفَاقُ الْمُسْلِمِينَ سَلَفِهِم وَخَلَفِهِمْ عَلَى قَوْلِهِمْ: »مَا شَاءَ اللَّهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ«.

Dalil yang membuktikan bahwa para shahabat memahami al Qur'an tidak sesuai dengan kelompok sesat ini adalah kesepakatan kaum muslimin (ijma') dari generasi salaf dan khalaf terhadap perkataan (hadits):

مَا شَاءَ اللَّهُ كَانَ وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ

"Apapun yang Allâh kehendaki (dengan kehendak-Nya yang azaliyy) ada atau terjadi, maka pasti akan ada dan terjadi, Dan apa yang Allâh tidak kehendaki ada atau terjadi, maka pasti tidak akan ada dan tidak akan terjadi."

Intaha

Allâh Ada Tanpa Tempat

Posting Komentar untuk "Hidayah Memiliki Dua Makna"